Mengapa Obat Sirop Perlu Ada?
Kemenkes telah melarang penjualan dan persepan semua obat sirop.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil ketua Pengurus Pusat Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) Prof Keri Lestari mengatakan obat sirop diperlukan keberadaannya. Obat sirop menjadi sediaan alternatif bagi anak, terutama yang berusia di bawah lima tahun.
"Namanya bayi atau anak di bawah usia lima tahun, sulit kita memaksakan untuk obat puyer, makanya ada alternatif obat sirop," katanya.
Sementara itu, sebagian besar pasien anak juga ada yang belum patuh dan tidak nyaman saat mengonsumsi obat puyer maupun tablet. Mereka akan terbantu dengan adanya obat sirop.
Prof Keri menjelaskan etilen glikol dan dietilen glikol yang diduga kuat menjadi penyebab gagal ginjal akut misterius sebetulnya tidak digunakan dalam formulasi obat. Hanya saja, senyawa itu bisa ada dalam bentuk kontaminan pada bahan tambahan sediaan sirop.
"Nilai toleransinya 0,1 persen pada gliserin dan propilen glikol, serta 0,25 persen pada polietilen glikol," kata Prof Keri ketika dihubungi di Jakarta, Kamis (20/10/2022).
Prof Keri mengaku menghargai aspek kehati-hatian dari Kemenkes terkait larangan penjualan obat dalam sediaan sirop. Pihaknya juga masih menunggu hasil penelusuran Badan Pengawas Obat dan Makanan mengenai merek-merek obat yang melebihi ambang batas kandungan.
Menurut Prof Keri, obat sirop masih memungkinkan untuk diresepkan kepada pasien tertentu. Hanya saja, itu hanya bisa dilakukan dalam pemantauan dokter dengan mempertimbangkan risiko dan manfaatnya.
"Setiap kita memilih obat, pasti mempertimbangkan tindakan itu, karena obat itu sifatnya racun sehingga diberikan dalam kondisi yang betul-betul memang bermanfaat," ujar apoteker dari Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Jawa Barat itu.
Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah Yanuarso juga telah mengimbau tenaga kesehatan menghentikan sementara peresepan obat sirup yang diduga terkontaminasi etilen glikol atau dietilen glikol sesuai hasil investigasi Kementerian Kesehatan dan Badan POM. Sebagai alternatif, anak yang membutuhkan dapat diberikan jenis obat yang dimasukkan ke dalam anus (suppositoria) atau obat puyer dalam bentuk tunggal (monoterapi).
Dalam keterangannya pada Rabu (20/10/2022), dr Piprim menegaskan peresepan obat puyer tunggal hanya boleh dilakukan oleh dokter. Pemberiannya dilakukan dengan memperhatikan dosis berdasarkan berat badan, kebersihan pembuatan, dan tata cara pemberian.
Tiga senyawa berbahaya
Menteri Kesehatan RI,Budi Gunadi Sadikin mengatakan, berdasarkan temuan pada anak yang mengalami gangguan ginjal akut progresif atipikal (acute kidney injury) ditemukan tiga senyawa berbahaya. Tiga zat itu ditemukan pada pasien dengan usia di bawah lima tahun.
"Kementerian Kesehatan sudah meneliti bahwa pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terdeteksi memiliki tiga zat kimia berbahaya, yakni ethylene glycol (EG), diethylene glycol (DEG), dan ethylene glycol butyl ether (EGBE)," kata Budi dalam pesan singkatnya, Kamis (20/10/2022).
Budi menjelaslan, ketiga zat kimia ini merupakan cemaran dari zat kimia "tidak berbahaya", polyethylene glycol, yang sering dipakai sebagai zat pelarut di banyak obat-obatan jenis sirop. Beberapa jenis obat sirop yang digunakan oleh pasien balita yang terkena gangguan ginjal akut terbukti memiliki EG, DEG, EGBE, yang seharusnya tidak ada atau sangat sedikit kadarnya di obat-obatan sirop tersebut.