Kalah Kuasa dengan ‘Skuat’ Sambo
Pengakuan para penyidik Polres Jaksel tentang perintah-perintah terdakwa Ferdy Sambo.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sidang lanjutan obstruction of justice atau perintangan pengungkapan pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J) mengungkapkan, beragam sabotase yang dilakukan ‘skuat’ Divisi Propam Polri atas proses penyidikan awal oleh tim Reserse Kriminal (Reskrim) Polres Metro Jakarta Selatan (Jaksel).
Di persidangan juga terungkap ragam pengakuan para anggota penyidik dari Polres Jaksel tentang perintah-perintah terdakwa Ferdy Sambo selaku Kepala Divisi (Kadiv) Propam saat itu ke para skuatnya. Perintah-perintah Ferdy Sambo itu untuk melokasir alat-alat bukti, maupun saksi-saksi.
Pun sampai pada perintah-perintah ‘pengamanan’ peristiwa pembunuhan Brigadir J cukup diselesaikan di internal propam, di Biro Pengamanan Internal (Paminal). Beberapa penyidik Polres Jaksel yang memberikan kesaksian adalah AKBP Ridwan Rhekynellson Soplanit. Juga bawahannya AKP Rifaizal Samual.
Keduanya Kasat Reskrim dan Kanit I Satreskrim Polres Jaksel. Ridwan dan Samual ‘tak berdaya’ terseret arus kasus pembunuhan Brigadir J yang membuat keduanya dicopot dari jabatan dimutasi ke Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
Keduanya pun menjadi saksi yang dihadirkan untuk para terdakwa obstruction of justice. Juga menjadi saksi dalam kasus pokok pembunuhan Brigadir J.
Pada Kamis (3/11), Ridwan dan Samual bersaksi dalam sidang lanjutan obstruction of justice yang digelar terpisah atas terdakwa Hendra Kurniawan (HK), dan AKP Irfan Widyanto. HK, sebelumnya adalah Karo Paminal di Divisi Propam Polri dengan pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen). Ia resmi dipecat (31/10) dari Polri gegera kasus obstruction of justice ini. Terdakwa AKP Irfan adalah Kasubnit I Subdit III Dittipidum Bareskrim.
Dipersidangan, AKBP Ridwan mengungkapkan sebagai orang pertama dari Polres Jaksel yang datang ke tempat kejadian perkara (TKP) di Duren Tiga 46, Jumat (8/7) sore. Ridwan datang setelah supirnya Waode menyampaikan adanya perintah dari Ferdy Sambo untuk datang ke TKP Duren Tiga 46 rumah dinas Ferdy Sambo. Ridwan, saat itu berada di rumahnya di Duren Tiga 45.
“Saya dikabari supir saya pada sekitar pukul 17:35. Dan tiba di TKP Duren Tiga 46, sekitar pukul 17:40,” ujar Ridwan.
Ada banyak rangkaian cerita dari Ridwan tentang kehadirannya di Duren Tiga 46. Termasuk cerita dia saat bertemu langsung dengan Ferdy Sambo. Bahkan, melihat langsung jenazah segar Brigadir J yang berlumuran darah tertelungkup di lantai ruang dapur rumah nahas.
Dari rangkaian cerita Ridwan itu, ia menerima penjelasan dari Ferdy Sambo tentang terjadinya peristiwa tembak-menembak antara Bharada Richard Eliezer (RE) yang menewaskan Brigadir J. Bharada RE, dan Brigadir J adalah sama-sama ajudan Ferdy Sambo.
Namun dikatakan kepada Ridwan, dua ajudan itu saling tembak setelah Bharada RE menolong Putri Candrawathi, isteri Ferdy Sambo yang dilecehkan oleh Brigadir J. “Ini sebenarnya kejadian akibat dari isteri saya (Putri Candrawathi) dilecehkan,” begitu kata Ferdy Sambo seperti diceritakan Ridwan.
“Pada saat dia (Ferdy Sambo) menjelaskan isterinya yang dijelekkan, yang dilecehkan itu, dia bilang, ‘peristiwa pelecehan ini sebelumnya juga terjadi di Magelang’,” begitu cerita Ridwan menirukan perkataan Ferdy Sambo.
Selanjutnya Ridwan menghubungi bawahannya AKP Samual untuk melakukan olah TKP. Sebelum Samual datang, sekitar pukul 18:40 WIB, kata Ridwan sejumlah perwira dari Propam, dan Dirtipidum Bareskrim Polri datang.
Ridwan mengaku, tak mengetahui tujuan para perwira dari mabes tersebut. Akan tetapi, kata Ridwan, karena peristiwa dan keberadaan jenazah Brigadir J yang masuk dalam teritorial penegakan hukum Polres Jaksel, Ridwan, bersama Samual, dan empat penyidik lainnya melalukan olah TKP.
Ferdy Sambo, dikatakan Ridwan, memberikan izin untuk dilakukan oleh TKP. Tetapi, Ferdy Sambo menegaskan kepada Ridwan, agar olah TKP Polres Jaksel, tak perlu dilakukan ramai-ramai.
Pun Ferdy Sambo mengingatkan Ridwan, agar tak perlu menceritakan tentang kejadian di Duren Tiga 46 itu ke atasan-atasan Polri lainnya. “Saat itu FS bilang, ‘kamu panggil tim olah TKP kamu, tapi nggak usah ribut-ribut, nggak usah ramai-ramai di luar,” kata Ferdy Sambo dalam cerita Ridwan.
“Kamu tidak usah ngomong-ngomong dulu kemana-mana, panggil saja olah TKP-nya ke sini,” kata Ridwan menirukan ucapan.
Bersih-bersih darah
Samual dalam kesaksiannya juga menceritakan tentang proses olah TKP. Bahkan, Samual mengatakan, malam itu, sudah melakukan introgasi terhadap saksi-saksi. Saksi-saksi itu disorongkan oleh personel propam Kombes Susanto.
“Dihadirkan ke saya tiga orang saksi, atas nama Richard, Kuat, dan Ricky,” begitu terang Samual.
Ia menanyakan langsung kepada tiga saksi tersebut. “Siapa yang nembak?,” ujar dia. Bharada RE, kata Samual merespons. “Siap, saya komandan,” kata Bharada RE seperti ditirukan Samual.
Akan tetapi saat introgasi tersebut, Ferdy Sambo, kata Samual, memerintahkan agar tak melakukan introgasi keras-keras terhadap Bharada RE. “Kamu jangan kencang-kencang nanya ke Richard,” begitu perintah Ferdy Sambo kepada Samual. Ferdy Sambo menjelaskan kepada Samual tentang kondisi Bharada RE.
“Dia (Bharada RE), sudah membela keluarga saya. Kalau kamu (Samual) nanyanya begitu, dia baru mengalami peristiwa yang membuat psikologisnya terganggu. Bisa ya?,” begitu kata Ferdy Sambo, dalam cerita AKP Samual.
Mendapat perintah dari Ferdy Sambo itu, AKP Samual tak punya kata-kata lain. “Siap Jenderal. Bisa,” jawab AKP Samual. Selanjutnya Samual menghentikan introgasi terhadap Bharada RE.
Pengakuan Samual, dan Ridwan juga menyampaikan sejumlah alat-alat bukti yang didapat dari olah TKP. Seperti dua pistol HS milik Brigadir J dan Glock yang diminta dari Bharada RE. Dua pistol itu senjata api yang digunakan keduanya melakukan apa yang disebut Ferdy Sambo ketika itu sebagai kejadian tembak-menembak.
Selain itu, kata Samual, dirinya juga memunguti 10 selongsong peluru. Juga empat serpihan tiga buah proyektil. Barang-barang bukti tersebut, dikatakan Samual selanjutnya diamankan dengan menggunakan plastik kedap untuk menyimpan alat bukti.
Samual mengatakan, olah TKP Duren Tiga baru rampung sekitar pukul 22:00 WIB. Jenazah Brigadir J sebelum itu sudah dibawa oleh petugas medis atas perintah propam menggunakan ambulan.
