Gunakan Ayat ke-72 Surat Yasin untuk Wirid Taklukkan Perempuan, Apakah Tepat?

Surat Yasin ayat ke-72 tidak tepat dijadikan wirid taklukkan perempuan

Pixabay
Ilustrasi perempuan. Surat Yasin ayat ke-72 tidak tepat dijadikan wirid taklukkan perempuan
Rep: Andrian Saputra Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA- Ada beberapa orang yang beranggapan bahwa surat Yasin khususnya ayat 72 memiliki keistimewaan. 

Baca Juga


وَذَلَّلْنَاهَا لَهُمْ فَمِنْهَا رَكُوبُهُمْ وَمِنْهَا يَأْكُلُونَ “Dan Kami tundukkan binatang-binatang itu untuk mereka; maka sebahagiannya menjadi tunggangan mereka dan sebahagiannya mereka makan.”   

Di antaranya, apabila seseorang yang mengalami permasalahan asmara semisal putusnya hubungan maka hubungannya akan kembali utuh dengan membaca ayat itu setiap hari setelah sholat Maghrib. Benarkah demikian?

Pengasuh Pondok Pesantren Pascatahfidz Bayt Al-Quran yang juga anggota Dewan Pakar Pusat Studi Al-Quran (PSQ), KH Dr Muhammad Arifin, menjelaskan, ayat 72 pada surah Yasin sejatinya berbicara tentang hewan-hewan yang ditundukkan Allah SWT kepada manusia. 

Ada hewan yang ditundukkan untuk membantu dalam pekerjaan manusia, seperti kerbau dan sapi untuk membajak sawah, dan ada pula hewan yang ditundukkan sebagai tunggangan dan kepentingan lainnya bagi manusia. Oleh karena itu, menurut dia, surat Yasin ayat 72 sama sekali tidak ada kaitannya dengan asmara atau hu bungan asmara seseorang. 

“(Ada yang mengatakan) ketika sampai kata wa dzallalnaha lalu disebut dalam hati nama perempuan kita yang putus, kita harapkan balik lagi. Saya kira menggunakan ayat bukan pada tempatnya, ayat ini bukan soal cinta,” ujar Arifin. 

Arifin menjelaskan dalam Alquran terdapat surat-surat atau pun ayat-ayat yang memiliki keistimewaan atau keutamaan dibandingkan ayat dan surat lainnya. Ini dapat diketahui dengan merujuk hadits-hadits Nabi Muhammad SAW. 

Misalnya, surah Yasin yang dijelaskan dalam hadits sebagai jantungnya Alquran karena memiliki keistimewaan pada kandungan setiap ayatnya.

Oleh karena itu, untuk mengetahui keutamaan sebuah ayat atau surat kemudian berupaya untuk mengamalkannya maka harus merujuk kepada hadits. 

Selama tidak ada sabda atau praktik beliau yang menunjukkan keistimewaan ayat A pada surat B, misalnya, maka kita tidak bisa mengatakan ayat A tersebut mengandung faedah ini-itu. 

“Tapi, kalau Nabi Muhammad SAW yang mengatakan dan sumber riwayatnya itu benar, kuat, jalur periwayatnya itu sahih, kita bisa lakukan dan kita harus percaya,” papar Arifin.

Agar mudah memahami kandungan dan keistimewaan ayat-ayat Alquran, dia merekomendasikan buku tentang kumpulan hadis sahih yang menjelaskan keutamaan ayat-ayat Alquran. 

Buku itu sudah disusun Lembaga Pentashihan Mushaf Al-quran Kementerian Agama RI. Dengan merujuk hadits-hadits seperti yang sudah dikumpulkan dalam buku LPMQ Kemenag, seseorang dapat terhindar dari pemahaman dan anggapan yang keliru tentang keutamaan atau faedah suatu ayat atau surat tertentu.

Lebih lanjut, Arifin menjelaskan, bila terdapat orang yang mewiridkan, mengamal kan, atau mempraktikkan sebuah ayat dengan maksud dan tujuan tertentu dan apa yang diniatkannya itu tercapai, hal itu bisa saja benar berlaku pada satu orang, tetapi itu belum tentu berlaku bagi orang lain. 

Baca juga: Eks Marinir yang Berniat Mengebom Masjid Tak Kuasa Bendung Hidayah, Ia pun Bersyahadat

 

Dia mencontohkan, dalam hadis disebutkan surat al-Fatihah dapat menjadi wasilah atau perantara dari apa yang diinginkan seseorang. Namun, bisa jadi hasilnya dapat berbeda antara satu orang dan orang lainnya. 

Katakan, kita ingin sembuh karena penyakit berkepanjangan, sudah berobat ke mana-mana belum sembuh. Lalu, kita mewiridkan, membacakan al-Fatihah berulang-ulang, berkali-kali, lalu kita sembuh. Bisa saja. Katakan, kita membaca surah al- Fatihahnya itu habis subuh 100 kali, umpamanya. 

Bisa saja ada orang yang lain sakit juga mempraktikkan baca itu juga jumlahnya sama 100 kali setiap subuh, tapi dia tidak sembuh, itu bisa. 

“Ini bukan soal semata surat al-Fatihahnya, tapi kondisi batin, kedekatan kita kepada Allah SWT berbeda-beda. Sehingga, boleh saja Allah SWT mengabulkan yang A, tidak mengabulkan yang B,” kata dia.

Menurut dia, akan menjadi sangat baik mewiridkan sebuah ayat dengan mengetahui rujukan sebagaimana dipraktikkan Rasulullah SAW. Sebagaimana pada peristiwa ketika Nabi hendak hijrah ke Madinah dan dikepung oleh kelompok kafir Quraisy, maka nabi membaca ayat 18 surah al-Baqarah sehingga orang-orang Quraisy tidak dapat melihat Rasulullah SAW yang keluar dari rumahnya. 

Nah, jika itu memang ada dasarnya, sumber haditsnya benar, peristiwanya benar, dan itu kemudian kita amalkan pada saat kita mengalami hal yang menakutkanada musuh, misalnya, ada pihak orang yang enggak suka dengan kita karena satu dan lain hallalu kita mewiridkan itu dan kemudian kita terhindar dari pe rilaku buruk orang itu, sangat mungkin karena Rasul juga mempraktikkan itu. 

“Tapi, untuk ayat 72 surat Yasin, tidak ada sangkut-pautnya dengan putus hubungan ingin balikan,” kata dia.    

sumber : Harian Republika
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler