Minat Baca Anak Rendah, Orang Tua Diimbau Gencarkan Kebiasaan Ini
Orang tua dan guru dapat memberi alternatif kegiatan, seperti membaca buku.
REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Paparan gawai dan beragam perangkat teknologi canggih mengancam minat baca anak. Sebagian anak lebih menyukai "sibuk sendiri" dengan gawai di tangan masing-masing ketimbang membaca buku. Hal ini menjadi sorotan Room to Read dan Ashoka.
Perwakilan Ashoka, Amelia Hapsari, mengutip studi yang menunjukkan bahwa 25 persen anak dan remaja Indonesia yang berusia di bawah 20 tahun terindikasi kecanduan gawai alias gadget. Untuk mengatasi itu, solusinya adalah membatasi dan mengawasi penggunaan gawai.
Orang tua di rumah dan guru di sekolah juga bisa memberi alternatif kegiatan, seperti membaca buku. "Untuk memperkenalkan buku pada anak, orang tua wajib membiasakan membaca buku bersama anak sejak usia dini, bahkan sebelum anak bisa membaca," ujar Amelia.
Perubahan cepat yang kini terjadi di dunia mengharuskan para orang tua menyiapkan anak-anak yang mampu menghadapi perubahan. Di masa mendatang, dibutuhkan pemecahan masalah yang bahkan sekarang belum ada, menggunakan teknologi dan cara yang sekarang belum ditemukan.
Urgensi itu mendorong Ashoka membangun gerakan "Everyone a Changemaker: Semua Bisa Jadi Pembaharu". "Membaca sejak dini amat penting bagi kecintaan anak-anak terhadap pengetahuan dan literasi. Selain itu, kita juga harus membuka realitas dunia yang penuh masalah kepada anak-anak sambil mengajak mereka untuk tidak takut masalah, bahkan mampu menciptakan perubahan yang berguna bagi komunitasnya," kata Direktur Ashoka Asia Tenggara, Nani Zulminarni.
Upaya membuat anak mencintai buku dan gemar membaca dilakukan Ashoka dan Room to Read bersama tiga penerbit di Indonesia. Penerbit Bestari, Bhuana Ilmu Populer (BIP), dan Nourabooks digandeng untuk menghadirkan 12 buku cerita bergambar dalam seri "Becoming a Changemaker: Menjadi Penggerak Perubahan".
Peluncuran buku berlangsung pada Ahad (13/11/2022) dalam rangkaian acara Indonesia International Book Fair di Senayan, Jakarta. Seluruh buku mengisahkan selusin sosok yang benar-benar ada di dunia nyata. Mereka semua adalah sosok inspiratif lintas generasi yang dianggap sebagai pemimpi, penerang, dan pembaharu.
Sasaran utama buku adalah anak usia 7-12 tahun. Targetnya, 12 buku bisa diperkenalkan secara lebih luas kepada siswa dan pengajar di seluruh Indonesia. Cerita bergambar dengan genre nonfiksi naratif itu diharapkan bisa membangun literasi kaum muda, mengajak anak menjadi pembaharu, dengan orang tua dan guru berperan sebagai pemantiknya.
Deretan judul yang hadir antara lain Kestaria Sungai, Petualangan Berbagi Impian, Butet dan Orang Rimba, Sang Pemimpi Besar, Gelembung Ajaib Yuyun dan lainnya. Proses pembuatan 12 buku melibatkan enam penulis buku dan 13 ilustrator dari tiga penerbit. Para pembaharu yang dijadikan cerita antara lain Prigi Arisandi, Alvian W, Hidayat Palaloi, Yuyun Ismawati, Butet Manurung, Rqfa J, Itrin D, S Luftan, Tri Mumpuni, Harry Soerjadi, Nabila I, serta Nani Zulminarni.
Isu yang diangkat juga beragam, mulai dari pencemaran lingkungan, keberanian mengejar mimpi, kepedulian terhadap pendidikan, dan peran penting sosok ibu. Itu semua dihadirkan dengan gaya ilustrasi dan tutur bahasa menarik bagi anak-anak yang seru dan imajinatif.
Buku-buku serial "Becoming a Changemaker" dapat diakses oleh sekolah menggunakan dana BOS dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, serta dapat diakses secara gratis melalui pelantar digital literacycloud.org. Tersedia juga di toko buku dengan kisaran harga Rp 48 ribu hingga Rp 60 ribu.