Bersih-bersih darah, pun dilakukan sekitar pukul 21:00 WIB. Kata Samual, setelah olah TKP selesai, dan para penyidik kembali ke Polres Jaksel, Kombes Susanto menyampaikan kepada Ridwan, dan Samual, serta para penyidik lainnya agar bukti-bukti senjata api, dan saksi-saksi akan dibawa ke Biro Provos di Paminal Propam.
“Ada penyampaian dari Kombes Susanto terkait masalah senjata dan saksi-saksi kami bawa ke propam,” begitu kata Samual.
Ridwan menerangkan, pada saat itu dirinya mempertanyakan tentang kenapa urusan alat bukti dan saksi-saksi dibawa ke propam. Tanpa basa-basi tambahan, Kombes Susanto mengingatkan, Ridwan dan Samual bahwa pengamanan alat bukti pistol dan para saksi-saksi itu atas perintah Ferdy Sambo. “Perintah Kadiv Propam (Ferdy Sambo),” begitu kata Samual menirukan ucapan Kombes Susanto.
Kombes Susanto saat itu adalah Kabag Gakkum Roprovost Divpropam, anak buah Ferdy Sambo, di bawah komando HK. “Karena ini kejadiannya sama-sama anggota, jadi kami amankan dulu saksi-saksi ke Propam Mabes,” begitu kata Kombes Susanto masih dalam cerita Samual.
Samual juga menjelaskan, saat Susanto mengambil bukti-bukti senjata api itu tanpa melalui prosedur penyidikan. Kata dia, Susanto mengambil sendiri dua senjata api dan magazin peluru yang sudah masuk ke dalam plastik alat bukti tanpa menggunakan sarung tangan. Padahal, kata Samual, ia sudah menyampaikan pada senjata tersebut ada petunjuk sidik jari.
“Bang izin itu ada sidik jarinya,” kata Samual. Tetapi Susanto, yang saat itu masih mengenakan seragam tetap mengambil alat bukti dua senjata itu dengan mengatakan, ‘perintah Kadiv (Ferdy Sambo)’.
Ridwan yang mengetahui langsung peristiwa pengamanan dua senjata api, dan saksi-saksi oleh propam itu, pun sempat berusaha untuk merebut kuasa birokrasi. Kata dia kepada Susanto, bahwa peristiwa Duren Tiga 46 ada dalam kewenangan penyidikan Polres Jaksel. Karena itu, ia meminta agar propam mendahulukan kewenangan penyidik wilayah untuk melakukan proses hukum.
“Mohon izin komandan, ini wilayah hukum kami (Polres Jaksel). Kami yang akan bawa barang bukti dan saksi-saksi untuk pemeriksaan awal,” begitu kata Ridwan.
Tetapi, Ridwan juga merasa jeri berurusan dengan propam. Apalagi, peristiwa itu juga menyangkut kejadian yang terjadi di rumah bos propam dengan pangkat tinggi.
Karena itu, kata Ridwan, dirinya, pun bersama bawahan lainnya dari tim reserse Polres Jaksel memilih mundur atas ambil alih oleh satuan propam tersebut. “Inikan tembak-menembak dua anggota. Jadi kami (propam) bawa dulu semuanya ke propam,” begitu kata Susanto dalam cerita Ridwan.
Saat semua barang bukti dan saksi-saksi dibawa ke propam, tim penyidik Polres Jaksel pun sempat meminta akses kepada Ferdy Sambo, dan Putri Candrawathi untuk diminta keterangan awal atas peristiwa yang terjadi.
Akan tetapi, permintaan keterangan awal itu tak jadi dilakukan karena Brigjen HK, meminta kepada tim penyidik Polres Jaksel untuk menahan diri dalam proses verbal. “Nanti saja kita kordinasikan,” ujar Ridwan.
Pada Sabtu (9/7), kata Ridwan, mengaku turut serta bersama para perwira propam kembali ke TKP. Propam, kata dia, melakukan olah TKP sendiri. Dan melakukan pengamanan alat-alat bukti tambahan. Akan tetapi, kata Ridwan, tim dari Polres Jaksel tak ada dilibatkan dalam rangkaian kegiatan propam pada Sabtu (9/7) ketika itu.