Soal Pasal Karet Penghinaan Presiden Masih Jadi Catatan di RKUHP
Pasal 240 dan 218 dalam RKUHP dinilai bisa menjadi pasal karet
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Anggota DPR RI Iskan Qolba Lubis menilai Pasal 240 dan 218 dalam Revisi Kitab Undang-undang hukum pidana (RKUHP) bisa menjadi pasal karet. Sehingga, menurutnya pula, akan menjadikan negara Indonesia menjadi negara monarki, bukan demokrasi.
“Ini pasal karet yang akan menjadikan negara Indonesia dari negara demokrasi menjadi negara monarki. Saya meminta untuk pasal ini dicabut dan kemarin juga mahasiswa sudah demo di depan ini. Dan ini juga kemunduran dari cita cita reformasi," ujar politisi Fraksi Partai Keadilan dan Sejahtera, Selasa (6/12/2022).
Menurut dia, seharusnya di era Reformasi pasal seperti ini sudah dicabut dan tidak ada lagi. Karena ini akan mengambil hak hak masyarakat untuk menyampaikan pendapatnya. Ia menilai pasal-pasal ini rentan disalahgunakan oleh pemimpin-pemimpin bangsa yang akan datang.
Padahal sudah sepatutnya pihak pemerintah mendengarkan pendapat rakyat agar kehidupan bernegara dapat berjalan dengan baik. "Apalagi pasal 218, menghina presiden dan wakil presiden. Kalau yang pasal 240 itu adalah lembaganya," terangnya.
Sedangkan, menurut Iskan, di seluruh dunia, rakyat itu harus mengkritik pemerintahnya. Tidak ada pihak manapun yang tidak punya kesalahan dan dosa, hanya para nabi. "Makanya presiden pun harus dikritik. Jadi saya meminta, saya nanti akan mengajukan ke MK Pasal ini,” tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Achmad yang memimpin rapat paripurna itu mengungkapkan bahwa sejatinya fraksi PKS telah menyepakati RUU KUHP tersebut, meskipun dengan catatan. Sehingga ia berharap apa yang diungkapkan Anggota DPR RI dari Fraksi PKS tersebut merupakan catatan dari fraksinya.