Pemerintah Siapkan Aturan Kurangi Emisi Karbon

Aturan ini diharapkan dapat mengoptimalkan produksi migas di era transisi energi.

AP PHOTO
Ladang pengeboran migas (ilustrasi). Pemerintah tengah menyiapkan aturan terkait implementasi Carbon Capture Storage (CCS) atau Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS). Aturan ini diharapkan dapat mengoptimalkan produksi migas nasional di era transisi energi.
Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah tengah menyiapkan aturan terkait implementasi Carbon Capture Storage (CCS) atau Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS). Aturan ini diharapkan dapat mengoptimalkan produksi migas nasional di era transisi energi.

Baca Juga


Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, mengungkapkan keberadaan aturan main dalam pelaksanaan CCS/CCUS sangat penting untuk menjamin kegiatan tersebut sudah sesuai regulasi dan tidak bermasalah. Kepastian hukum tentu akan memberikan ketenangan bagi pelaku usaha.

Arifin menjelaskan, implementasi CCS/CCUS cukup krusial. Pasalnya, bisnis migas kini disorot sebagai salah satu bisnis yang paling banyak menyumbangkan emisi karbon. Untuk itu teknologi CCS/CCSU ini penting agar kegiatan operasi produksi migas tetap berjalan, sementara di sisi lain dapat membantu mengurangi emisi karbon.

"Aturan (Permen CCS/CCUS) sedang disusun, supaya aturannya jelas, karena implementasi CCUS akan melibatkan banyak stakeholder, jadi kita pastikan aman dan bisa membantu mengurangi emisi karbon, " kata Arifin di Jakarta, Senin (28/11/2022).

Menurut Arifin penerapan CCS maupun CCUS nanti juga bisa berkembang ke carbon trading yang akan diterapkan. "Nanti kedepannya nanti ke sana (carbon trading)," ujar Arifin.

Djoko Siswanto, Sekretaris Jendral Dewan Energi Nasional (DEN), menjelaskan, ke depan masa depan migas justru cerah dengan penerapan teknologi CCS/CCUS. Pasalnya, emisi yang biasa dihasilkan dari operasional migas nantinya dapat memberikan keuntungan baru baagi pelaku usaha baik dari sisi finansial maupun produksi.

"Flare gas dari produksi migas harus dimanfaatkan untuk mengurangi emisi karbon, sehingga bisa menambah profit hulu migas. Jadi emisi berkurang profit bertambah kalau flare dimanfaatkan. Kalau ada CO2 itu bisa jadi carbon credit di injeksi di reservoir dimana diproduksi CO2 dimanfaakan untuk Enhanced Oil Recovery (EOR) jadi CCS dan CCUS itu bisa untuk EOR," jelas Djoko.

Industri hulu migas saat ini tidak bisa dilepaskan dari isu lingkungan. Untuk itu berbagai upaya untuk menurunkan emisi dari kegiatan operasi hulu migas terus dilakukan. Salah satunya penerapan teknologi. Hal itu juga yang menjadi salah satu pembahasan utama dalam 3rd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2022 (IOG 2022) yang baru saja digelar di Bali 23-25 November 2022 lalu. 

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Marves), Luhut Binsar Pandjaitan, di IOG 2022 menuturkan,  industri hulu migas harus mulai membuat perubahan yang berorientasi terhadap perubahan dalam  kegiatan aktivitas bisnisnya atau Climate Change Adapter Operations (CCAO). "Misalnya, melalui manajemen energi atau CCS/CCUS," ungkap Luhut.

Menurut dia tema IOG 2022, yaitu Boosting Investment & Adapting Energy Transition Through Stronger Collaboration selaras dengan salah satu kesepakatan dalam KTT G20 yang berlangsung pekan lalu, yaitu penekanan atas pentingnya ketahanan energi serta kesiapan untuk melakukan segala upaya menuju transisi energi yang berkelanjutan.

Menurut Luhut, untuk mencapai Visi Indonesia Emas 2045, yaitu menjadi negara maju di tahun 2045, pertumbuhan ekonomi Indonesia perlu didukung oleh pasokan energi yang cukup. Oleh karena itu, pemerintah sepenuhnya mendukung visi bersama sektor hulu migas, yaitu target produksi 1 juta barel minyak per hari (BOPD) dan 12 miliar kaki kubik gas bumi per hari (BSCFD) pada tahun 2030.

"Jika tercapai, target ini akan mengurangi defisit neraca perdagangan dan memperkuat struktur anggaran negara kita, sehingga dapat mendukung pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen," ungkap Luhut.

Industri migas global kini berada dalam masa yang sangat dinamis dan penuh tantangan. Salah satunya, akibat situasi geopolitik dan ekonomi global yang menyebabkan gangguan pasokan energi dan pangan yang selanjutnya menyebabkan kenaikan harga. Hal tersebut berpotensi menimbulkan ancaman inflasi dan krisis ekonomi dan energi, sehingga ketahanan energi jadi isu penting yang harus bisa dibahas dan dicarikan solusinya.

Dwi Soetjipto, Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas), mengungkapkan para stakeholder yang terlibat dalam IOG 2022 menyepakati bahwa migas masih memainkan peranan penting dalam memenuhi ketahanan energi selama masa transisi energi guna menuju Net Zero Emissions (NZE).

Untuk itu diperlukan perbaikan dari segala lini, utamanya dari sisi regulasi guna memperbaiki iklim investasi. "Para menteri telah menyatakan bakal concern dan melakukan berbagai hal yang diperlukan untuk mendorong iklim investasi. Kami telah menyaksikan beberapa kemajuan positif, dengan beberapa insentif telah diberikan dan beberapa kebijakan yang mendukung. Ditambah lagi sikap pemerintah menunjukkan sudah terbuka untuk membuka ruang diskusi dengan investor dan keinginan untuk menerima masukan," ujar Dwi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler