Komisi III Pertanyakan Keseriusan Pemerintah Bahas RUU Ekstradisi Buronan
DPR meminta pemerintah diwakili menteri dalam pembahasan RUU Ekstradisi Buronan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota Komisi III Arsul Sani mempertanyakan keseriusan pemerintah terhadap pembahasan RUU rancangan undang-undang (RUU) tentang Pengesahan Perjanjian Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Singapura tentang Ekstradisi Buronan (Treaty Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of Singapore for the Extradition of Fugitives). Komisi III DPR menunda pembahasan RUU itu karena Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna H Laoly dan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi tak hadir dalam rapat penyerahan draf dan penyampaian pandangan.
Menurutnya, pandangan pemerintah terhadap RUU tentang Ekstradisi Buronan tersebut seharusnya disampaikan langsung oleh menteri yang ditugaskan Presiden Joko Widodo. "Paling tidak kita mulai dengan Pak Menteri yang menyampaikan, setelah itu dalam proses panja barulah boleh diwakili oleh yang ditugaskan oleh Pak Menteri. Karena saya kira undang-undang ini adalah undang-undanh yang menarik perhatian masyarakat," ujar Arsul dalam rapat kerja dengan Kemenkumham dan Kemenlu, Senin (7/11/2022).
Di samping itu, RUU Ekstradisi Buronan seharusnya juga dibahas bersama dengan Komisi I DPR. Sebab, RUU tersebut juga memuat sejumlah kerja sama internasional yang menjadi bidang dari Komisi I.
"Ini kan bukan undang-undang, bukan RUU yang berdiri sendiri, tetapi ini RUU yang terkait dengan RUU yang lain yang barang kali, yang mungkin tidak ada di komisi ini," ujar Arsul.
Anggota Komisi III Hinca Panjaitan mengatakan, RUU Ekstradisi Buronan antara Indonesia dan Singapura adalah bentuk sejarah baru. Indonesia akhirnya memiliki payung hukum untuk memulangkan orang-orang yang melakukan 31 jenis kejahatan.
"Karena ini penting sekali, untuk kali pertama sebaiknya pemerintah atau presiden langsung diwakili oleh menteri, memberikan penjelasan yang cukup kepada kita. Sesudah itu, silakan di tingkat panja kita ikuti dengan pola yang selama ini berlaku," ujar Hinca.
"Dengan demikian, undang-undang ini kita tempatkan dalam tempat yang sangat penting untuk kita bahas bersama," sambungnya.
Wakil Ketua Komisi III Desmond J Mahesa mengatakan, RUU Ekstradisi Buronan Indonesia-Singapura terdiri dari dua poin yang sangat penting. Di samping itu, RUU tersebut juga berproses lama dan menyita perhatian publik karena urgensinya.
"Bukan kami tidak menghormati, tapi ini kan undang-undang. Bicara undang-undang bukan bicara Partai Golkar yang mendukung pemerintah, tapi bicara DPR dan pemerintah," ujar Desmond.
"Karena ini bicara hubungan pemerintah dan DPR, selayaknya (Menkumham dan Menlu) yang ditugaskan Presiden hadir pertama kali untuk memaparkan undang-undang ini," kata dia.
Pada akhirnya, Komisi III tak menerima draf dan paparan terkait RUU tentang ekstradisi buronan Indonesia-Singapura itu dari pemerintah. Agendanya digeser ke 5 Desember, dengan mengundang langsung Yasonna dan Retno.
"Tolong sampaikan kepada Menkumham, kami tidak bermaksud apa-apa selain menjaga hubungan dan kewibawaan DPR. Kalau bisa tanggal 5 Desember, sampaikan kepada Pak Yasonna," ujar politikus Partai Gerindra itu.