Diabaikan, DPR Harus Tolak Perppu Cipta Kerja
Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah meminta untuk merevisi UU Cipta Kerja.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo resmi menandatangani Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja. Hal itu diumumkan yang Menko Perekonomian didampingi Menko Polhukam dan Wamenkumham.
Pengamat komunikasi politik Muhammad Jamiluddin Ritonga menilai, keberadaan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 telah mengabaikan keberadaan DPR RI. Karenanya, dia berpendapat, DPR RI sudah seharusnya menolak Perppu Cipta Kerja tersebut.
"DPR RI seharusnya menolak Perppu tersebut. Presiden terkesan sudah tidak menganggap DPR RI," kata Jamiluddin Ritonga, Selasa (3/1).
Padahal, dia mengingatkan, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) sudah meminta untuk merevisi UU Cipta Kerja. Revisi UU Cipta Kerja tidak bisa dilakukan pemerintah sendiri dan UU tersebut memang harus dibahas bersama DPR RI sesuai putusan MK.
Untuk itu, Dosen di Universitas Esa Unggul menekankan, Perppu tersebut telah menabrak tatanan hukum yang berlaku. Ia melihat, konstitusi terkesan ditabrak begitu saja, sehingga DPR RI harusnya marah atas tindakan pemerintah tersebut.
Sebab, DPR terkesan sudah dianggap tidak ada. Maka itu, DPR idealnya menolak Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tersebut. DPR harus berani memposisikan setara dengan presiden. Sebab, dalam konstitusi kedudukan DPR memang setara dengan presiden.
DPR RI, lanjut Jamiluddin, tidak boleh hanya menjadi lembaga stempel pemerintah. Menurut Jamiluddin, DPR RI harus terdepan mewujudkan fungsinya, khususnya fungsi legislasi. Hanya dengan begitu, DPR menjadi terhormat di mata rakyat Indonesia.
"DPR harus kuat, sehingga rakyat bangga atas wakil-wakilnya yang duduk di DPR," ujar Jamiluddin.
Terkait Perppu Cipta Kerja, kritikan demi kritikan sudah dilontarkan berbagai kalangan, termasuk legislator-legislator di DPR RI. Anggota Komisi IX DPR RI, Netty Prasetiyani Aher, mengkritik penerbitan Perppu oleh pemerintah tersebut.
Dia berpendapat, pemerintah tidak menghormati putusan MK dengan menerbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tersebut. Terlebih, MK dalam putusannya menyatakan Omnibus Law Cipta Kerja inkonstitusional, sehingga perlu dilakukan perbaikan.
"Ini hanya akal-akalan pemerintah buat menelikung keputusan MK yang meminta agar UU Cipta Kerja diperbaiki dalam waktu dua tahun. Kenapa diminta untuk diperbaiki karena UU tersebut dianggap cacat secara formil," kata Netty.