BPOM: Gangguan Ginjal Akut Momentum Penerapan Efek Jera bagi Pelaku

BPOM telah menjatuhkan sanksi administratif dengan menarik produk dan pemusnahan.

ANTARA/Asprilla Dwi Adha
Kepala Badan POM Penny K Lukito
Red: Andi Nur Aminah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) RI Penny K Lukito mengatakan kejadian gangguan ginjal akut yang dikaitkan dengan keracunan obat sirop menjadi momentum untuk mempertegas sanksi hukum berupa efek jera kepada setiap pelaku kejahatan. "Saya kira kejadian gangguan ginjal akut suatu pengalaman pahit yang harus dikaitkan dengan efek jera," kata Penny K Lukito dalam Rapat Kerja bersama Komisi IX DPR yang diikuti dalam jaringan di Jakarta, Rabu (2/11/2022).

Baca Juga


Selama ini, Penny mengatakan, segala bentuk penegakan hukum yang dikaitkan dengan produk obat dan makanan di Indonesia selalu memperoleh hukuman percobaan kepada pelaku. Ssebab belum terbukti mengakibatkan korban.

"Sangat jauh dari hukuman 10 tahun penjara sesuai dengan Pasal 196 Undang-Undang Kesehatan," katanya.

Penny mengatakan BPOM bersama otoritas terkait melakukan penyelidikan terhadap kasus gangguan ginjal akut yang dikaitkan dengan produk obat sirop yang beredar di Indonesia. Hasilnya, sebanyak 198 obat sirop dari 63 industri farmasi tidak menggunakan Propilen Glikol (PG), Polietilen Glikol (PEG), Sorbitol, dan/atau Gliserin/Gliserol, sehingga dapat dinyatakan aman digunakan sepanjang sesuai dengan aturan pakai.

Sedangkan pada hasil uji sampling dan pengujian lima dari 38 sampel (13 persen), kata Penny, terbukti mengandung cemaran EG/DEG melebihi batas aman 0,1 mg/ml, yakni Termorex Sirop (Bets AUG22A06), Flurin DMP Sirop, Unibebi Cough Sirop, Unibebi Demam Sirop, Unibebi Demam Drops.

Penny mengatakan hasil penelusuran data sebanyak 102 produk obat yang dilaporkan Kemenkes, sebanyak 23 produk tidak menggunakan PG/PEG, Sorbitol, dan Gliserin/ Gliserol, 71 Produk diuji dan dinyatakan aman digunakan sesuai aturan pakai, lima produk diuji mengandung EG/DEG melebihi ambang batas.

Kelima produk yang dianggap tidak memenuhi syarat itu, di antaranya diproduksi oleh PT Yarindo Farmatama dengan barang bukti Flurin DMP Sirop (2.930 botol), bahan baku PG produksi DOW Chemical Thailand Ltd (44,992 Kg), bahan kemas Flurin DMP Sirop (110.776 pcs), dan dokumen.

BPOM juga menyita produk Unibebi Demam Sirop 60 ml (13.409 botol), Unibebi Demam Drops 15 ml (25.897 botol), Unibebi Cough Sirup 60 ml (588.673 botol), bahan baku PG produksi DOW Chemical Thailand Ltd (18 Drum), dan dokumen dari produsen PT Universal Pharmaceutical Industries.

"Saat ini sedang berproses tindak lanjut pada produk Afi Farma melalui pengujian tiga produk, yakni Paracetamol Drops, Paracetamol Sirop Rasa Peppermint, Vipcol Sirup dengan kandungan EG/DEG yang melebihi ambang batas aman," katanya.

BPOM telah menjatuhkan sanksi administratif dengan melakukan penarikan produk dan pemusnahan, penghentian sementara kegiatan pembuatan dan distribusi obat, pencabutan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) diikuti dengan pencabutan Nomor Izin Edar (NIE). "Harapan kami, ini adalah kasus produk obat yang tidak memenuhi syarat, apalagi ada kasus gangguan gagal ginjal. Apabila, kausalitasnya antara pasien dengan obat yang diberikan bisa kami buktikan, saya kira harusnya bisa menjadi efek jera," katanya.

Menurut Penny, tindakan kejahatan dalam produksi obat dan makanan perlu dijatuhi hukuman seoptimal mungkin. Karena hal itu merupakan bentuk kejahatan kemanusiaan.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler