Muncul Demonstrasi, China Tetap Lanjutkan Kebijakan 'Nol Covid'

Pemerintah China diyakini akan mengambil langkah agar demonstrasi tak membesar.

AP/Ng Han Guan
Para pengunjuk rasa memegang kertas kosong dan meneriakkan slogan-slogan saat mereka berbaris sebagai protes di Beijing, Ahad, 27 November 2022. Para pengunjuk rasa yang marah dengan langkah-langkah anti-virus yang ketat menyerukan agar pemimpin kuat China itu mengundurkan diri, teguran yang belum pernah terjadi sebelumnya sebagai otoritas di setidaknya delapan kota berjuang untuk menekan demonstrasi hari Minggu yang mewakili tantangan langsung yang jarang terjadi pada Partai Komunis yang berkuasa.
Red: Teguh Firmansyah

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING  -- China pada Selasa (29/11) memperbarui komitmennya terhadap kebijakan radikal "nol Covid" di tengah protes di seluruh negeri. Pemerintah juga berusaha mencegah demonstrasi kemarahan publik berlanjut dengan mengerahkan polisi secara besar-besaran.

Surat kabar milik Partai Komunis yang berkuasa, The People's Daily, pada Selasa melaporkan bahwa kebijakan itu telah terbukti "ilmiah dan efektif". Tulisan itu juga memperingatkan agar tidak berpuas diri dalam upaya negara untuk mengekang pandemi.

Surat kabar itu juga menyebutkan bahwa pendekatan bertarget harus diambil berdasarkan keputusan pemerintah China baru-baru ini guna mengoptimalkan langkah-langkah respons terhadap Covid-19.  Hal itu penting buat memperbaiki langkah-langkah kebijakan yang dianggap "berlebihan".

Langkah-langkah yang dilonggarkan termasuk periode karantina yang lebih pendek dan membebaskan penduduk tinggal di rumah dari pemeriksaan Covid secara massal.

Untuk merespons gerakan demonstran, Pemerintah Xi diperkirakan akan mengambil langkah-langkah untuk mencegah agar demonstrsi itu tidak menjadi gerakan politik besar. Pemerintahnya juga diharapkan menyesuaikan langkah-langkah pembatasan Covid guna mengurangi frustrasi publik.

Kehadiran banyak polisi telah dikonfirmasi di kawasan-kawasan tempat demonstrasi berlangsung di Beijing dan Shanghai.

Beberapa pengacara hak asasi manusia mengatakan beberapa pengunjuk rasa telah dibawa oleh pihak berwenang dan mahasiswa mendapat tekanan untuk tidak bergabung dalam aksi protes.

Pada Senin (28/11), China mencatat jumlah kasus Covid-19 harian sekitar 37 ribu di daratan. Jumlah itu turun sedikit setelah mencapai rekor tertinggi selama lima hari berturut-turut hingga Ahad (27/11). Demikian laporan Komisi Kesehatan.

Pemerintah China pada Selasa mengatakan akan mempercepat vaksinasi Covid-19 bagi lansia, terutama bagi yang berusia 80 tahun ke atas.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Amerika Serikat, dan beberapa negara Eropa telah meminta Beijing menjamin hak warga untuk melakukan protes secara damai.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Zhao Lijian mengatakan pada konferensi pers Beijing pada Selasa bahwa hak hukum dan kebebasan warga negara China dijamin sepenuhnya. Tetapi hak dan kebebasan harus dilaksanakan dalam kerangka hukum.

Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun membela langkah pembatasan Covid-19 yang ketat di negaranya.

Baca Juga


sumber : Antara/Kyodo
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler