Ketua MA Sempat tak Menduga Kasus Paniai Bakal Sampai Persidangan
Sejak kasus Timor Timur pada 2004 tidak ada perkara HAM masuk,
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua mahkamah Agung (MA) Prof M Syarifuddin mengakui tak menyangka kasus pelanggaran HAM berat Paniai akan tiba ke tahap persidangan. Sehingga MA pun terlambat menyiapkan hakim adhoc HAM.
Hal tersebut disampaikan Syarifuddin saat menjawab pertanyaan wartawan dalam refleksi kinerja MA secara virtual pada Selasa (3/1). Syarifuddin mengakui tak mempersiapkan hakim adhoc HAM karena sudah lama tak ada kasus HAM berat yang disidangkan di Indonesia.
"Sejak kasus Timor Timur (2004) enggak ada perkara HAM masuk, oleh karena itu hakim adhoc HAM jadi tidak ada di peradilan ini," kata Syarifuddin dalam persidangan itu.
Syarifuddin mengungkapkan terlambat mengetahui perkembangan kasus Paniai. Ia baru menyiapkan seleksi hakim adhoc HAM setelah berkas perkara kasus HAM Paniai lengkap.
Para hakim adhoc HAM hasil seleksi MA baru diumumkan pada Juli 2022. Hal ini membuat sidang Paniai tertunda. "Kami nggak tahu kalau perkara itu akan segera masuk ke badan peradilan. Begitu kami tau masuk segera bentuk hakim adhoc HAM. Memang ketika (perkara) masuk ada sedikit menunggu terbentuknya hakim adhoc HAM," ujar Syarifuddin.
Syarifuddin menyebut saat ini sudah ada hakim adhoc HAM di tingkat pertama dan banding. Sedangkan untuk tingkat kasasi masih dalam proses seleksi di Komisi Yudisial. Para hakim adhoc HAM memegang jabatan selama lima tahun sejak dilantik.
"Kalau ada (kasus HAM berat) lagi bertugas. Kalau enggak ada ya nggak bertugas. Tapi keputusan Presiden masih dipegang, mereka masih siap dengan perkara HAM lain jika ada," ucap Syarifuddin.
Sebelumnya, Mayor Infantri Purnawirawan Isak Sattu divonis bebas dalam sidang di Pengadilan Negeri Makassar pada Kamis (8/12). Isak merupakan terdakwa tunggal dalam kasus pelanggaran HAM berat Paniai pada 2014. Majelis hakim meyakini Isak tak terbukti melakukan pelanggaran HAM dalam kasus Paniai.
Atas dasar itulah, Majelis Hakim meyakini Isak Sattu pantas dilepaskan dari semua tuntutan. Sebab Isak dianggap tak terbukti melakukan kejahatan sebagaimana dalam tuntutan Jaksa.
Peristiwa Paniai Berdarah terjadi pada 8 Desember 2014 di Lapangan Karel Gobai, Enarotali, Kabupaten Paniai. Peristiwa itu terkait dengan aksi personel militer dan kepolisian saat pembubaran paksa aksi unjuk rasa dan protes masyarakat Paniai di Polsek dan Koramil Paniai pada 7-8 Desember 2014. Aksi unjuk rasa tersebut berujung pembubaran paksa dengan menggunakan peluru tajam. Empat orang tewas dalam pembubaran paksa itu adalah Alpius Youw, Alpius Gobay, Yulian Yeimo dan Simon Degei.