AS, Inggris dan UE Kecam Larangan Perempuan Afganistan Bekerja

Larangan Taliban bahayakan jutaan warga yang bergantung pada bantuan kemanusiaan

AP/Ebrahim Noroozi
Seorang pejuang Taliban berjaga-jaga di Kabul, Afghanistan, Senin, 26 Desember 2022. Keputusan Taliban baru-baru ini terhadap perempuan Afghanistan mencakup larangan pendidikan universitas dan bekerja untuk LSM, yang memicu protes di kota-kota besar. Keamanan di ibu kota Kabul semakin intensif dalam beberapa hari terakhir, dengan lebih banyak pos pemeriksaan, kendaraan bersenjata, dan pasukan khusus Taliban di jalanan. Pihak berwenang belum memberikan alasan untuk keamanan yang lebih ketat.
Rep: Fergi Nadira B Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS - Para menteri luar negeri (menlu) dari 12 negara dan Uni Eropa (UE) termasuk Amerika Serikat (AS) dan Inggris mengecam Taliban atas larangan terhadap hak perempuan. AS, Inggris dan UE mendesak pemerintah Afghanistan yang dipimpin Taliban untuk membatalkan keputusannya melarang karyawan perempuan bekerja di LSM.

"Perintah sembrono dan berbahaya Taliban yang melarang karyawan perempuan dari organisasi non-pemerintah (LSM) nasional dan internasional dari tempat kerja membahayakan jutaan warga Afghanistan yang bergantung pada bantuan kemanusiaan untuk kelangsungan hidup mereka," kata pernyataan bersama menlu AS, Inggris, Australia, Kanada, Denmark, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Norwegia, Swiss, Inggris Raya, Belanda, dan UE.

Kepala bantuan PBB Martin Griffiths dalam pidatonya kepada Dewan pekan lalu mengatakan situasi kemanusiaan yang parah di Afghanistan. Ia mengatakan bahwa 97 persen warga Afghanistan hidup dalam kemiskinan dan 20 juta orang menghadapi kelaparan akut.

Taliban memutuskan untuk melarang perempuan mengenyam pendidikan dan kini ditambah larangan bekerja sebagai pegawai di LSM atau organisasi internasional. Langkah Taliban dikecam banyak neagra dan banyak perempuan di Afghanistan menuntut hak mereka dipulihkan dengan turun ke jalan, memprotes dan mengorganisir kampanye.

Baca Juga


sumber : Reuters
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler