Pemerintah Proyeksikan Ekonomi 2023 Tumbuh 5,3 Persen

Tahun ini, ekonomi diperkirakan tumbuh 5,2 persen.

EPA-EFE/ADI WEDA
Orang Indonesia berjalan di Jakarta, Indonesia, 28 November 2022. Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional sampai akhir 2022 berada pada angka 5,2 persen secara tahunan
Rep: Dessy Suciati Saputri Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi nasional sampai akhir 2022 berada pada angka 5,2 persen secara tahunan (year on year). Sedangkan pada 2023, pemerintah memperkirakan perekonomian nasional tumbuh di angka 5,3 persen.

Baca Juga


Hal ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangannya di Kantor Presiden usai mengikuti sidang kabinet paripurna di Istana Negara, Jakarta, Selasa (6/12/2022).

"Di tahun 2023 forecast-nya di angka 5,3 persen sesuai APBN. Berbagai lembaga dunia baik itu OECD, IMF, World Bank, ADB, itu memproyeksikan pertumbuhan ekonomi kita antara 4,7 sampai 5,1 persen di tahun depan," ujar dia.

Airlangga juga menjelaskan, inflasi diperkirakan terkendali hingga akhir tahun. Setelah sebelumnya berada pada angka 5,9 persen, 5,72 persen, dan 5,42 persen, ia memperkirakan sampai akhir tahun angka inflasi berada pada kisaran 5,34-5,5 persen.

Sementara itu terkait investasi, menurut Airlangga, Presiden Joko Widodo meminta jajarannya agar mempercepat izin-izin investasi. Airlangga mengatakan, pemerintah saat ini telah memiliki potensi investasi yang besar hingga mendekati 30 miliar dolar AS.

"Bapak Presiden menginginkan agar perizinan terkait perizinan industri, perizinan konstruksi, perizinan amdal, itu diberikan dalam waktu yang relatif singkat," lanjutnya.

Terkait pengembangan ekosistem baterai kendaraan listrik hingga industri otomotif berbasis listrik, Airlangga menyebut pemerintah akan menyiapkan insentif untuk memastikan investasi masuk. Pemerintah meyakini ekosistem tersebut nantinya akan menjadi andalan ekonomi nasional.

"Oleh karena itu, terkait dengan ekosistem ini diminta untuk mendalami berbagai komoditas baik itu bauksit, aluminium, maupun nikel beserta integrasi ekosistemnya dalam bentuk EV baterai yang tentu membutuhkan nikel, kobalt, mangan, dan komoditas lainnya," ujarnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler