Papua Mulai Lirik Pasar Ekspor Pinang
Pinang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Papua memiliki kebun pinang yang luas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Provinsi Papua akan mengembangkan pinang batara untuk mendukung rencana mengekspor pinang. Setelah pemekaran, Provinsi Papua kini tinggal memiliki 13 kabupaten/kota dengan luas kebun pinang yang bisa dikembangkan mencapai 3.200 hektare.
“Di Papua pinang sudah menciptakan nilai ekonomi, sekarang kita akan fokus untuk kembangkan pinang batara untuk pasar ekspor,” jelas Kepala Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Pangan Provinsi Papua, Karel Yarangga, di acara webinar yang diadakan Econusa, bertajuk “Mace: Potensi Buah Pinang, dari Tradisi Jadi Siap Ekspor”, Rabu (30/11/2022).
Papua melihat keberhasilan provinsi lain yang sudah lebih dulu mengekspor pinang. Di pasar luar negeri, pinang diperlukan untuk bahan kosmetik dan farmasi. “Kalimantan Barat pada tahun 2018 mengekspor 3.600 ton pinang dengan Rp 103 miliar, Pangkalpinang tahun 2019 mengeskpor 3.300 ton pinang dengan nilai Rp 93 miliar, dan tahun 2021 di masih pandemic, Jambi mengekspor 73.716 ton pinang dengan nilai Rp 2,039 triliun,” ungkap Karel.
Karel mengakui, nilai ekonomi pinang sangat luar biasa. Ia mencoba menghitung penjualan pinang di pasar jembatan Youtefa, Jayapura. Luas tempat jualannya hanya 10x20 meter. Namun dis itu, per hari nilai penjualan pinang sangat besar. “Ada 400-500 tandan buah pinang terjual tiap hari di situ, nilainya mencapai Rp 80 juta,” ungkap Karel.
Petani pinang di Kampung Molof, Kabupaten Keerom, Musa Piatawa, berharap terbuka pasar ekspor. Saat ini, untuk pasar lokal masih kesulitan menjual. “Dari kampung harus pergi ke pasar sejauh tiga jam perjalanan naik motor untuk mencari pembeli,” kata Musa.
Jika sudah mendapat penjual, baru membawa pinang. Jika bawa pinang tapi di pasar sudah penuh pinang, maka pinang dia tak ada yang beli. Maka, jika pasar ekspor terbuka, petani di Kampung Molof, menurut Musa, siap memasok kebutuhan buah pinangnya.