Alasan Jaksa Ajukan Tuntutan Hukuman Mati untuk Benny Tjokro
Benny Tjokrosaputro hari ini dituntut hukuman mati di kasus korupsi PT ASABRI.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Antara, Rizky Suryarandika
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung pada hari ini menuntut Direktur Utama PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro agar dijatuhi hukuman mati karena melakukan kejahatan berulang dalam perkara korupsi PT ASABRI (Persero) dan PT Asuransi Jiwasraya. Jaksa menilai Benny Tjokro terbukti bersalah melakukan kejahatan pasar modal.
"Dalam penjatuhan pidana, negara melalui peraturan perundang-undangan pidana tertentu yang bersifat luar biasa (extraordinary crime) yang tidak terlepas dari sifat kejahatan serius dan merusak nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan, termasuk di antaranya penerapan pidana mati sebagaimana dalam ketentuan Pasal 2 ayat 2 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi," kata Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Agung Wagiyo di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (26/10/2022).
Dalam persidangan, JPU menuntut agar Benny Tjokrosaputro divonis hukuman mati dan membayar uang pengganti sebesar Rp 5,733 triliun. Benny dinilai terbukti melakukan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana PT. Asabri (Persero) serta pencucian uang.
Benny Tjokrosaputro diketahui merupakan terpidana kasus tindak pidana korupsi PT Asuransi Jiwasraya dengan nilai kerugian negara sebesar Rp 16,807 triliun dengan keuntungan yang dinikmati seluruhnya sebesar Rp 6,078 triliun berdasarkan putusan Mahkamah Agung pada 24 Agustus 2021.
"Dalam penjelasan frasa 'keadaan tertentu' di pasal 2 ayat 2 tidak ada penjelasan mengenai pengertian masing-masing keadaan sehingga sangat penting mebmerikan pemahaman terhadap keadaan-keadaan dimaksud adalah 'pengulangan tindak pidana'," tambah jaksa.
Artinya, jaksa menilai terdapat dua konstruksi perbuatan terdakwa yang relevan, yaitu pertama, Benny Tjokro telah melakukan 2 perbuatan tindak pidana korupsi. Pertama, dalam perkara korupsi PT Asuransi Jiwasraya dan perkara korupsi PT Asabri di mana keduanya bisa dipandang sebagai suatu niat dan objek yang berbeda meski periode peristiwanya bersamaan (PT Jiwasraya sejak 2008-2018 dan PT Asabri sejak 2012-2019).
Kedua, dalam perkara korupsi PT Asabri dilakukan Benny Tjokrosaputro sejak 2012-2019 berdasarkan karakteristik perbuatannya dilakukan secara berulang dan terus menerus yaitu pembelian dan penjualan saham yang mengakibatkan kerugian bagi PT Asabri.
Dengan tidak dicantumkannya ketentuan Pasal 2 ayat 2 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, JPU menilai tidak jadi penghalang untuk dapat diterapkannya ketentuan pidana mati sebagai pemberatan pidana.
"Karena perbuatan terdakwa Benny Tjokrosaputro telah memenuhi keadaan-keadaan tertentu sebagaimana dimaksud pasal 2 tersebut. Dalam rangka mencapai tujuan yang lebih efektif untuk mencegah dan pemberantasan tindak pidana korupsi maka pidana mati dapat diterapkan kepada pelaku tindak pidana korupsi dalam hal ini terdakwa Benny Tjokosaputro," tambah jaksa.
Diketahui PT ASABRI mendapatkan pendanaan yang berasal dari dana program THT (Tunjangan Hari Tua) dan dana Program AIP (Akumulasi Iuran Pensiun) yang bersumber dari iuran peserta ASABRI setiap bulan yang dipotong dari gaji pokok TNI, Polri, dan ASN/PNS di Kemenhan sebesar 8 persen. Dengan perrinciannya untuk Dana Pensiun dipotong sebesar 4,75 persen dari gaji pokok dan untuk Tunjangan Hari Tua (THT) dipotong sebesar 3,25 persen dari gaji pokok.
Namun, PT ASABRI melakukan investasi di pasar modal dalam bentuk instrumen saham termasuk saham yang sedang bertumbuh atau dikenal dengan layer 2 atau layer 3 yaitu saham-saham yang mempunyai risiko tinggi. Saham-saham berisiko tinggi itu antara lain adalah saham LCGP (PT Eureka Prima Jakarta Tbk) sejak Oktober 2012, MYRX (PT Hanson International Tbk) di pasar reguler sejak 4 Oktober 2012 dan SUGI (PT Sugih Energy Tbk).
In Picture: Benny Tjokrosaputro Dijadwalkan Hadiri Pembacaan Tuntutan di Kasus ASABRI
JPU Kejagung pada Kejaksaan Agung menyebut Benny Tjokrosaputro melakukan kejahatan kategori sindikasi dengan instrumen pasar modal dan asuransi. Kejahatannya juga dinilai berulang oleh jaksa.
"Bahwa skenario kejahatan yang dilakukan oleh terdakwa Benny Tjokrosaputro baik dalam perkara a quo maupun dalam perkara kejahatan yang complicated dan sophisticated yang dapat dikategorikan sebagai kejahatan sindikasi dengan instrumen pasar modal dan asuransi," kata jaksa Wagiyo.
"Karena dilakukan dalam periode waktu sangat panjang dan berulang-ulang, melibatkan banyak modus kejahatan, menggunakan banyak pihak sebagai nominee dan mengendalikan sejumlah instrumen di dalam sistem pasar modal, menimbulkan korban baik secara langsung dan tidak langsung yang sangat banyak dan bersifat meluas," tambah jaksa.
Secara langsung, menurut jaksa, akibat perbuatan Benny Tjokrosaputro, telah menyebabkan begitu banyak korban anggota TNI, Polri dan ASN/PNS di Kementerian Pertahanan yang menjadi peserta di PT ASABRI. Selain itu ratusan ribu nasabah pemegang polis PT Asuransi Jiwasraya juga menjadi korban.
"Yang tentu juga berdampak sangat besar dan serius bagi keluarganya terlebih perbuatan terdakwa juga mengakibatkan semakin hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap industri asuransi di Indonesia," tambah jaksa.
Perbuatan Benny Tjokrosaputro tersebut dinilai dilakukan dengan cara menerobos sistem regulasi dan sistem pengawasan di pasar modal dan asuransi.
"Perbuatan tindak pidana yang dilajukan terdakwa merupakan kejahatan extraordinary crimes, kejahatan tindak pidana pencucian uang melalui bursa pasar modal dengan modus yakni concealment within business structure (penyembunyian ke dalam struktur bisnis)," ungkap jaksa.
Artinya, kejahatan tersebut dilakukan untuk menyembunyikan dana kejahatan ke dalam kegiatan normal dari bisnis atau ke dalam perusahaan yang telah ada dikendalikan oleh organisasi yang bersangkutan. Kejahatan Benny juga dilakukan dengan cara penyalahgunaan bisnis yang sah, yaitu dengan menggunakan bisnis yang telah ada atau satu perusahaan yang telah berdiri untuk menjalankan proses pencucian uang tanpa perusahaan yang bersangkutan mengetahui kejahatan yang menjadi sumber dana tersebut.
"Terdakwa dalam persidangan juga tidak menunjukkan rasa bersalah apalagi suatu penyesalan sedikitpun atas perubatan yang telah dilakukannya," ucap jaksa.
Dalam perkara ini, dari sembilan orang terdakwa, sudah ada delapan orang yang divonis penjara. Adapun, Benny Tjokro akan mengajukan nota pembelaan atau pleidoi pada 16 November 2022.
Delapan terdakwa yang sudah dijatuhi vonis hakim:
- Dirut PT Asabri 2012 - Maret 2016 Mayjen Purn. Adam Rachmat Damiri divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 17,972 miliar subsider 5 tahun penjara berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
- Kedua Direktur Utama (Dirut) PT Asabri Maret 2016 - Juli 2020 Letjen Purn Sonny Widjaja divonis 18 tahun penjara ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 64,5 miliar subsider 5 tahun penjara berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
- Direktur Investasi dan Keuangan PT. Asabri 2012 - Juni 2014 Bachtiar Effendi divonis 15 tahun penjara ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 453,783 juta subsider 4 tahun penjara.
- Direktur Investasi dan Keuangan PT Asabri Juli 2014 - Agustus 2019 Hari Setianto divonis 15 tahun penjara ditambah denda senilai Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 378,873 juta subsider 4 tahun penjara.
- Direktur Utama (Dirut) PT Eureka Prima Jakarta Tbk (LCGP) Lukman Purnomosidi divonis 10 tahun penjara ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bukan kurungan ditambah kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 715 miliar subsider 6,5 tahun penjara.
- Direktur PT Jakarta Emiten Investor Relation Jimmy Sutopo divonis 13 tahun penjara ditambah denda Rp 750 juta subsider 6 bulan kurungan dan kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp 314,868 miliar subsider 4 tahun penjara.
- Presiden Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat divonis nihil ditambah kewajiban membayar uang pengganti senilai Rp 12,643 triliun.
- Presiden Direktur PT Rimo International Lestari Teddy Tjokrosapoetro divonis 12 tahun penjara ditambah denda Rp 1 miliar subsider 1 tahun kurungan dan wajib membayar uang pengganti senilai Rp 20,83 miliar.