IDAI Kaitkan Kasus Ginjal Akut dengan Motif Penghematan Biaya Produksi Obat Sirup

IDAI menyebut kasus serupa pernah terjadi di Bangladesh pada 1990-an.

ANTARA/Abriawan Abhe
Petugas menempelkan tulisan pemberitahuan tidak melayani pembelian obat sirup penurun panas di salah satu apotek di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Sabtu (22/10/2022). Sejumlah apotek di daerah tersebut merespon dengan tidak memperjualbelikan obat sirup menyusul terbitnya surat edaran nomor SR.01.05/III/3461/2022 dari Kementerian Kesehatan tentang penghentian sementara penggunaan obat dan vitamin dalam bentuk cair atau sirop. Pemerintah telah menyimpulkan bahwa faktor risiko terbesar yang memicu kenaikan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia disebabkan senyawa kimia berbahaya pada obat sirop.
Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Piprim Basarah mengemukakan keterkaitan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia dengan pemanfaatan bahan baku pelarut berkualitas rendah oleh oknum produsen obat sirup. Ia mensinyalir hal itu dilakukan untuk menghemat biaya produksi.

"Saya apresiasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) karena bisa membuktikan bahan baku obat yang tercemar," kata dr Piprim dalam Rapat Kerja Komisi IX DPR yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Dr Piprim mengatakan pemanfaatan bahan baku obat berkualitas rendah berpotensi tercemar senyawa kimia, seperti Etilen Glikol (EG) maupun Dietilon Glikol (DEG), berbahaya bagi kesehatan pasien. Sebab, senyawa kimia itu tidak memenuhi ketentuan produksi farmasi.

"Rupanya, kasus ini seperti sejarah. Pernah terjadi di Bangladesh pada 1990-an, saat itu karena motifnya penghematan dengan biaya sepersepuluh dari biaya normalnya," katanya.

Menurut dr Piprim, sangat masuk akal bila kejadian keracunan obat di Indonesia dikaitkan dengan mahalnya harga bahan baku pelarut obat sirup, seperti Polietilen Glikol (PEG) atau Propolen Glikol (PG). Ia pun menyatakan insiden kematian ratusan anak akibat obat tersebut sebagai tindak kejahatan kemanusiaan.

Baca Juga


"Kami menuntut ini dihukum seadil-adilnya, jangan sampai hanya lima tahun dan sebagainya," katanya.

Pemerintah telah menyimpulkan bahwa faktor risiko terbesar yang memicu kenaikan kasus gangguan ginjal akut di Indonesia disebabkan senyawa kimia berbahaya pada obat sirup. Senyawa kimia yang dimaksud bernama Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG) yang dibawa oleh bahan pelarut Propolen Glikol (PG) di atas ambang batas aman 0,1 mg/ml pada produk obat sirup.

Hingga saat ini, BPOM telah mendeteksi lima produk obat sirop yang tercemar EG dan DEG, yakni bermerek dagang Termorex Sirop (Bets AUG22A06), Flurin DMP Sirop, Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, dan Unibebi Demam Drops. Obat tersebut diproduksi oleh PT Yarindo Farmatama dan PT PT Universal Pharmaceutical Industries.

Ilustrasi Gagal Ginjal Akut - (republika/mgrol100)


Selain itu, BPOM masih melakukan penyelidikan lebih lanjut terhadap PT Afi Farma atas produk Paracetamol Drops, Paracetamol Sirup Rasa Peppermint, dan Vipcol Sirup. Ketiganya terpantau memiliki kandungan EG/DEG yang melebihi ambang batas aman.

"Dari hasil pemeriksaan dan pendalaman, PT Yarindo membeli bahan baku PG produksi DOW Chemical Thailand dari CV Budiarta, sedangkan PT Universal membeli bahan baku PG produksi DOW Chemical Thailand dari PT Logicom Solutions," kata Kepala BPOM RI Penny K Lukito.

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler