Pelaku Penembakan Massal di Thailand Punya Masalah Keluarga dan Keuangan
Pelaku diduga ingin melampiaskan kekesalan atas masalah yang dimiliki.
REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Pelaku penembakan massal di sebuah fasilitas penitipan anak di Thailand diduga tertekan karena memilliki banyak persoalan dalam kehidupannya. Penyelidikan awal polisi menemukan bahwa, pelaku yang diidentifikasi sebagai Panya Khamrap mempunyai masalah keuangan dan keretakan rumah tangga.
Panya adalah seorang mantan polisi yang dipecat karena menggunakan narkoba. Dia dicopot dari kepolisian pada Januari, setelah mengaku menggunakan dua jenis metamfetamin.
“Dia ingin melampiaskan. Kami mengetahui dari ibunya bahwa pada hari kejadian dia bertengkar dengan istrinya. Dia mungkin ingin melakukan sesuatu yang buruk," kata kepala polisi setempat Chakkraphat Wichitvaidya kepada Reuters.
Rekan-rekan di kepolisian setempat mengatakan, Panya dikenal pemarah dan kasar saat bertugas sebagai polisi. Polisi mengatakan Panya gelisah saat memasuki pusat penitipan anak pada Kamis (6/10/2022). Dia membawa pistol dan pisau besar atau golok.
Saksi mata menggambarkan, pelaku mengamuk selama dua jam. Dia menebas 22 anak yang berusia antara 2-5 tahun saat sedang tidur siang. Pelaku juga menembaki orang-orang di sekitar.
Secara keseluruhan 38 orang tewas, termasuk 24 anak.
Setelah melakukan penyerangan secara brutal, Panya pulang ke rumahnya. Dia membunuh istri dan anaknya. Kemudian Panya mengakhiri hidupnya sendiri dengan pistol 9 mm. Kediaman Panya terletak di sebuah desa yang berjarak 3 kilometer dari tempat penitipan anak.
Beberapa jam sebelum pembantaian, Panya muncul di pengadilan atas tuduhan narkoba. Polisi mengatakan, Panya kemudian menuju ke pusat penitipan anak untuk mencari putranya. Namun putranya tidak ada di tempat penitipan anak.
Tidak diketahui apakah Panya masih menggunakan narkoba. Kepala polisi nasional Damrongsak Kittipraphat pada Jumat (7/10/2022) mengatakan, laporan otopsi menunjukkan pelaku tidak menggunakan narkoba ketika melakukan serangan.
“Kami melihat pertengkaran dengan istrinya adalah masalah utama. Mereka memiliki masalah. Alasan lainnya mungkin karena pengangguran, tidak ada uang, dan masalah keluarga," ujar Damrongsak.
Foto-foto yang diambil di pusat penitipan anak menunjukkan, anak-anak yang tewas dibalut dengan selimut. Sementara kotak jus tampak berserakan di lantai.
"Dia menuju ke arah saya dan saya memohon belas kasihan kepadanya, saya tidak tahu harus berbuat apa," kata kesaksian seorang wanita kepada ThaiPBS, sambil menahan air mata.
"Dia tidak mengatakan apa-apa, dia menembak ke pintu ketika anak-anak sedang tidur," kata kesaksian wanita lainnya.
Pelaku memaksa masuk ke ruangan terkunci, yaitu tempat anak-anak sedang tidur. Polisi mengatakan, tiga anak laki-laki dan seorang perempuan yang selamat dari serangan itu dirawat di rumah sakit.
Undang-undang senjata di Thailand sangat ketat. Tetapi kepemilikan senjata tinggi dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Pembantaian massal di Thailand ini termasuk yang terburuk, dengan korban anak-anak.
Penembakan massal yang menewaskan anak-anak sebelumnya terjadi pada 2011 di Norwegia. Anders Breivik membunuh 69 remaja di sebuah kamp musim panas di Norwegia. Sementara dalam kasus lainnya, sebanyak 20 anak di Sekolah Dasar Sandy Hook di Newtown Connecticut tewas dalam serangan massal pada 2012, dan 16 anak tewas di Dunblane di Skotlandia pada 1996. Tragesi penembakan yang baru saja terjadi yaitu di sebuah sekolah dasar di Uvalde, Texas, yang menewaskan 19 anak.