Pohon Cinta Pasoepati - Bonek : Saksi Bisu Perdamaian Suporter

Arek Suroboyo yang datang ke Solo kerap menengok pohon itu.

Muhammad Noor Alfian
Pohon Sawo Kecik (Pohon Cinta Pasoepati Bonek) wujud perdamaian antarsuporter.
Rep: c02 Red: Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, SOLO -- Sudah 11 tahun sejak kata 'damai' tertanam antara suporter Persis Solo Pasoepati dan Bonek Mania Persebaya Surabaya. Kata 'damai' tersebut dilambangkan dengan ditanamnya pohon sawo di bilangan rumah Jalan Kolonel Sugiyono, Nayu, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah.

Perjanjian damai tersebut bermula dari tragedi lempar batu di rel kereta api ketika Bonek akan melangsungkan laga tandang di Bandung 2010 lalu. Namun, tak ingin terjadi tragedi yang lebih mengerikan, akhirnya kedua belah pihak saling menurunkan ego dan mengusulkan perdamaian.

Tepatnya pada 2011, perjanjian tersebut terjalin antara Pasoepati dan Bonek. Namun, tak hanya sekadar lisan dan dokumentasi saja. Mereka mengabadikan janji tersebut dengan menanam pohon Sawo.

"Bersyukur kami di  2011 ada perwakilan Bonek ke Solo, pada saat  8 Januari kemarin datang 10an orang, akhirnya kami bikin sejarah dengan menanam pohon, dan kami namakan Pohon Cinta Pasoepati dan Bonek," kata pendiri Pasoepati, Mayor Haristanto.

Mayor menjelaskan pohon yang dipilih menjadi lambang adalah pohon sawo Jawa, yang saat ini juga terbilang sudah langka. Ia menjelaskan  jika arek-arek Suroboyo datang ke Solo kerap kali menengok pohon tersebut.

Selain itu, dipilihnya pohon sawo sendiri karena dari sudut pandang orang Jawa itu penuh perlambang atau isyarat. Seperti memberi pesan bersatu membentuk jaringan dan jadilah orang yang 'becik' (baik).

"Dulu masih 17 cm sekarang sudah delapan meter, saya nggak berani potong karena itu pohon yang sangat bersejarah setiap Bonek atau Persebaya ke sini melihat atau tilik," ungkapnya.

Sementara itu, terjadinya tragedi Kanjuruhan menjadi luka mendalam, baik bagi dunia sepakbola ataupun keluarga yang ditinggalkan. Namun, dari itu banyak suporter yang berselisih menjadi damai.


Menurutnya mungkin sekarang adalah momen untuk menciptakan era suporter yang bernada berbeda dari yang sudah-sudah. "Mudah-mudahan ini menjadi evaluasi kita semua untuk berubah, cukup, tragedi itu jangan terulang kembali, sudah cukup di Kanjuruhan," katanya.

Atas tragedi Kanjuruhan, para suporter bersatu. Khususnya Persis Solo, PSIM Yogyakarta, dan PSS Sleman. Mereka menggelar doa bersama dan janji tak ingin ada tragedi terulang dan menimpa daerahnya sendiri.

Salah satu dirigen Pasoepati Agus Warshope (36) mengatakan pihaknya sudah tidak ingin melihat tragedi di lapangan yang memakan korban jiwa. Pasalnya, sepakbola adalah hiburan bagi rakyat jadi tak sepantasnya ada korban.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler