Nyamuk DBD Bertelur Saat Musim Kemarau, Jadi Larva-Nyamuk Dewasa Begitu Kena Hujan
Kewaspadaan akan DBD harus dimulai sejak musim kemarau, saat nyamuk bertelur.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Potensi kasus demam berdarah dengue (DBD) seharusnya sudah diperhatikan sejak memasuki musim panas atau kemarau. Infeksi yang terjadi akibat gigitan nyamuk Aedes aegypti itu sebetulnya dapat berlangsung sepanjang tahun sehingga tak melulu hanya terjadi dan meningkat pada musim hujan.
"Siapa saja bisa terkena dan nyamuk biasanya menggigit korban di jam kerja seperti pukul delapan pagi sampai empat sore," kata dokter spesialis penyakit dalam sub-spesialis penyakit tropis infeksi, Erni J Nelwan, dalam webinar "Waspada Penyebaran Dengue di Tengah Musim Hujan" yang diikuti secara daring di Jakarta, Senin (17/10/2022).
Dr Erni mencatat, DBD juga muncul saat pergantian musim. Ia mengimbau semua pihak tidak menurunkan kewaspadaan terhadap DBD saat memasuki musim kemarau.
Pada musim kemarau, kewaspadaan justru harus diperkuat karena nyamuk menjadikan masa itu sebagai masa bertelur. Selama masa bertelur itu, nyamuk akan mencari tempat yang menurutnya nyaman untuk meletakkan telur-telurnya dalam jumlah yang sangat banyak.
Telur nyamuk bahkan memiliki proteksi yang kuat sehingga tidak dapat rusak karena faktor lingkungan. Pada musim hujan, saat terendam air bersih, telur langsung berubah menjadi larva lalu nyamuk dewasa dalam hitungan hari.
"Begitu kena air karena musim hujan, sudahlah. Itu akan mulai, dia bisa langsung tumbuh menjadi nyamuk dewasa dalam waktu cepat dan dalam jumlah yang sangat banyak," ucap dokter dari Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta itu.
Bisa fatal
Dr Erni mengatakan hal lain yang harus dicermati adalah angka harapan hidup pada beberapa masyarakat menjadi tinggi, sementara kasus DBD tidak menurun sampai dengan hari ini. Ia mengingatkan perlu kewaspadaan bersama, utamanya dalam melindungi kelompok masyarakat yang memiliki komorbid.
Menurut dr Erni, perawatan orang dengan komorbid yang menderita DBD, cukup menantang karena diperlukan kehati-hatian ekstra saat menanganinya, mulai dari memantau perkembangan demam, pemberian cairan pada tubuh yang mengalami dehidrasi, sampai mencegah agar pasien tidak menderita infeksi berat yang memperlambat fase penyembuhan. Dengan demikian, dibutuhkan kerja sama bersama dalam menciptakan lingkungan yang bersih dari jentik nyamuk, tidak ada genangan air, atau tumpukan barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk agar masyarakat dapat melindungi sesama.
Dokter spesialis anak dari FKUI-RSCM Prof Dr dr Hindra Irawan Satari menjelaskan, nyamuk Aedes aegypti menempatkan telurnya pada air jernih yang tergenang, tak terkena sinar matahari, dan tidak berhubungan dengan tanah. Nyamuk ini hidup di daerah tropis dengan kelembapan tinggi.
"Di musim hujan, air jernih yang tergenang lebih banyak dan dia multi-bite atau menggigit berkali-kali," tutur Prof Hindra yang hingga hari ini masih merawat pasien demam berdarah dengue.
Prof Hindra mengingatkan, demam berdarah dengue bisa berakibat fatal karena umumnya terlambat dikenali. Padahal, terjadi kebocoran pada pembuluh darah. Kerusakan endotel atau sel-sel yang melapisi pembuluh darah menyebabkan cairan keluar sehingga akan memberikan syok dan dapat berakhir dengan kematian bila terjadi perdarahan.
"Jadi bukan trombosit saja yang jadi kehebohan, tetapi juga derajat kebocoran pembuluh darah itu indikator beratnya seseorang terkena infeksi virus dengue itu," kata dia.
Upaya pencegahan
Upaya Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) bersama dengan 3M plus, yaitu menguras dan menyikat tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, dan mendaur ulang barang bekas harus terus menerus sepanjang waktu. Upaya lain yang dapat dilakukan adalah mengikuti vaksinasi dengue untuk mencegah keparahan dan menekan angka kematian akibat DBD.
Dr Erni mengatakan dengan vaksinasi DBD, tubuh akan merangsang antibodi untuk terbentuk lebih dulu. Dengan begitu, ketika virus masuk ke dalam tubuh, tubuh dapat mengatasi infeksi yang ditimbulkan dengan lebih cepat.
"Sekali lagi saya tekankan, vaksin tidak membuat kebal tapi vaksin membuat sakit yang diderita seseorang jadi lebih ringan. Tentu dengan vaksinasi kita harapkan kejadian infeksi (akibat dengue) yang menjadi berat juga akan turun ya," ujar dosen tetap di Program Studi Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia itu.