China Setop Penerbitan Data Harian Kasus Covid-19
China menghadapi peningkatan kasus Covid-19
REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING – Komisi Kesehatan Nasional China berhenti menerbitkan data tentang infeksi harian Covid-19 di negara tersebut. Langkah itu diambil saat China menghadapi peningkatan kasus Covid-19 pasca-dilonggarkannya pembatasan sosial. “Informasi Covid yang relevan akan diterbitkan oleh Pusat Pengendalian dan Penyakit China untuk referensi serta penelitian,” kata Komisi Kesehatan Nasional China, Ahad (25/12/2022).
Komisi Kesehatan Nasional China tak menjelaskan tentang alasan mereka menghentikan penerbitan data terkait kasus harian Covid-19 di negara tersebut. Mereka pun tak menerangkan tentang seberapa rutin Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China bakal merilis data terkait.
Awal bulan ini China telah merevisi dan melonggarkan kebijakan nol Covid mereka. Sebelumnya kebijakan tersebut telah menempatkan ratusan juta warga di sana di bawah penguncian atau lockdown.
Di bawah pedoman terbaru yang dirilis Komisi Kesehatan Nasional China pada 7 Desember lalu, frekuensi dan ruang lingkup pengujian PCR akan dikurangi. “Tes PCR massal hanya dilakukan di sekolah, rumah sakit, panti jompo dan unit kerja berisiko tinggi; ruang lingkup dan frekuensi pengujian PCR akan dikurangi lebih lanjut,” demikian bunyi pedoman baru tersebut.
Sebelumnya, China gencar menggelar tes Covid-19 massal jika menemukan beberapa kasus baru di daerah tertentu. Di bawah pedoman terbaru, warga China juga tak lagi diwajibkan memberikan hasil tes negatif Covid-19 jika ingin bepergian lintas provinsi.
Selain itu, China juga akan memperkecil cukupan lockdown. Warga terinfeksi Covid-19 dengan gejala ringan juga diperbolehkan menjalani isolasi mandiri di rumah. “Orang yang terinfeksi tanpa gejala dan kasus ringan yang memenuhi syarat untuk isolasi rumah umumnya diisolasi di rumah, atau mereka dapat secara sukarela memilih isolasi terpusat untuk pengobatan,” demikian bunyi pedoman terbaru Komisi Kesehatan Nasional China.
Sebelumnya masyarakat yang terinfeksi Covid-19, meskipun asimtomatis atau hanya bergejala ringan, “dipaksa” melaksanakan karantina di fasilitas kesehatan. Pedoman terbaru penanganan Covid-19 di China diluncurkan setelah pemerintah merilis data yang menunjukkan dampak negatif kebijakan nol-Covid terhadap perekonomian negara tersebut. Nilai ekspor dan impor China anjlok pada November ke level yang belum pernah terjadi sebelumnya sejak 2020. Ekspor China turun 8,7 persen bulan lalu. Sementara impor turun sebesar 10,6 persen.
Pada 27 November lalu, aksi memprotes penerapan lockdown terjadi di sejumlah wilayah di China, termasuk Beijing dan Shanghai. Dalam aksinya, massa, yang telah frustrasi dengan kebijakan nol-Covid pemerintah pusat, tak segan menyerukan Presiden Cina Xi Jinping mundur.
Kebakaran mematikan di Urumqi, Xinjiang, 24 November lalu yang menewaskan 10 orang merupakan pemantik kemarahan warga China. Mereka menilai, upaya penyelamatan dalam insiden itu terhambat karena adanya peraturan lockdown. Kejadian tersebut mendorong warga China turun ke jalan untuk memprotes penerapan lockdown dan menunjukkan simpati pada masyarakat Xinjiang.
Setelah pelonggaran kebijakan nol Covid, China menghadapi lonjakan kasus. Namun selama empat hari terakhir, Negeri Tirai Bambu tak melaporkan adanya kematian akibat Covid-19.