Senyum Walau Terpaksa Bisa Membuat Orang Jadi Bahagia?
Suasana hati seseorang konon bisa membaik saat tersenyum.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Selama puluhan tahun, perdebatan soal tersenyum dan efeknya pada perasaan bahagia terus bergulir. Ada pakar yang setuju bahwa ekspresi wajah seperti tersenyum dapat memengaruhi emosi seseorang, sementara sebagian pakar tidak sependapat dengan hal itu.
Meski perbedaan pendapat terus terjadi, sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa tersenyum bisa membuat seseorang merasa lebih bahagia, meski hanya dalam jangka pendek. Studi global itu telah diterbitkan di jurnal Nature Human Behaviour.
Penelitian menemukan bahwa suasana hati seseorang bisa membaik saat tersenyum. Bahkan, efek suasana hati yang lebih baik itu sama-sama muncul saat tersenyum dilakukan secara sukarela atau hanya karena meniru orang lain.
Akan tetapi, perasaan lebih bahagia dan suasana hati positif tidak muncul pada peserta yang "dipaksa" tersenyum dengan cara meletakkan pena di antara gigi. Hasil studi itu menjadi tambahan wawasan di tengah perdebatan psikolog sejak akhir abad ke-19.
Kala itu, psikolog Amerika bernama William James mengusulkan bahwa sensasi tubuh (seperti jantung berdebar atau telapak tangan berkeringat) bukan hanya konsekuensi dari emosi, namun bisa juga sebaliknya. Teori itu diperluas ke studi soal gerakan wajah.
Pada 1988, para peneliti mengeksplorasi hipotesis umpan balik wajah. Mereka meninjau gagasan bahwa gerakan wajah, seperti tersenyum atau cemberut, bisa memengaruhi emosi sekaligus menjadi ekspresi emosi itu sendiri. Studi berhasil membuktikan keterkaitan tersebut.
Berbeda lagi dengan studi tahun 2016 yang diterbitkan dalam Perspectives on Psychological Science. Studi gagal mereplikasi hasil dari penelitian terdahulu pada 1988, dan tidak menemukan efek apa pun. Itu menimbulkan kebingungan besar soal tersenyum bisa membuat seseorang lebih bahagia atau sama sekali tidak.
Untuk menjawab pertanyaan itu, digagas studi baru bertajuk "Many Smiles Collaboration". Penelitian melibatkan periset dari 19 negara di seluruh dunia. Setelah menguji 3.878 peserta, ditemukan bahwa tersenyum memang berpengaruh pada kebahagiaan.
Akan tetapi, efek ini relatif kecil dan bersifat jangka pendek pada sebagian orang. Dalam laporannya, para peneliti mengatakan bahwa tersenyum di hadapan cermin selama lima detik setiap pagi dapat menekan stres, meningkatkan rasa bahagia, dan mengurangi depresi.
Penyebabnya disinyalir karena tersenyum meningkatkan kadar dopamin dan serotonin, hormon tubuh yang memunculkan rasa nyaman. Meskipun ada kemungkinan efek umpan balik wajah yang relatif kecil terakumulasi menjadi perubahan kesejahteraan yang berarti dari waktu ke waktu, senyuman tidak bisa menjadi intervensi kesejahteraan yang serius.
Peneliti Inggris yang tidak terlibat dalam studi, Daniel Eaves dari Universitas Newcastle, sepakat jika umumnya seseorang bisa lebih bahagia saat melihat orang lain tersenyum dan dirinya balas tersenyum. "Akan tetapi, penelitian ini tidak berulang kali melacak kesejahteraan orang, jadi kami tidak dapat mengatakan bahwa itu akan berdampak pada kesedihan atau depresi jangka panjang," ucapnya.
Sementara itu, British Psychological Society mencatat bahwa para peneliti masih ragu-ragu mengenai senyuman sebagai sebuah ekspresi kebahagiaan. Ada teori alternatif yang mengatakan bahwa ekspresi wajah lebih baik dipahami sebagai alat untuk pengaruh sosial.
Pada dasarnya, ekspresi wajah tertentu hanya menjadi tanda kesediaan untuk terlibat dalam interaksi sosial yang positif. Jika demikian, maka gerakan otot wajah diperkirakan tidak akan berdampak besar pada emosi, dikutip dari laman inews.co.uk, Selasa (13/12/2022).