Mengenal Kain Endek Bali yang Digunakan Delegasi KTT G20
Kain Endek merupakan kain tenun dari Bali yang merupakan karya seni terapan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gala Dinner di malam penghujung acara KTT G20 di Garuda Wisnu Kencana (GWK) Bali menorehkan cerita tersendiri. Para delegasi dan tamu undangan hadir dengan mengenakan kain tradisional Indonesia yang merupakan cinderamata dari Bangsa Indonesia selaku tuan rumah KTT.
Namun siapa sangka cedera mata itu justru menuai polemik di negara lain. Mereka mungkin tidak paham, bahwa busana yang digunakan oleh para pemimpin-pemimpin bangsa itu merupakan budaya lokal Indonesia yang sarat dengan makna.
Misalnya Perdana Menteri Kanada, Justin Trudeau yang memakai kemeja tenun berwarna fuchsia di area taman budaya GWK yang mencuri perhatian. Selanjutnya adalah Perdana Menteri Inggris Rishi Sunak yang tampil dengan kemeja tenun yang dominan warna merah magenta.
Presiden China Xi Jinping memakai kain tenun bermotif bunga bernuansa biru. Perdana Menteri Jepang Fumio Kishida memakai kain tenun bernuansa hijau tosca.
Perdana Menteri India, Narendra Modi yang memakai kain tenun bernuansa ungu. Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez tampil dengan batik bernuansa biru dan Perdana Menteri Australia Anthony Albanese dengan kemeja batik coklat.
Kementerian Sekretariat Negara RI dalam situs resminya menyebutkan, bahwa Indonesia sebagai tuan rumah telah menyiapkan sejumlah cendera mata khas Indonesia, yakni kain atau wastra Indonesia yang digunakan para ketua delegasi KTT G20. Ada dua jenis kain tradisional yang menjadi pilihan cendera mata, yakni Batik Tiga Negeri Pekalongan dan Kain Tenun Ikat Catri Klungkung Bali.
Dalam unggahan di media sosial Kementerian Sekretaris Negara, bahwa kain tenun yang dipakai untuk busana perwakilan negara G20 ini merupakan buatan tangan dari Dian's Rumah Songket & Endek, sebuah rumah produksi wastra Bali.
Mengenal Kain Endek Bali
Kain Endek merupakan kain tenun yang berasal dari Bali dan merupakan hasil dari karya seni rupa terapan, yang berarti karya seni yang dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Dalam filosofinya, Endek berasal dari kata "gendekan" atau "ngendek" yang berarti diam atau tetap, tidak berubah warnanya.
Tenun ikat endek memiliki sebutan yang beragam di setiap daerah, endek yang dibuat di Kabupaten Gianyar dikenal dengan nama endek Gianyar, di Klungkung terkenal dengan nama endek Klungkung.
Sejarah Kain Endek
Kain endek mulai berkembang sejak abad ke-16, yaitu masa pemerintahan Raja Dalem Waturenggong di Gelgel, Klungkung. Kain endek ini kemudian berkembang di sekitar daerah Klungkung, salah satunya adalah di Desa Sulung. Di desa Sulang, kain tenun endek dipelopori oleh Wayan Rudja yang saat itu memiliki tenaga kerja sekitar 200 karyawan.
Meskipun kain endek telah ada sejak Kerajaan Gelgel, tetapi endek baru mulai berkembang pesat di desa Sulang setelah masa kemerdekaan. Perkembangan kain endek di Desa Sulang dimulai pada tahun 1975 dan kemudian berkembang pesat pada tahun 1985 hingga sekarang.
Kain Endek dapat digunakan sebagai pakaian adat atau banyak digunakan sebagai seragam sekolah dan kantor. Namun ada beberapa motif yang dianggap sakral yang hanya digunakan dalam acara keagamaan saja. Ada juga motif yang hanya digunakan untuk orang-orang tertentu seperti para raja atau bangsawan.
Motif Kain Endek
Motif patra dan encak saji yang bersifat sakral umumnya digunakan untuk kegiatan upacara keagamaan. Motif-motif tersebut menunjukkan rasa hormat kepada Sang Pencipta.
Motif yang mencerminkan nuansa alam, biasa digunakan untuk kegiatan sosial atau kegiatan sehari-hari. Misalnya motif yang menggambarkan flora, fauna dan tokoh pewayangan yang sering muncul dalam mitologi-mitologi cerita Bali. Motif tersebut memberikan ciri khas tersendiri pada kain endek dibandingkan dengan motif-motif kain pada umumnya.
Motif geometri diungkapkan melalui bentuk-bentuk: garis lurus, garis putus, garis lengkung dan semua bidang geometri. Motif ini menceritakan dan memberikan simbolisasi keyakinan masyarakat Bali.