Erdogan Buka Peluang Bertemu Presiden Suriah Bashar al-Assad
Turki telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Suriah selama 11 tahun
REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA – Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan membuka peluang pertemuan dengan Presiden Suriah Bashar al-Assad. Turki diketahui telah memutuskan hubungan diplomatik dengan Damaskus selama 11 tahun atau sejak Suriah didera konflik sipil.
“Itu mungkin (pertemuan dengan Assad). Tidak ada ruang untuk kebencian dalam politik. Pada akhirnya, langkah-langkah diambil dalam kondisi yang paling menguntungkan,” kata Erdogan saat ditanya seorang reporter di parlemen Turki tentang kemungkinan pertemuannya dengan Assad, Rabu (23/11/2022), dikutip laman Al Arabiya.
Turki mengecam aksi brutal pasukan Suriah dalam menghadapi gelombang demonstrasi anti-pemerintah yang menjadi cikal bakal pecahnya konflik sipil pada 2011. Ankara pun mengutuk pemerintahan Bashar al-Assad. Pada Juli 2011, pembelot dari militer Suriah membentuk Pasukan Pembebasan Suriah atau Free Syrian Army (FSA).
Tujuan FSA adalah menumbangkan pemerintahan Bashar al-Assad. Turki pada akhirnya terlibat dalam intervensi militer di Suriah dan menyokong FSA. Tak hanya melawan pasukan pemerintahan Assad, Turki dan FSA pun bekerja sama dalam memerangi ISIS serta kelompok milisi Kurdi. Salah satu kelompok Kurdi yang menjadi target operasi Turki diketahui didukung Amerika Serikat (AS).
Pada Selasa (22/11/2022) lalu, Erdogan mengatakan, negaranya akan segera menyerang kelompok militan dengan mengerahkan tank dan pasukan negaranya. Pernyataannya dinilai merupakan isyarat pengerahan kekuatan penuh untuk membombardir milisi Kurdi di Suriah.
“Kita telah menekan teroris selama beberapa hari dengan pesawat, meriam, dan senjata kita. Insya Allah, kita akan membasmi mereka semua secepat mungkin, bersama dengan tank kita, tentara kita,” kata Erdogan saat berpidato di timur laut Turki.
Sebelumnya Erdogan telah menyampaikan bahwa operasi penumpasan milisi Kurdi tidak akan terbatas pada kampanye udara dan mungkin turut melibatkan pasukan darat. Sementara itu, Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar berjanji akan melanjutkan operasi melawan kelompok milisi Kurdi. Dia kembali menyerukan sekutu Organisasi Pertahanan Atlantik Utara (NATO), terutama AS, agar berhenti mendukung pasukan Kurdi Suriah.
“Kami memberitahu semua mitra kami, terutama AS, di setiap tingkatan, bahwa YPG (Unit Perlindungan Rakyat Kurdi) sama dengan PKK (Partai Pekerja Kurdistan) dan tetap dengan permintaan kami agar mereka menghentikan setiap jenis dukungan untuk teroris,” kata Akar kepada komisi parlemen Turki.
AS memang bekerja sama dengan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) dalam memerangi ISIS di Suriah. SDF dipimpin oleh YPG. Oleh sebab itu, AS telah mengutarakan keprihatinan atas operasi militer Turki yang bertujuan menumpas milisi Kurdi di Suriah. “Kami telah mendesak Turki untuk menentang operasi semacam itu, sama seperti kami telah mendesak mitra Suriah kami untuk menentang serangan atau eskalasi,” kata seorang juru bicara Departemen Luar Negeri AS.
Pada 20 November lalu, Turki melakukan serangan udara terhadap pangkalan kelompok militan Kurdi di Suriah utara dan Irak. Ankara mengklaim, target-target yang dibidik dalam Operation Claw-Sword telah digunakan untuk melancarkan serangan “teroris” di tanah Turki. Menurut kelompok Syrian Observatory for Human Rights, serangan Turki di Suriah utara dan timur laut menewaskan sedikitnya 31 orang.
Operation Claw-Sword diluncurkan Turki sepekan setelah serangan bom yang mengguncang jalan Istiklal di Istanbul. Insiden itu menewaskan enam orang dan melukai 81 lainnya. Otoritas Turki telah menahan 22 orang, termasuk individu yang diduga memasang bom di jalan Istiklal. Turki menuding kelompok PKK mendalangi serangan yang terjadi pada 13 November lalu tersebut.
Menteri Dalam Negeri Turki Suleyman Soylu mengatakan, perintah penyerangan di jalan Istiklal bersumber dari Kobani, sebuah kota di Suriah utara. Di kota tersebut, militer Turki menggelar operasi untuk memerangi kelompok YPG. Ankara memandang YPG sebagai perpanjangan dari PKK. "Menurut temuan kami, organisasi teroris PKK yang bertanggung jawab (atas serangan di jalan Istiklal, Istanbul)," ujar Soylu, dilaporkan Anadolu Agency.
PKK adalah kelompok bersenjata Kurdi yang telah melancarkan pemberontakan di Turki tenggara selama lebih dari tiga dekade. Turki melabeli YPG dan PKK sebagai kelompok teroris.