Hal Mengerikan yang Terjadi pada Tubuh Ketika Berada di Gunung Everest

Julukan Zona Kematian untuk Gunung Everest bukan sekadar omongan semata.

EPA
Yang terjadi pada tubuh manusia ketika berada di Gunung Everest. (ilustrasi)
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Qommarria Rostanti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Apa jadinya bila manusia berada di titik tertinggi bumi?Titik tertinggi bumi berlokasi di puncak Gunung Everest.

Baca Juga


Titik yang juga dikenal dengan nama Zona Kematian ini menjulang setinggi 8.848 meter di atas permukaan laut. Dengan ketinggian seperti ini, kadar oksigen yang tersedia pun sangat sedikit.

Sebagai perbandingan, sekitar 21 persen komposisi udara pada ketinggian permukaan laut adalah oksigen. Namun pada ketinggian lebih dari 8.000 meter di atas permukaan laut, kadar oksigen yang tersedia menjadi 40 persen lebih rendah.

Zona Kematian bukan sekadar julukan semata. Pada 22 Mei 2019, ada 250 orang pendaki yang berupaya untuk mencapai puncak Gunung Everest. Karena jumlah pendaki yang sangat banyak, sebagian besar dari mereka harus mengantre hanya untuk naik dan turun gunung.

Antrean ini membuat sebagian pendaki terjebak dan harus menghabiskan waktu hingga berjam-jam di Zona Kematian. Kondisi ini diyakini berkontribusi pada tewasnya 11 orang pendaki kala itu.

Berada di Zona Kematian memang dapat memicu terjadinya beragam perubahan drastis di dalam tubuh akibat kekurangan oksigen. Berikut ini adalah berbagai kondisi yang mungkin dirasakan pendaki bila menghabiskan banyak waktu di Zona Kematian:

1. Kadar oksigen darah setara dengan pasien di ambang kematian

Seorang dokter yang pernah mendaki Gunung Everest pada 2007, Jeremy Windsor, turut mengungkapkan fakta yang menarik setelah memeriksa sampel darah dari empat orang pendaki di Zona Kematian. Windsor mengatakan, sampel darah keempat pendaki tersebut hanya seperempat dari kadar oksigen orang-orang yang berada di ketinggian permukaan laut.

"(Kadar oksigen tersebut) setara dengan (kadar oksigen) pada pasien yang sedang diambang kematian," ujar Windsor.

2. Seperti berlari di treadmill

Pendaki David Breashears mengatakan, penggunaan tabung oksigen di Zona Kematian mungkin tak bisa banyak membantu. Meski pendaki di Zona Kematian bernapas dengan bantuan tabung oksigen, mereka masih akan merasa seperti sedang bernapas lewat sedotan atau seperti sedang berlari di treadmill.

3. Sel tubuh mengalami kematian

Di Zona Kematian, tubuh manusia akan mengalami kematian secara bertahap. Tiap menitnya, satu per satu sel di dalam tubuh akan mati. Karena minim oksigen, otak dan paru-paru manusia yang berada di Zona Kematian juga akan mulai kekurangan oksigen. Tak hanya itu, risiko serangan jantung dan strok turut meningkat. Kemampuan mereka dalam membuat penilaian pun akan terganggu dengan cepat.

"Tubuh Anda akan rusak dan pada dasarnya mengalami kematian. Anda berpacu dengan waktu," ujar seorang pendaki yang pernah menaklukkan puncak Gunung Everest pada 2005, Shaunna Burke, seperti dilansir Science Alert pada akhir pekan lalu.

4. Otak membengkak hingga psikosis

Salah satu proses yang perlu dilakukan pendaki sebelum melaku ke puncak tertinggi Gunung Everest adalah aklimatisasi. Aklimatisasi adalah sebuah proses yang dilakukan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan.

Menurut ahli dataran tinggi dr Peter Hackett, aklimatisasi terhadap ketinggian Zona Kematian adalah hal yang mustahil dilakukan. Salah satu risiko terbesar berada di ketinggian 8.000 meter lebih adalah hipoksia atau kurangnya aliran oksigen ke organ-organ di dalam tubuh, termasuk otak.

Bila otak tak mendapatkan cukup oksigen, otak akan mulai membengkak dan memicu terjadinya high altitude cerebral edema (HACE). Pembengkakan pada otak dapat memicu mual, muntah, serta kesulitan untuk berpikir dan membuat pertimbangan.

Otak yang kekurangan oksigen juga dapat membuat pendaki kesulitan untuk memahami lokasi keberadaan mereka sendiri. Mereka juga bisa memasuki fase delirium yang menurut sebagian ahli bisa dianggap sebagai bentuk dari psikosis dataran tinggi.

5. Insomnia hingga kebutaan

Udara yang sangat tipis di Zona Kematian dapat membuat pendaki kesulitan untuk tidur dengan baik. Suhu yang terlampau dingin juga bisa membuat kulit yang tak tertutup pakaian membeku dengan cepat.

Selain itu, berkurangnya aliran darah ke area jari tangan dan kaki bisa memicu frostbite. Pada kasus yang berat, frostbite akan menyebabkan kematian jaringan dan kulit jari. Bila hal ini terjadi, jari yang terdampak biasanya harus diamputasi.

Glare dari salju dan es yang tak berkesudahan di Zona Kematian juga bisa memicu terjadinya kebutaan salju yang membuat pendaki kehilangan penglihatan sementara. Masalah lain yang mungkin terjadi adalah pecahnya pembuluh darah di mata.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler