Pecatur Dilarang Kembali Ke Iran Karena Berkompetisi Tanpa Memakai Jilbab
Keluarga Khadem yang berada di Iran juga mendapat ancaman.
REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Seorang pecatur Iran tiba di Spanyol pada Selasa (3/1/2023) setelah menerima peringatan untuk tidak kembali ke negaranya. Larangan ini berlaku karena Sara Khadem berkompetisi dalam turnamen catur internasional di Kazakhstan tanpa memakai jilbab.
Khadem, yang lahir pada 1997, berkompetisi dalam FIDE World Rapid and Blitz Chess Championships pekan lalu di Kazakhstan tanpa memakai jilbab. Pemakaian jilbab wajib di bawah aturan berpakaian yang ketat di Iran.
Seorang sumber yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, Khadem menerima beberapa panggilan telepon dari beberapa orang yang memperingatkannya agar tidak pulang ke Iran setelah turnamen. Sementara beberapa orang lainnya menyerukan agar Khadem kembali ke Iran dan mereka berjanji untuk menyelesaikan masalahnya.
Sumber itu juga menyatakan, kerabat dan orang tua Khadem yang berada di Iran juga mendapat ancaman, tanpa memberikan rincian lebih lanjut. Kementerian Luar Negeri Iran tidak menanggapi permintaan komentar atas kasus tersebut.
Khadem, yang juga dikenal sebagai Sarasadat Khademalsharieh, tiba di Spanyol pada Selasa. Dia belum menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Surat kabar Le Figaro dan El Pais pekan lalu melaporkan bahwa Khadem tidak akan kembali ke Iran dan pindah ke Spanyol.
Ancaman yang diterima Khadem melalui telepon membuat penyelenggara memutuskan untuk memberikan keamanan melalui kerja sama dengan polisi Kazakhstan. Empat pengawal ditempatkan di luar kamar hotel Khadem. Menurut situs Federasi Catur Internasional, Khadem berada di peringkat 804 dunia.
Aksi protes besar-besaran terjadi di seluruh penjuru Iran yang menentang kepemimpinan ulama negara itu sejak pertengahan September. Protes dipicu oleh kematian seorang wanita Kurdi Mahsa Amini (22 tahun) dalam tahanan polisi moral. Amini ditangkap dan ditahan oleh polisi moral Iran karena diduga tidak menggunakan jilbab yang sesuai aturan negara.
Undang-undang yang memberlakukan kewajiban penggunaan jilbab telah menjadi titik panas selama kerusuhan. Sejumlah atlet perempuan Iran berkompetisi di luar negeri tanpa menggunakan jilbab.
Protes ini menandai salah satu tantangan paling berani terhadap kepemimpinan Iran sejak Revolusi 1979. Aksi ini telah menarik warga Iran dari semua lapisan masyarakat.