Tujuan di Balik Pembacaan Manaqib atau Biografi Keutamaan Ulama dan Wali
Pembacaan manaqib ulama atau wali upaya untuk mengambil pelajaran hidup
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Para ulama sering membaca manaqib para wali Allah SWT dalam rangka mengambil ibrah atau pelajaran dari kehidupan wali-wali Allah SWT.
Wakil Mudir Aam Idaaroh Aliyah Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah (JATMAN) yang juga Mustasyar Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah, Habib Umar Muthohar, menjelaskan mengambil ibrah dari perjalanan hidup orang-orang terdahulu yang dicintai Allah SWT sejatinya tersirat dalam Alquran.
Habib Umar mengatakan sebagian daripada Alquran berisi tentang kisah para nabi dan rasul terdahulu serta orang-orang saleh yang dicintai Allah SWT.
Sebagaimana ditegaskan dalam surat Hud ayat 120 dapat dipahami bahwa semua kisah tentang para nabi dan rasul yang diceritakan dalam Alquran adalah untuk meneguhkan hati Nabi Muhammad SAW.
وَكُلًّا نَقُصُّ عَلَيْكَ مِنْ أَنْبَاءِ الرُّسُلِ مَا نُثَبِّتُ بِهِ فُؤَادَكَ ۚ وَجَاءَكَ فِي هَٰذِهِ الْحَقُّ وَمَوْعِظَةٌ وَذِكْرَىٰ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan bagi orang-orang yang beriman.”
"Berarti kisah para nabi itu ada dalam Alquran untuk memantapkan hati Nabi Muhammad, hati kita. Demikian juga kita membaca riwayatnya para wali, orang-orang saleh itu untuk mengikuti jejak mereka, memantapkan hati, dan menambahkan cinta pada mereka," kata Habib Umar Muthohar.
Sementara itu dalam Alquran surat Al Luqman ayat 15, terdapat perintah bagi setiap Muslim untuk mengikuti jalan orang-orang yang kembali pada Allah. Yakni para wali Allah, ulama, dan orang-orang saleh.
وَاتَّبِعْ سَبِيلَ مَنْ أَنَابَ إِلَيَّ
“Dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku.”
Karena itu menurut Habib Umar sangat baik untuk mengikuti jalan ulama-ulama terdahulu dalam mendekatkan diri pada Allah SWT. Banyak tarekat yang mu'tabar yang dapat diikuti sebagaimana terhimpun dalam Jam’iyyah Ahlit Thoriqoh Al Mu’tabaroh An Nahdliyyah.
Misalnya saja Tarekat Qadiriyah yang mengikuti Syekh Abdul Qadir Al Jailani, Tarekat Naqsyabandiyah yang mengikuti Syekh Bahaudin al Bukhari an-Naqsyabandi, Tarekat Syadziliyah mengikuti Syekh Abu al-Hasan Ali asy-Syadzili.
Maka menurut Habib Umar, orang yang bertariqah bukan sekadar melakukan baiat, melainkan harus mengikuti amaliyah yang dilakukan ulama-ulama tarekat tersebut hingga mendapatkan rahasia dalam tarekat itu.
"Dan dengan berdoa dan tawasul kepada guru-guru tarekat kita akan menempuh jalan mereka dan dimudahkan Allah SWT," katanya.