Masuk Islam, Mualaf Fretsman Diancam Dibunuh Tapi Justru Ini yang Terjadi
Mualaf Fretsman mendapat ujian berat setelah menyatakan masuk Islam
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Setiap umat Islam pasti mendapat ujian dari Allah SWT, entah itu Muslim sejak lahir maupun mualaf yang baru memeluk Islam. Namun mualaf memiliki kesan sendiri ketika mendapat ujian, karena hidayah yang sampai padanya ketika telah dewasa.
Mualaf Fretsman Gant Sikome berbagi kisahnya kepada Mualaf Center Nasional Aya Sofya tempatnya menimba ilmu islam dan mendapat binaan.
Kisah pria paruh baya ini hampir mirip dengan kisah orang beriman di zaman Nabi dan Rasul, sebagaimana kisah Ashabul Ukhdud, kisah Masyitah (tukang sisir Fir’aun), dan kisah Nabi Ibrahim.
Mereka dizalimi pemimpin kafir dan para pengikutnya dengan siksaan, ancaman, dan berbagai azab dunia tapi keimanannya tetap teguh. Bagi mereka ketika iman dan aqidah sudah menghunjam di hati maka dunia itu tidak ada artinya.
Keyakinan bahkan tentang istiqamahnya seseorang memang sulit ditemukan di zaman sekarang kecuali pada orang yang benar-benar beriman secara lahir dan batin. Karena masih banyak orang yang mengaku beriman tapi perilakunya menggadaikan keimanannya untuk kenikmatan dunia.
Kisah pria yang akrab disapa Fretsman ini tentang jalannya menemukan hidayah tak terlepas dari alasannya meninggalkan agama lamanya. Bagi Fretsman ajaran agama sebelumnya belum cukup untuk menjalani kehidupan di akhirat.
Sehingga dia menetapkan Islam sebagai agama yang akan diyakini seumur hidup. Setelah mengenal Islam Fretsman memutuskan untuk belajar agama Islam dan dalam hatinya merasa bahwa yang bisa menggenapi kehidupannya di akhirat adalah agama Islam.
Baca juga: Ritual Sholat Memukau Mualaf Iin Anita dan Penantian 7 Tahun Hidayah Akhirnya Terjawab
Pada awalnya, pria yang berasal dari Desa Malapitu, Kel Santiago, Kab Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara ini, melakukan perbandingan agama antara agama sebelumnya dan agama Islam. Dia belajar tentang dasar-dasar keIslaman dari ayah angkatnya yang merupakan muslim.
“Saya dulu pernah bekerja di PT Uskani Ratatotok, Minahasa Tenggara. Saya waktu itu menjadi mandor dan sudah bekerja disana selama empat tahunan. Saya merasa lega pertamanya karena saya belajar agama Islam itu kampung Basaan Ratatotok, jadi teman-teman saya Islam dan papa angkat saya juga Islam," ujar dia dalam youtube MCN Aya Sofya, sebagaimana dikutip Republika.co.id, Sabtu (5/11/2022).
Selama bekerja di daerah tersebut dia tinggal di dekat lokasi kerjanya bersama dengan istri dan juga anaknya yang masih tiga pada saat itu.
Tinggal di lingkungan yang mayoritas non-Islam sehingga harus mencampurkan ajaran agama sebelumnya dan ajaran Islam untuk mempermudah dalam bergaul dan berinteraksi dengan masyarakat.
Namun, ketika keislamannya diketahui masyarakat ternyata menimbulkan kecemburuan sosial yang membuat dirinya dizalimi. Sepekan kemudian sekitar 14 September 2014 rumahnya habis dibakar tanpa menyisakan apapun, bahkan setelah itu beliau dihadapkan dengan banyak ancaman.
Mereka datang membawa motor dan menyuruhnya keluar untuk baku hantam. Tapi dia tidak meladeni karena dia tahu bahwa Allah sangat adil.
Sehingga dengan keadilan Allah saat dia berangkat ke Sorong selama dua bulan kemudian salah seorang di antara orang-orang yang menantang itu sudah mati dibunuh orang.
"Sehingga saya ketika di Sorong itu kaget. Tapi memang kalau orang membunuh dengan pedang pasti akan mati dengan pedang. Itu saja masih rencana membunuh saya tapi sudah terjadi pada dirinya sendiri," tutur dia.
Keputusannya masuk Islam tidak membuatnya menyesal karena dalam melewati ujian keimanan ini senantiasa ada saudara seiman yang banyak membantunya. Sebagaimana agama Islam telah mengajarkan sikap kasih sayang, tolong menolong, dan toleransi.
Baca juga: Ditanya Kiai Marsudi Soal KM 50, Prof Mahfud: Bukan Pelanggaran HAM Berat, Tapi…
“Alhamdulillah, ada saudara orang Gorontalo. Mereka berbondong-bondong membantu saya, memberi saya baju, segala macam perkakas dapur, semuanya. Padahal kami beda suku dan itulah umat Islam," kisah dia.
Fretsman mengaku bangga mengenai hal itu karena Islam tidak membeda-bedakan suku ras, dan agama. Karena teman-temannya ini tidak hanya membantu untuk umat Islam saja tapi juga ada non Muslim yang mereka bantu.
Perjalanan dia dalam menjaga keimanannya sungguh luar biasa, namun dengan ketetapan iman membuat dia tetap istiqamah.
Kebanggaannya dengan ajaran Islam membuat beliau rela mewaqafkan tanahnya untuk pembangunan Mushala di Desa Belengang, Kec Manganitu, Kep Sangihe, Sulawesi Utara.