Kepuasan Terhadap Pemerintahan Jokowi Turun, Inflasi dan Angka Kemiskinan Menanjak Naik
Kenaikan harga BBM memiliki dampak baik dari dimensi politik dan ekonomi.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Febrianto Adi Saputro, Antara
Kepuasan publik terhadap kinerja pemerintah pusat alami penurunan. Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya saat merilis hasil survei terbaru bertajuk 'Kondisi Sosial Politik dan Peta Elektoral Pasca Kenaikan Harga BBM'.
"Kita coba uji dengan data hanya beberapa hari setelah keputusan naiknya BBM, angkanya sekarang terjadi penurunan, ada di angka 63,5 persen," kata Yunarto secara daring, Kamis (22/9/2022).
Pada survei yang dilakukan Charta Politika pada Juni 2022 lalu, tingkat kepuasan pemerintah pusat menyentuh angka 68,4 persen. Sedangkan di bulan September 2022 ini, tingkat kepuasan pemerintah pusat di angka 63,5 persen.
"Artinya turun sebesar 4,9 persen dibandingkan sebelumnya," ucapnya.
Meski tingkat kepuasan publik masih di atas 60 persen, menurut Yunarto angka tersebut merupakan lampu kuning bagi pemerintah. Pemerintah harus segera memperbaiki kinerjanya.
"Artinya ada beberapa hal yang harus tersosialisasi dengan baik," ucapnya.
Untuk diektahui survei dilakukan pada tanggal 6 – 13 September 2022, melalui wawancara tatap muka secara langsung dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Jumlah sampel sebanyak 1220 responden, yang tersebar di 34 Provinsi. Metodologi yang digunakan adalah metode acak bertingkat (multistage random sampling) dengan margin of error ±(2.82 persen) pada tingkat kepercayaan 95 persen.
In Picture: Demo Buruh Tolak Kenaikan Harga BBM di Surabaya
Selain dimensi politik, kenaikan harga BBM tentunya juga berdampak terhadap perekonomian. Bank Indonesia (BI) memperkirakan inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) tahun 2022 akan berada di atas enam persen secara tahunan (year-on-year/yoy) akibat kenaikan harga BBM, terutama solar dan Pertalite, serta peningkatan tarif angkutan.
"Secara keseluruhan kenaikan harga BBM bersubsidi dan tarif angkutan umum, meski kenaikan tarif angkutan belum semuanya, akan menambah inflasi IHK 1,8 persen sampai 1,9 persen pada 2022, sehingga menjadi sedikit lebih tinggi dari enam persen," ucap Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan September di Jakarta, Kamis.
Perry menjelaskan terdapat dua jenis dampak dari kenaikan harga BBM maupun tarif angkutan terhadap inflasi, yakni dampak langsung dan tidak langsung. Untuk dampak langsung, telah terlihat dari kenaikan harga barang-barang dan menyebabkan inflasi bulan September 2022 yang diperkirakan Survei Pemantauan Harga (SPH) BI akan mencapai 5,89 persen (yoy).
Sementara untuk dampak tidak langsung akan terlihat selama tiga bulan ke depan, yakni pada Oktober, November, dan Desember 2022. Kemudian untuk bulan-bulan setelah itu, Perry meyakini kenaikan inflasi IHK tidak akan tinggi dan akan semakin melandai, sehingga berbagai langkah pengendalian inflasi perlu terus dilakukan baik dari sisi pasokan maupun dari sisi permintaan.
Dari sisi pasokan, telah dilakukan berbagi langkah sesuai dengan instruksi Presiden Joko Widodo dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Tim Pengendali Inflasi Pusat (TPIP) dan Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID), Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP), serta penyesuaian tarif angkutan di berbagai daerah.
"Bersama pemerintah, bank sentral sudah melakukan GNPIP di sekitar 18 daerah dan dengan pemerintah daerah juga mengendalikan tidak hanya inflasi pangan maupun juga tarif-tarif angkutan," tegasnya.
Dengan demikian, dirinya berharap berbagai langkah tersebut bisa mengendalikan peningkatan inflasi dan meskipun akan sedikit lebih tinggi dari enam persen pada tahun ini, inflasi tersebut telah mencapai level puncak dan kemudian akan menurun.
Selain inflasi yang diprediksi akan terkerek akibat kenaikan harga BBM, angka kemiskinan pun diperkirakan akan mengalami peningkatan. Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus memperkirakan tingkat kemiskinan 10,3 persen pada September 2022.
"Setelah dianalisis, potensi kemiskinan itu bisa melebihi tingkat kemiskinan di saat pandemi Covid-19, mungkin bisa mencapai 10,3 persen di September 2022 sehingga harus ditambah bantuan sosialnya," kata Ahmad Heri dalam diskusi daring yang dipantau di Jakarta, Rabu (21/9/2022).
Ahmad memperkirakan, kenaikan harga BBM akan membuat inflasi secara tahunan pada September 2022 mencapai 1,86 persen dan inflasi tahunan sepanjang 2022 mencapai 7,7 persen.
"Pertumbuhan ekonomi juga akan berkurang minus 0,02 persen dengan kenaikan harga BBM, dengan konsumsi rumah tangga berkurang 0,65 persen dan investasi 1,7 persen," katanya.
Ia memprediksi pendapatan riil masyarakat di pedesaan bisa menurun 1,28 persen sampai 1,63 persen akibat kenaikan harga BBM, sementara pendapatan riil masyarakat di perkotaan bisa menurun 1,15 persen sampai 2,58 persen.
"Program hilirisasi Ini juga tantangannya akan semakin besar karena meningkatnya biaya energi, ya karena biaya energi itu kan menjadi salah satu struktur cost dari struktur biaya produksi," kata Ahmad.
Untuk itu pemerintah perlu membuat program bantuan bagi pelaku usaha di sektor riil yang mengalami kenaikan biaya produksi. Pemerintah juga dinilai perlu menambah anggaran bantuan sosial (bansos) bagi masyarakat untuk menekan angka kemiskinan.
"Jadi dampaknya cukup luas dan beragam, bukan hanya masyarakat menengah ke bawah yang terdampak langsung dan mereka diberikan bansos, tapi dari sisi produksi ini tentu akan mengalami tekanan," ucapnya.