Bantahan dan Alibi Kabareskrim Soal Setoran Uang Tambang Ilegal Batubara
Agus menyebut Hendra Kurniawan dan Sambo sedang melakukan pengalihan isu.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Bambang Noroyono, Haura Hafizhah
Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto membantah tuduhan Hendra Kurniawan dan Ferdy Sambo tentang dirinya yang menerima setoran-setoran uang tambang batubara ilegal di Kalimantan. Jenderal bintang tiga di kepolisian itu malah balas menuding Hendra dan Sambo yang ada main dengan para pebisnis tambang ilegal.
“Jangan-jangan mereka yang terima (uang),” kata Agus lewat pesan singkatnya, Jumat (25/11/2022).
Agus juga meminta wartawan untuk menelisik tentang reputasi kepribadian Hendra dan Sambo saat menjabat di kepolisian. Hendra adalah mantan Kepala Biro Paminal (Karo Paminal) Divisi Propam Polri dengan pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen). Sedangkan Sambo adalah mantan Kepala Divisi Propam dengan pangkat Inspektur Jenderal (Irjen).
Diketahui, Hendra dan Sambo sudah resmi dipecat dari Polri lantaran terlibat dalam rangkaian pembunuhan Brigadir Nofriansyah Joshua Hutabarat (J). Keduanya pun saat ini menjadi terdakwa.
Hendra menjadi terdakwa terkait obstruction of justice kasus kematian Brigadir J. Dan Sambo menjadi terdakwa utama pembunuhan berencana Brigadir J yang terjadi di rumah dinas di Duren Tiga 46 di Jakarta Selatan (Jaksel), pada 8 Juli 2022.
Menurut Agus, pernyataan-pernyataan dua pecatan Polri tersebut cuma mencari simpati untuk menutup-nutupi kasus pidana berat yang sedang menjerat keduanya. “Mereka cuma melempar masalah untuk mengalihkan isu terhadap mereka saja,” sambung Agus.
Agus menembahkan, tuduhan tentang penerimaan uang Rp 6 miliar itu sudah ada sejak Februari-Maret 2022. Ia mengetahui itu dari sebaran testimoni video yang dibuat Ismail Bolong, mantan anggota Polres Samarinda, Kalimantan Timur (Kaltim).
Ismail Bolong adalah pebisnis tambang batubara ilegal yang pada saat itu juga dalam penyelidikan Divisi Propam lantaran dituding memberikan uang-uang setoran ke sejumlah petinggi di Mabes Polri. Nama Agus Andrianto, disebut menerima uang dari Ismail Bolong sepanjang September sampai November 2021.
Total uang yang disebut diterima Agus mencapai Rp 6 miliar. Akan tetapi, Agus mempertanyakan hasil penyelidikan tersebut yang tak berlanjut ke proses penyidikan.
“Kalau waktu itu memang benar, kenapa kok dilepas?,” kata Agus.
Belakangan Agus mengatakan, pembuat testimoni tersebut, Ismail Bolong, menarik pengakuannya. Dan mengatakan testimoni awal tentang pemberian kepada Kabareskrim karena diperintah dan dalam tekanan dari Hendra dan Sambo.
“Itu (testimoni) juga sudah diklarifikasi karena adanya alasan yang dipaksa,” kata Agus.
Karena itu Agus mengatakan, pemaksaan untuk membuat pengakuan tersebut, menurutnya sudah ada terjadi pembuatan skenario untuk menjadikan nama dan jabatannya sebagai target. “Coba tanya ke jajaran anggota tentang kelakuan HK dan FS. Mereka cuma melempar batu untuk mengalihkan isu mereka sendiri,” ujar Agus menambahkan.
Kuasa hukum Hendra Kurniawan, Henry Yosodiningrat, sebelumnya menegaskan bahwa kliennya tidak pernah menekan atau memaksa Ismail Bolong untuk membuat testimoni uang setoran.
"Mengada-ada bila klien saya melakukan penekanan atau intervensi atas video testimoni yang bersangkutan mengenai penambangan batubara ilegal, itu cerita ngarang, itu semua ucapan IB dalam kondisi mabuk,” tegas Henry, Kamis (10/11/2022).
Menurut Henry, Ismail Bolong membuat video testimoni itu setelah yang bersangkutan selesai memberikan keterangan dalam berita acara interogasi yang ditanda tanganinya. Disebutnya, video tersebut dibuat secara sadar serta tanpa paksaan, dan dibuat untuk menguatkan.
"Dengan tujuan untuk saling menguatkan keterangan satu sama lainnya dalam memenuhi bukti permulaan yang cukup," ungkap Henry.
Belakangan Hendra Kurniawan dan Ferdy Sambo bergantian mengaku kebenaran tentang uang setoran untuk Komjen Agus itu. Hal itu diungkap keduanya di sela-sela persidangan di PN Jaksel pekan ini.
“Faktanya seperti itu,” kata Hendra saat ditemui wartawan di PN Jaksel, Kamis (24/11).
Hendra menerangkan, saat menjabat sebagai Karo Paminal pernah menyampaikanLaporan Hasil Penyelidikan (LHP) tentang dugaan aliran uang setora tambang ilegal ke sejumlah jenderal di Mabes Polri. LHP tersebut, pun diketahui dan ditandatangani oleh Ferdy Sambo saat masih menjabat Kadiv Propam.
Terkait itu, Hendra meminta awak media untuk mengkonfirmasi tentang LHP tersebut ke pejabat di Mabes Polri yang saat ini menjabat. Akan tetapi, ia membenarkan tentang adanya LHP tersebut.
“Itu betul. Coba tanya ke pejabat yang berwenang. Itu kan ada datanya,” kata Hendra menambahkan.
Pada Selasa (22/11/2022) kemarin, usai menjalani sidang pembunuhan Brigadir J, Ferdy Sambo, pun membenarkan soal adanya LHP tersebut. “Kan itu sudah ada suratnya. Sudah benar itu suratnya,” ujar Ferdy Sambo.
Ferdy Sambo juga meminta agar para pewarta menanyakan tentang keberadaan dan kelanjutan dari LHP tersebut ke Mabes Polri. “Sudah ada suratnya. Tanyakan saja ke pejabat yang berwenang,” kata Ferdy Sambo.
Sebelumnya, anggota Komisi III DPR RI Didik Mukrianto mengatakan berbagai rangkaian kejadian yang melibatkan kepolisian belakangan ini harus menjadi keseriusan Kapolri untuk terus melakukan reformasi, pembenahan dan perbaikan. Ia menyarankan sudah saatnya Kapolri melakukan deteksi dini terhadap potensi permasalahan akut dan fundamental dalam pembenahan dan perbaikan Polri.
"Ya banyak kasus polisi sekarang seperti video Ismail Bolong dan sebagainya. Langkah itu agar tidak berulang terus potensi penyimpangan dan penyalahgunaan kekuasaan di tubuh Polri. Bagaimana mungkin Polisi bisa menegakkan hukum setegak-tegaknya dan seadil-adilnya jika aparatnya terindikasi korup," katanya pada Selasa (8/11/2022).
Kemudian, ia melanjutkan perbaikan yang dilakukan Polri harus nyata, utuh, terintegrasi dan berkesinambungan dengan menertibkan dan menindak tegas setiap oknum anggota dan pimpinan yang terindikasi melakukan penyimpangan.
Politisi Fraksi Partai Demokrat itu berharap Kapolri segera menindaklanjutinya apalagi substansinya menyangkut integritas, profesionalitas dan akuntabilitas anggota dan institusi kepolisian sebagai penegak hukum. Ia menambahkan jika tidak segera ditindaklanjuti, bisa berpotensi menimbulkan spekulasi yang liar dan mempengaruhi soliditas anggota dan pimpinan Polri.
"Demikian juga bisa berpotensi mengoyak keadilan publik. Idealnya, jika Polri akan melakukan pemeriksaan maka meminta keterangan, klarifikasi dan konfirmasi seluruh pihak yang terkait ya harus dilakukan termasuk konfrontir,” kata Didik.