AS Sesalkan PBB tak Selidiki Penggunaan Drone Iran oleh Rusia
AS menilai, PBB telah menyerah pada ancaman Rusia.
REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Amerika Serikat (AS) menyesalkan ketiadaan tindakan PBB untuk menyelidiki dugaan penggunaan pesawat nirawak (drone) Iran oleh Rusia dalam konflik di Ukraina. Washington menilai, PBB telah menyerah pada ancaman Moskow.
“Kami menyesal bahwa PBB belum bergerak untuk melakukan penyelidikan normal atas pelanggaran yang dilaporkan ini. Kami kecewa karena Sekretariat, yang tampaknya menyerah pada ancaman Rusia, tidak menjalankan mandat penyelidikan yang diberikan dewan ini,” kata Wakil Duta Besar AS untuk PBB Robert Wood dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, Senin (19/12/2022).
Saat ditanya awak media tentang desakan AS, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres mengatakan, laporan mengenai dugaan penggunaan drone Iran oleh Rusia dalam konflik di Ukraina tengah ditinjau dan dikaji dalam gambaran lebih luas. Hal itu guna menentukan apakah PBB harus mengutus tim ke Ukraina untuk proses penyelidikan lebih lanjut.
Sementara itu Duta Besar Rusia untuk PBB Vassily Nebenzia mengingatkan, para pejabat PBB tidak boleh tunduk pada tekanan dari negara-negara Barat. “Setiap hasil penyelidikan palsu ini (dugaan penggunaan drone Iran oleh Rusia) batal demi hukum,” ujarnya.
Duta Besar Iran untuk PBB Amir Saeid Iravani mengatakan, negaranya belum mengirim barang apa pun yang dilarang Dewan Keamanan PBB ke Rusia. Iran telah mengakui bahwa mereka memasok drone ke Rusia. Namun Iravani mengingatkan bahwa pengiriman drone itu tidak dilarang Dewan Keamanan dan berlangsung sebelum konflik di Ukraina pecah.
Oleh sebab itu, Iravani menggambarkan tuduhan terhadap Iran terkait drone sebagai tidak berdasar. “Ini upaya untuk mengalihkan perhatian dari pengiriman sejumlah besar persenjataan canggih negara-negara Barat ke Ukraina untuk memperpanjang konflik,” ucapnya.
Inggris, Prancis, Jerman, AS, dan Ukraina telah menyatakan bahwa pasokan drone buatan Iran ke Rusia telah melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 2015 yang mengabadikan kesepakatan nuklir Iran atau dikenal dengan istilah Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA). Mereka telah mendesak Antonio Guterres untuk mengirim pejabat ke Kiev guna menyelidiki hal tersebut.