Teori Polri: Korban Kanjuruhan Meninggal Kekurangan Oksigen, Bukan karena Gas Air Mata
Polri menegaskan punya payung hukum menggunakan gas air mata pada tragedi Kanjuruhan.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Dadang Kurnia
Polri berkeras penyebab kematian dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur (Jatim) bukan karena ‘serangan’ gas air mata. Kepala Divisi (Kadiv) Humas Polri Inspektur Jenderal (Irjen) Dedi Prasetyo menegaskan, tak ada jurnal ilmiah maupun hasil dari kesimpulan para pakar persenjataan, maupun zat kimia yang menyimpulkan penggunaan gas air mata menimbulkan hilang nyawa.
Dedi pun menegaskan, aparat keamanan di Polri punya payung hukum dalam kebolehan menggunakan gas air mata sebagai alat dan sarana pengendalian massa anarkistis. Polri mengacu pada Protokol Jenewa 22/1993 yang sudah diratifikasi ke dalam sistem hukum di Indonesia.
Terkait dampak penggunaan gas air mata, kata Dedi, Polri mengacu pada pendapat Doktor Mas Ayu Elita Hafizah, dan Profesor I Made Agus Gelgel. Doktor Mas Ayu, kata Dedi adalah akademisi di bidang zat kimia dari Universitas Indonesia (UI), dan pakar persenjataan di Universitas Pertahanan (Unhan). Sedangkan Profesor Gelgel, dikatakan Dedi, adalah pakar toxicology atau ahli racun dan zat kimia dari Universitas Udayana, Bali.
“Saya tegaskan, bahwa menurut pendapat para ahli-ahli tersebut, bahwa gas air mata atau CS (istilah kimia-red), dalam skala tinggi pun tidak mematikan,” begitu kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (10/10/2022).
Tak cukup penjelasan dua pakar tersebut. Menurut Dedi, dari permintaan keterangan dan kesaksian dari para dokter yang melakukan perawatan terhadap 130-an korban meninggal dunia dalam tragedi Kanjuruhan, pun disebutkan, penyebab kematian bukan karena gas air mata.
“Dari penjelasan para ahli, dan spesialis yang menangani korban, baik korban yang meninggal dunia, maupun yang luka-luka. Dari dokter spesialis penyakit dalam, penyakit paru, penyakit THT, dan juga spesialis penyakit mata menyebutkan, tidak satu pun penyebab kematian adalah gas air mata,” ujar Dedi menambahkan.
Dedi meyakini, hasil investigasi dan bukti ilmiah yang menyebutkan korban tewas dalam tragedi Kanjuruhan, disebabkan karena asfiksia. “Tetapi penyebab kematian adalah kekurangan oksigen,” sambung Dedi.
Dedi mengungkapkan, dari hasil penyidikan kondisi kekurangan oksigen tersebut, terjadi karena aksi saling berdesak-desakan para suporter dan penonton saat para aparat keamanan melontarkan gas air mata ke arah tribun. Kondisi tersebut, yang menurut Dedi, menimbulkan korban jiwa ratusan jiwa dalam tragedi Kanjuruhan.
“Karena terjadi desak-desakan, kemudian terinjak-injak, bertumpuk-tumpuk, mengakibatkan kekurangan oksigen di pintu 3, 11, 13, 14. Di situ jatuh korban yang sangat banyak. Jadi kami perlu menyampaikan ini,” terang Dedi.
Namun begitu, Dedi mengakui aparat keamanan Polri, menembakkan gas air mata ke tribun penonton untuk pengendalian massa seusai laga Arema FC Vs Persebaya Surabaya, pada Sabtu (1/10/2022) malam tersebut. Namun Dedi mengatakan, penggunaan gas air mata oleh kepolisian tersebut dibolehkan sesuai dengan Protokol Jenewa 22/1993.
“Regulasi tersebut yang menjadi acuan oleh kepolisian di seluruh dunia dalam penggunaan gas air mata untuk pengendalian massa,” ujar Dedi.
Dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, sedikitnya 131 penonton, dan suporter sepak bola tewas. Kejadian itu terjadi usai laga Arema Vs Persebaya, Sabtu (1/10/2022).
Selain menyebabkan korban jiwa, lebih dari 500 lainnya mengalami luka-luka berat, maupun ringan. Kapolri Listyo Sigit Prabowo, Kamis (6/10/2022) lalu sudah mengumumkan enam orang sebagai tersangka terkait tragedi itu.
Enam tersangka itu, adalah AHL (Akhmad Hadian Lukita) tersangka selaku Direktur Utama (Dirut) PT Liga Indonesia Baru (LIB), operator kompetisi sepak bola nasional milik Federasi Sepak Bola Indonesia (PSSI). Tersangka AH, diketahui sebagai Ketua Panitia Pelaksana Pertandingan, atau biasa disebut panpel. Tersangka SS, diketahui sebagai security officer stadion.
Tiga tersangka lainnya, para personil kepolisian. Mereka; Wahyu SS yang ditetapkan tersangka selaku Kepala Bagian Operasional (Kabag Ops) Polres Malang, BSA yang ditetapkan tersangka selaku Kasat Samaptha Polres Malang, serta tersangka H, Komandan Kompi (Danki) 3 Brimob Polda Jatim. Jenderal Sigit menegaskan, enam tersangka dijerat sangkaan Pasal 359, dan Pasal 360 KUH Pidana, dan atau Pasal 103 juncto Pasal 52 UU Keolahragaan 11/2022.
“Meningkatkan status terkait dengan dugaan Pasal 359 dan Pasal 360 (KUH Pidana) tentang menyebabkan orang mati atau luka-luka berat karena kealpaan,” kata Kapolri Sigit, di Malang, pekan lalu.
Pendapat dokter
Dokter paru-paru Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga (Unair) Isnin Anang Marhana mengatakan bahaya gas air mata bagi tubuh manusia. Menurutnya, gas air mata mengandung Chloroacetophenone (CN) dan Chlorobenzylidene malononitrile (CS) yang dapat melumpuhkan seseorang.
Kemampuan melumpuhkan manusia itu dikarenakan sifat gas air mata yang iritatif dan inflamatif. “Contohnya adalah ketika kena mata itu langsung berair, hiper lakrimasi. Berair matanya, pedih, pedas, sehingga tidak bisa beraktivitas normal dan mudah dilumpuhkan,” ujarnya di Surabaya, Senin.
Isnin mengungkapkan, gas air mata dapat memengaruhi kulit, mata, saluran pernapasan, pencernaan, tenggorokan, hingga psikologis seseorang. Gejala yang mungkin terjadi adalah kulit terasa seperti tersengat, muncul gejala seperti flu, mual, muntah, serta batuk.
“Dada juga akan terasa sesak karena mukosa-mukosa saluran pernapasan mengalami pembengkakan atau inflamasi,” ujarnya.
Adapun dampak bagi psikologis yaitu ansietas atau distress psikologi. “Ketika dilemparkan, dia kaget beserta panik yang berlebihan, sehingga mereka tidak berpikir dengan jernih, ngikut aja orang-orang lari. Akhirnya ya berdesak-desakan itu," kata dia.
Isnin menjelaskan, apabila mendapati asap gas air mata, segera menuju tempat dengan aliran udara yang bagus. Kemudian jika merasa terpapar gas air mata, lanjutnya, dapat menggunakan handuk basah kemudian diusap pada bagian tubuh yang terpapar.
“Kita lap dulu itu supaya konsentrasinya yang nempel berkurang. Setelah itu baru kita bilas dengan air,” kata dia.
Isnin melanjutkan, orang yang memiliki riwayat gangguan pernapasan akan lebih terdampak oleh gas air mata. "Misalnya dia ada riwayat asma. Atau waktu-waktu tertentu dia jadi mudah sesak seperti pada pagi hari, malam hari, hujan, dingin, berdebu. Atau pada kondisi dia cemas itu dia bisa sesak,” ujarnya.