Jasad Sahabat Nabi yang Dilindungi Allah SWT dengan Lebah Hingga Banjir
Sahabat Nabi Muhammad SAW yang gugur di medan perang berdoa agar jasadnya dijaga.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Kekalahan kaum kafir Makkah pada Perang Badar, menyisakan dendam kesumat terhadap umat Islam, hingga pecahlah Pertempuran Uhud pada 7 Syawal.
Bagi orang-orang kafir Quraisy, Perang Uhud adalah ajang balas dendam. Mereka tidak pernah melupakan kemenangan Muslimin di palagan Badar, sekira satu tahun sebelumnya.
Salah seorang pendendam itu adalah Sulafah binti Sa'ad. Wanita musyrik tersebut kehilangan putra kesayangannya, yang tewas dalam Perang Badar.
Dari berbagai informasi yang diperolehnya, ia memastikan, sosok yang telah mengakhiri nyawa anaknya itu adalah Ashim bin Tsabit.
Maka beberapa pekan menjelang Perang Uhud, perempuan itu mengadakan semacam sayembara.
Siapa pun orang Quraisy yang dapat membunuh Ashim akan diberinya hadiah dalam jumlah besar. Apabila seorang budak berhasil menumpaskan nyawa Muslim itu, ia akan dimerdekakan.
Amatlah banyak orang Makkah yang tertarik akan tawaran Sulafah. Ketika Perang Uhud terjadi, tidak sedikit prajurit musyrikin yang sengaja mencari-cari kesempatan untuk menemukan Ashim dan membunuhnya.
Akan tetapi, sahabat Rasul SAW itu memiliki kemampuan bertarung yang di atas rata-rata.
Walaupun semula berada di atas angin, pasukan Muslimin akhirnya mengalami kekalahan di medan Uhud. Begitu kembali ke Madinah, banyak sahabat Nabi Muhammad SAW yang bersedih hati.
Mereka tidak mengira sebelumnya, kaum kafir dapat membalikkan keadaan hingga merebut kemenangan.
Dari Pertempuran Uhud, tidak kurang dari 70 orang Islam gugur sebagai syuhada. Banyak lagi di antara Muslimin yang luka-luka. Bahkan, Rasulullah SAW pun mengalami luka, yakni gigi gerahamnya patah serta bibirnya sobek.
Kekalahan itu menjadi pelajaran yang amat berharga bagi Muslimin. Beberapa sahabat Nabi mengenang, dalam situasi kacau balau di akhir Perang Uhud itu, ada beberapa orang yang berhasil mengatasi serangan balik para prajurit musyrik. Di antaranya adalah Ashim bin Tsabit.
Baca juga: Pengakuan Mengharukan di Balik Islamnya Sang Diva Tere di Usia Dewasa
Itu soal yang tidak perlu diherankan. Bukankah Rasulullah SAW pernah mengingatkan, “Siapa yang hendak berperang, maka berperanglah seperti Ashim, kata seorang dari mereka.”
Ya, sesudah Perang Badar dahulu, Ashim pernah mengungkapkan kepada Nabi Muhammad SAW tentang caranya bertempur.
“Jika musuh berada di hadapanku seratus hasta, akan kupanah dia. Jika musuh mendekat dalam jarak tikaman lembing, aku bertanding dengan lembing sampai senjatanya itu patah. Namun, jika lembingku patah, kuhunus pedangku dan kulawan ia sampai titik darah penghabisan,” ujar Ashim.
Tidak berapa lama seusai Perang Uhud, Rasulullah SAW memilih enam orang sahabat untuk melaksanakan suatu tugas penting.
Di antara mereka, Ashim bin Tsabit dipilih sebagai pemimpinnya oleh beliau. Berangkatlah mereka sesuai dengan penugasan dari Nabi SAW.
Di rute yang menuju Makkah, keenam sahabat tersebut dicegat kelompok Bani Hudzail. Orang-orang kabilah itu memusuhi Rasulullah SAW. “Kalian tidak akan mampu melawan kami!” seru kaum kafir itu.
Sejenak, Ashim menoleh pada kawan-kawannya. Para sahabat itu memahami isyarat ini. “Demi Allah, kita akan terus berjuang,” kata mereka.
Maka dengan berucap takbir, Ashim pun memimpin kelima kawannya itu. Dalam kontak senjata itu, orang-orang Hudzail unggul dalam kuantitas. Bagaimanapun, kaum musyrik itu tetap saja kerepotan oleh kehebatan dan ketangguhan para Muslimin ini.
Di tengah pertempuran, Ashim menggumamkan doa, “Wahai Allah, aku memelihara agama- Mu dan bertempur karenanya. Maka lindungilah jasadku. Jangan biarkan seorang pun dari musuh-musuh-Mu menjamah.”
Tiga orang sahabat Nabi SAW gugur. Adapun ketiga orang lainnya ditawan oleh kabilah kafir ini. Awalnya, para pemuka Hudzail tidak mengetahui bahwa di antara para korban adalah Ashim bin Tsabit.
Begitu menyadari hal tersebut, mereka girang bukan kepalang. Teringat pada sayembara yang diadakan si wanita musyrik, Sulafah binti Sa'ad.
Seorang dari kelompok itu lalu dikirim ke Makkah guna menemui langsung Sulafah. Beberapa waktu kemudian, utusan itu datang lagi ke lokasi untuk mengabarkan, wanita tersebut ingin mereka membawa kepala Ashim kepadanya sebagai bukti.
Langsung saja, pemimpin kaum Hudzail menyuruh para bawahannya untuk memisahkan kepala Ashim dari jasad. Namun, Allah berkehendak. Tiba-tiba, ratusan lebah berdatangan dan menghalangi mereka. Orang-orang musyrik itu pun terhalang dari jenazah sang syuhada.
Ketika mereka hendak menghampiri tubuh Ashim yang telah menjadi mayat, serangga itu terbang menyerang. Banyak di antaranya yang menggigiti muka, mata, dan kening mereka. Berulang kali mencoba, sia-sia upaya mereka. “Biarkanlah dahulu sampai malam. Biasanya bila malam, mereka terbang menjauh,” kata seseorang.
Baca juga: Dihadapkan 2 Pilihan Agama Besar, Mualaf Anita Yuanita Lebih Memilih Islam
Mereka pun menanti hingga lewat tengah malam. Saat orang-orang musyrik itu hendak meraih jenazah Ashim, tiba-tiba hujan turun dengan amat deras. Kilat dan petir juga sahut bersahutan.
Dengan cepat, air banjir mengalir dari tebing-tebing, memenuhi sungai-sungai dan menutup permukaan lembah tempat jenazah sang syahid berada.
Seusai waktu Subuh, kaum Hudzail kembali mencari tubuh Ashim di segala penjuru. Namun, usaha mereka sia-sia.
Rupanya banjir telah menghanyutkan mayat Ashim tanpa diketahui ke mana perginya. Allah SWT memperkenankan doa sang sahabat Nabi SAW. Jenazahnya tidak disentuh tangan-tangan kotor kaum kafir.