Uji Coba Vaksin Malaria, Lengan Peserta Bengkak Digigit Nyamuk

Alih-alih pakai suntikan, ilmuwan uji coba vaksin malaria dengan gigiatan nyamuk.

EPA
Nyamuk Anopheles gambiae, vektor dari parasit malaria, menyedot darah ketika mengigit peneliti the International Centre for Insect Physiology and Ecology (ICIPE) di Nairobi, Kenya, April 2008. Peneliti vaksin malaria di University of Washington, Amerika Serikat menggunakan nyamuk untuk "menyuntikkan" parasit Plasmodium yang dimodifikasi secara genetik kepada partisipan manusia.
Rep: Santi Sopia Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para peneliti menggunakan setidaknya 200 nyamuk untuk menggigit peserta uji coba vaksin malaria baru. Mereka mencoba membuat peserta terinfeksi dengan Plasmodium yang telah dimodifikasi secara genetik.

Para peneliti di University of Washington, Amerika Serikat menggunakan nyamuk untuk "menyuntikkan" parasit Plasmodium yang dimodifikasi secara genetik kepada partisipan manusia. Vaksin tentu diciptakan untuk mencegah manusia jatuh sakit. Tubuh orang kemudian akan menghasilkan antibodi yang membuat mampu melawan penyakit sebenarnya.

"Kami menggunakan nyamuk seperti 1.000 jarum suntik kecil yang terbang," kata Dr Sean Murphy, seorang dokter University of Washington dalam sebuah makalah belum lama ini, dikutip dari Fox News, Kamis (30/9/2022).

Murphy tidak berencana memvaksinasi orang dengan menggunakan nyamuk. Sebaliknya, praktik ini hanya akan digunakan dalam uji klinis, meskipun menggunakan nyamuk hidup untuk memakan subjek dianggap misterius.

Tim memilih untuk menggunakan nyamuk karena suntikan parasit yang dimodifikasi melalui jarum lebih mahal dan memakan waktu, menurut NPR. Selain itu, Dr Kirsten Lyke dari Fakultas Kedokteran Univeristy of Maryland mengatakan kepada NPR bahwa dia percaya penggunaan parasit hidup adalah "pengubah permainan total" sambil mencatat bahwa "semua hal lama menjadi baru lagi”.

Baca Juga


Satu subjek tes mengklaim bahwa dia meletakkan lengannya di dalam kotak yang berisi setidaknya 200 nyamuk. Uji coba melibatkan 26 orang, dengan beberapa dari mereka menunjukkan tanda-tanda perlindungan terhadap malaria beberapa bulan kemudian.

"Seluruh lengan bawah saya membengkak dan melepuh. Keluarga saya tertawa, bertanya, 'mengapa kamu membuat dirimu seperti ini?," kata Carolina Reid kepada NPR.

Tahun lalu, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyetujui vaksinasi malaria pertama yang disebut RTS GlaxoSmithKline. Akan tetapi, vaksin tersebut hanya efektif 30-40 persen.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler