Ketua MPR Dukung Perpanjangan Masa Jabatan Kepala Desa
Masa efektif pemerintahan desa disebut hanya dua tahun.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua MPR, Bambang Soesatyo mendukung perpanjangan masa jabatan kepala desa (kades) dari 6 tahun menjadi 9 tahun dalam satu periode yang dinilainya dapat mengefektifkan pembangunan desa. Dukungan itu sejalan dengan pendapat Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Mendes PDTT), Abdul Halim Iskandar yang menyatakan masa kerja kepala desa sebaiknya tidak hanya 6 tahun.
"Perpanjangan masa jabatan tersebut, salah satunya agar pembangunan desa lebih efektif dan tidak terpengaruh oleh dinamika politik desa akibat pilkades (pemilihan kepala desa)," kata Bamsoet usai menerima perwakilan kepala desa dari Kabupaten Purbalingga di Jakarta, Kamis (1/12/2022).
Bambang mengatakan, berdasarkan kajian Kementerian Desa dan PDTT, dari 6 tahun masa jabatan kepala desa, dua tahun pertama biasanya digunakan untuk menyelesaikan konflik. Kemudian, dua tahun berikutnya persiapan pilkades mendatang sehingga kerja efektif kepala desa hanya 2 tahun," ujarnya.
Dalam audiensi itu, Bamsoet pun menerima aspirasi lainnya dari para kepala desa, yakni seputar revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa (UU Desa), serta Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana Undang-Undang Desa yang diubah dengan PP Nomor 47 Tahun 2015. Beberapa aspirasi tersebut, antara lain tentang syarat domisili calon kepada daerah dan perangkat desa, penggunaan dana desa, persentase besaran penghasilan tetap sekretaris desa, dan perangkat desa lainnya.
"Serta berbagai aspirasi lainnya yang bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa, BUMDes (badan usaha milik desa) dan perangkat desa lainnya," katanya.
Bamsoet menilai, UU Desa memerlukan revisi yang harus ditujukan untuk penguatan desa. Mengingat, pemerintah dan DPR telah mengalokasikan dana desa mencapai Rp70 triliun yang dialokasikan kepada 74.954 desa di 434 kabupaten/kota dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2023.
Bamsoet menjelaskan, arah kebijakan penggunaan dana desa tersebut antara lain untuk program pemulihan ekonomi, yakni perlindungan sosial dan penanganan kemiskinan ekstrem. Kemudian, bantuan permodalan kepada BUMDes untuk menggerakkan perekonomian desa, dana operasional pemerintahan desa, dan dukungan program sektor prioritas di desa termasuk penanganan kekerdilan.
Secara keseluruhan, kata Bamsoet, jumlah dana desa yang tersalurkan ke masyarakat sudah mencapai sekitar Rp 400,1 triliun sejak pertama kali disalurkan pada tahun 2015, lalu. Ia merinci, dana tersebut digunakan untuk membangun 227.000 KM jalan desa, 4.500 embung, 71.000 unit irigasi, 1,3 juta meter jembatan, 10.300 pasar desa, 57.200 BUMDes, 6.100 tambat perahu, dan 62.500 penahan tanah.
Menurut dia, pengelolaan dana desa secara tepat sasaran dan tepat guna, misalnya, melalui BUMDes, dapat mendorong percepatan Indonesia keluar dari garis kemiskinan ekstrem. "Mengingat dari persentase penduduk miskin Indonesia yang mencapai 10,14 persen atau sebanyak 27,54 juta orang, persentase penduduk miskin di perkotaan hanya 7,89 persen. Sedangkan di pedesaan mencapai 13,10 persen," katanya.
Bamsoet pun menyebut, pemerintah menargetkan pengentasan kemiskinan ekstrem pada 2021 sebanyak 35 kabupaten/kota untuk 8.263 desa. Adapun pada tahun 2022, pemerintah menargetkan pengentasan kemiskinan ekstrem di 138 kabupaten/kota pada 29.632 desa.
"Dan tahun 2023 bakal dilaksanakan pada 261 kabupaten/kota untuk 37.523 desa," kata Bamsoet.