Menyelamatkan Masjid Kayu di Georgia

Sebagian besar masjid kayu di Georgia berada dalam kondisi yang sangat buruk.

Eurasianet
Ornamen di sebuah masjid kayu di dusun Dghvani, Georgia. Fasadnya hampir tidak dapat dibedakan dari rumah kayu tradisional berlantai dua. Menyelamatkan Masjid Kayu di Georgia
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, TBILISI -- Sebuah bangunan kayu sederhana di dusun Dghvani, Georgia lebih mirip sebuah pondok daripada rumah ibadah. Seperti banyak masjid lain di wilayah tersebut, di ujung barat daya Georgia, fasadnya hampir tidak dapat dibedakan dari rumah kayu tradisional berlantai dua.

Baca Juga


Eksterior pedesaan yang alami menyembunyikan ornamen dan ukiran rumit yang sangat luas. Sebuah kubah di bagian dalam dicat dengan ornamen bunga-bunga, jalinan arabesque emas berdesak-desakan di sepanjang balkon. Di atas mihrab, tempat jamaah berdoa, terdapat gambaran bunga kuning yang mekar di pohon biru.

Permata tersembunyi seperti itu menghiasi lereng hijau di atas pantai Laut Hitam Adjara, sepelemparan batu dari perbatasan Turki. Beberapa masjid masih digunakan. 

Secara total, lebih dari 50 masjid kayu ditemukan di wilayah ini. Banyak yang dilindungi dalam kepompong timah bergelombang, menyembunyikan dunia kaleidoskopik yang gagal dihargai oleh sebagian orang Georgia sebagai harta nasional.

Di Agara, interior masjid terinspirasi oleh pantai subtropis Adjara. Stensil pohon palem dan lemon menghiasi dinding berwarna biru cerah. Di Ghorjomi terdekat, masjid kayu terbesar di Georgia menampilkan mural kapal uap Ottoman.

Dilansir di Eurasianet, Rabu (16/11/2022), beberapa struktur unik ini berusia lebih dari 200 tahun. Mereka benar-benar ada di pinggiran budaya Georgia, seperti kebanyakan warisan budaya Islam yang kurang dihargai, di negara mayoritas beragama Kristen.

“Sebagian besar masjid tidak akan ditandai sebagai tempat menarik di peta wisata atau ditampilkan di situs web kotamadya setempat. Mereka dikecualikan dari semua perjalanan budaya dan etnografi utama di bagian Georgia," ucap koordinator Solidarity, Zaza Mikeladze.

Solidarity merupakan sebuah kelompok yang mengadvokasi Muslim Adjara. Meski demikian, banyak masjid kayu Adjara memiliki gaya dan desain khas Georgia, yang mana dilindungi sebagai monumen budaya. 

Masjid tertua (1818) yang masih ada di desa Akho termasuk dalam monumen budaya. Tetapi sebagian besar masyarakat Georgia memandang masjid-masjid, serta jamaah Muslim sebagai produk pengaruh asing.

Mikeladze menyebut budaya Islam sebagian besar dipandang sebagai budaya asing. Hal ini juga menjadi alasan mengapa sebagian besar masjid berada dalam kondisi yang sangat buruk, serta tidak mendapat banyak perhatian nasional.

Sebagian besar masjid dibangun selama dominasi Turki Utsmani, atas wilayah yang peta politik dan agamanya berubah berkali-kali. Selama berabad-abad Georgia mengalami konfrontasi kekaisaran dan perjuangan kerajaan Georgia untuk kemerdekaan.

Pengaruh Ottoman menyebabkan konversi massal penduduk Georgia lokal ke Islam pada akhir abad ke-18. Ini diikuti oleh upaya pada abad ke-19, di bawah Kekaisaran Rusia, untuk mengubah penduduk 'kembali' ke agama Kristen. Kemudian Uni Soviet datang dan menindas semua agama sama sekali.

Di era Soviet, banyak masjid berhenti berfungsi, yang mana beberapa digunakan sebagai fasilitas penyimpanan. Madrasah ditutup dan banyak praktik keagamaan Islam dilarang. 

“Komunitas Muslim Adjara perlahan-lahan menjadi ‘tidak terlihat’, direduksi menjadi tradisi lisan,” tulis sejarawan Ruslan Baramidze.

Ketika Georgia memperoleh kemerdekaan dari Uni Soviet, Georgia muncul sebagai negara Kristen yang bangga. Iman ortodoks kembali sebagai simbol identitas nasional yang kuat dan kuno.

"Negara Georgia memilih jalan nasionalisme etno-pengakuan dan ini menghalangi penerimaan monumen budaya Islam sebagai Georgia asli," kata Mikeladze. 

Meskipun sudah ada sejak berabad-abad yang lalu, warisan budaya Islam sebagian besar masih dipandang sebagai budaya asing di sini. Masjid Adjara sebenarnya dibangun oleh orang Georgia untuk orang Georgia. 

Interior masjid yang melengkung adalah hasil karya tangan pengrajin lokal Laz. Suku Laz merupakan kerabat dekat dari sisi bahasa, tetapi hari ini sebagian besar tinggal di bagian tetangga Turki. Ornamen berbentuk anggur, yang secara tradisional ditemukan di gereja-gereja Georgia, juga muncul di masjid-masjid Adjara.

Kelompok yang dipimpin Mikeladze, Solidarity, memiliki misi melestarikan masjid-masjid ini dan mempromosikannya sebagai situs warisan budaya. Kelompok ini bekerja dengan lembaga pemerintah dan media untuk menarik perhatian, dalam perjuangan tidak langsung agar minoritas Muslim Georgia diterima sebagai anggota penuh masyarakat Georgia.

“Masjid Adjara membuat budaya Georgia lebih kaya, seperti halnya masyarakat Georgia lebih kaya dengan orang-orang dari berbagai agama,” kata Mikeladze.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler