Jokowi Sambut Langkah Rusia Kembali Gabung Perjanjian Koridor Gandum
Turki berperan membantu menengahi negosiasi Rusia-Ukraina terkait koridor gandum.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengapresiasi keputusan Rusia bergabung kembali dalam kesepakatan koridor gandum Laut Hitam atau Black Sea Grain Initiative (BSGI). Akhir pekan lalu Moskow menangguhkan implementasi BSGI setelah armada angkatan laut dan infrastruktur militernya di Sevastopol diserang pesawat nirawak (drone) Ukraina.
“Melakukan percakapan telepon dengan Presiden (Rusia Vladimir) Putin dan mendiskusikan BSGI. Menyambut keputusan Rusia bergabung kembali dalam inisiatif tersebut,” tulis Jokowi singkat lewat akun Twitter resminya, Rabu (2/11/2022) malam.
Keputusan Rusia untuk kembali berpartisipasi dalam BSGI memang menjadi kabar yang sangat disambut. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres adalah salah satu tokoh yang menyambut langkah Moskow. “(Guterres) dengan hangat menyambut pengumuman Federasi Rusia tentang partisipasinya kembali dalam implementasi BSGI guna memfasilitasi navigasi yang aman untuk ekspor biji-bijian, bahan makanan, dan pupuk dari Ukraina," kata juru bicara Guterres, Stephane Dujarric, dalam sebuah pernyataan, dikutip Anadolu Agency, Kamis (3/11/2022).
Guterres secara khusus menyampaikan terima kasih kepada Turki karena telah berperan dalam membantu menengahi negosiasi antara Rusia dan Ukraina terkait BSGI. "Dia (Guterres) berterima kasih atas upaya diplomatik Turki, dan berterima kasih kepada Koordinator PBB, Amir Abdulla, serta timnya atas pekerjaan mereka untuk menjaga jalur pasokan makanan penting ini tetap terbuka," ucap Dujarric.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken menghubungi Menlu Turki Mevlut Cavusoglu setelah Rusia mengumumkan bahwa mereka kembali bergabung dalam BSGI. Pada kesempatan itu, Blinken mengucapkan terima kasih kepada Cavusoglu karena Turki berperan dalam memediasi perundingan Moskow dengan Kiev. Dengan demikian BSGI dapat dipertahankan.
Presiden Rusia Vladimir Putin telah memutuskan untuk melanjutkan keterlibatan atau partisipasi negaranya dalam BSGI. Putin mengatakan, Ukraina telah memberikan jaminan kepada negaranya bahwa mereka tidak akan menggunakan koridor gandum untuk tujuan militer.
“Saya telah memberikan instruksi kepada Kementerian Pertahanan untuk melanjutkan partisipasi penuh kami dalam upaya ini. Pada saat yang sama, Rusia berhak untuk menarik diri dari perjanjian ini (BSGI), jika jaminan ini dilanggar Ukraina,” ujar Putin, Rabu lalu, dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.
Putin kembali mengingatkan bahwa BSGI dibentuk untuk mempermudah dan memperlancar pengiriman komoditas biji-bijian dari pelabuhan-pelabuhan Ukraina di Laut Hitam. Dengan demikian, kerawanan pangan global akibat tersekatnya rantai pasokan dapat dihindari.
“Sayangnya Ukraina menggunakan koridor kemanusiaan ini untuk mencoba menyerang Armada Laut Hitam Rusia. Untuk alasan ini, kami memutuskan untuk menangguhkan partisipasi kami dalam konvoi biji-bijian ini," kata Putin menjelaskan keputusan penangguhan implementasi BSGI yang diambil negaranya akhir pekan lalu.
Pada Sabtu (29/10/2022) pekan lalu, Rusia mengumumkan bahwa mereka menangguhkan penerapan BSGI. Penangguhan dilakukan setelah sejumlah kapal dan infrastruktur militer mereka di Sevastopol diserang pesawat nirawak (drone) Ukraina.
Pada 22 Juli lalu, Rusia dan Ukraina menandatangani kesepakatan koridor gandum di Istanbul. Perjanjian itu ditekan di bawah pengawasan PBB dan Turki. Dengan perjanjian tersebut, Moskow memberi akses kepada Ukraina untuk mengekspor komoditas biji-bijiannya, termasuk gandum, dari pelabuhan-pelabuhan mereka di Laut Hitam yang kini berada di bawah kontrol pasukan Rusia. Itu menjadi kesepakatan paling signifikan yang dicapai sejak konflik Rusia-Ukraina pecah pada 24 Februari lalu.
Rusia dan Ukraina merupakan penghasil 25 persen produksi gandum dan biji-bijian dunia. Sejak konflik pecah Februari lalu, rantai pasokan gandum dari kedua negara itu terputus. Ukraina tak dapat melakukan pengiriman karena jalur pengiriman dan pelabuhan-pelabuhan mereka berada di bawah kontrol Rusia. Sementara Moskow tak bisa mengekspor karena adanya sanksi Barat. Hal itu sempat memicu kekhawatiran bahwa dunia bakal menghadapi krisis pangan.