LD PBNU Diminta tak Bawa Polri ke Urusan Khilafiyah

Isu ini bisa memperuncing konflik di internal umat Islam.

istimewa
Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Sukabumi, Jabar, Toto Izzul Fatah, menyesalkan rekomendasi LD PBNU yang ingin polisi ikut masuk ke urusan khilafiyah.
Red: Joko Sadewo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua Umum Ikatan Alumni Pondok Pesantren Ibadurrahman YLPI Sukabumi, Jabar, Toto Izul Fatah, mengatakan Lembaga Dakwah PBNU (LD PBNU) sangat tidak elok menyeret aparat kepolisian (Polri) ke urusan internal umat Islam, terkait masalah-masalah yang khilafiyah seperti urusan bidah dan khurafat. Rekomendasi hasil Rakernas LD PBNU ini bukan saja tidak strategis tapi juga potensial menggiring konflik internal umat makin meruncing.


“Saya termasuk yang ikut menyesalkan, kenapa LD PBNU bisa mengeluarkan rekomendasi yang justru rawan memancing konflik umat,” kata Toto, dalam siaran persnya, Selasa (1/11/2022).

Terlebih, lanjut Toto, LD PBNU secara terang-terangan menyeret Polri untuk ikut melawan salah satu kelompok pemahaman dalam Islam, yaitu Wahabi-Salafi.  Salah satunya, dengan cara menyerukan kepada Polri agar segera membentuk Dai Kamtibmas yang disinergikan dengan Polda, Polres dan Polsek.

“Apa-apaan ini. Saya kok menangkap kesan, spirit rekomendasi pembentukan Dai Kamtibmas itu lebih soal like and dislike. Lalu, dimana spirit ukhuwah dan persatuannya, kalau belum apa-apa, sudah meminta Polri pasang badan menghadapi umat yang dituduh Wahabi itu. Buat saya, ini sangat membahayakan baik persatuan intern umat maupun antar umat,” ungkapnya.

Toto yang juga peneliti senior LSI ini mengingatkan jangan sampai LD PBNU hanyut dalam kerinduan terhadap cara-cara Orde Baru merespon masalah umat Islam. Dari fakta lapangan yang ada selama ini, tak ada urgensi pemerintah membentuk Dai Kamtibmas. Karena bukan begitu cara pemerintah mengontrol rakyat.

Menurut Toto, rekomendasi itu sebaiknya disampaikan setelah melalui hasil diskusi yang matang, termasuk lewat riset yang terukur secara ilmiah. Sehingga, hasilnya tidak atas dasar feeling yang dominan subyektivitasnya.

Karena itulah, Toto mengusulkan agar LD PBNU sebaiknya mengambil langkah yang simpati dulu sesuai dengan spiriti dakwah, salah satunya dengan mengundang mereka yang dituduh berpaham Wahabi itu. “Masalahnya, sudah pernah belum LD PBNU mengajak mereka ketemu dan diskusi?” ungkapnya.

Selain itu, lanjutnya, kalau bicara Wahabi, atau Wahabiyah atau Wahabisme, LD PBNU sebaiknya harus jelas diarahkan kepada siapa. "Muhammadiyah? Persis? Atau siapa? Begitu juga dengan subtansi ajarannya, apa saja yang dianggap membahayakan? Kalau soal persepsi atau pemahaman atas teks ajaran tertentu, tentu tak bisa dihukumi, sejauh tidak dalam bentuk melanggar hukum atau mengganggu ketertiban umum,” papar Toto.

Apa salahnya umat Islam tertentu punya pemahaman atau tafsir. Misalnya, maulid itu itu bidah, ziarah kubur itu bidah dan lain-lain. "Yang benar dan indah itu, yang yang menganggap Maulid bidah dan tidak bidah itu bisa saling berangkulan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan mimpi semua umat Islam hidup tanpa perbedaan,” ungkapnya.

Toto juga menyesalkan, rekomendasi ini sangat potensial dimaknai sebagai kurang kerjaan dan terkesan seperti minta kerjaan. Apalagi, eksekutor lapangan, baik Dai Kamtibmas maupun usulan Satgas Dai Maritim, diminta diserahkan kepada LD PBNU.

Buat Toto, Ini makin tak elok lagi. Padahal urusan ketertiban dan keamanan dalam kontek umat Islam itu, bukan hanya NU. Banyak stakeholder lain yang harusnya terlibat. Misalnya rekomendasi yang menyebutkan, bahwa LD PBNU menawarkan diri untuk mengiisi pengajian-pengajian di kantor kementerian. Termasuk, yang menyusun kurikulumnya.

“Dengan begitu muncul kesan, seolah-olah hanya LD PBNU yang benar, yang Pancasilais dan NKRI. Yang lain salah, sehingga tak masuk dalam usulan. Padahal ada juga dai dari organisasi  lain,” kata Toto.


Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler