Ekonom: Penurunan BBM Nonsubsidi akan Dorong Konsumsi Masyarakat
Penurunan harga BBM nonsubsidi dinilai akan mendorong tingkat konsumsi.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) nonsubsidi dinilai akan mendorong tingkat konsumsi masyarakat. Meski begitu, belum bisa diperkirakan seberapa besar pengaruhnya.
"Kalau turun pasti akan mendorong tingkat konsumsi. Itu karena tekanan harganya pasti akan menurun. Akan tetapi, seberapa besarnya kita belum tahu," ujar Ekonom makroekonomi dan pasar keuangan LPEM FEB Universitas Indonesia Teuku Riefky kepada Republika, Rabu (4/1/2023).
Ia menjelaskan, besarnya pengaruh penurunan BBM nonsubsidi tersebut terhadap konsumsi masyarakat tergantung dari perubahan harga itu sendiri. Seperti diketahui, pemerintah telah menurunkan harga BBM nonsubsidi. Kebijakan itu berlaku mulai Januari 2023.
Harga Pertamax turun menjadi Rp 12.800 per liter. Sebelumnya Rp 13.900 per liter. Begitu pula untuk jenis Pertamax Turbo. Semula per liternya seharga Rp 15.200, kini Rp 14.050 per liter.
Produk lainnya yang mengalami penurunan harga yaitu Dexlite yang dibanderol Rp 16.150, sebelumnya Rp 18.300 per liter. Harga Pertamina Dex juga dipangkas dari Rp 18.800 menjadi Rp 16.750 per liter.
Sebelumnya, Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu menilai, peningkatan inflasi inti pada Desember 2022 mencerminkan masih kuatnya konsumsi masyarakat. Hal ini juga tercermin dari kenaikan inflasi beberapa kelompok pengeluaran seperti perumahan, rekreasi, dan perawatan pribadi, serta jasa lainnya.
"Inflasi inti pada Desember 2022 tercatat sebesar 3,36 persen dibanding periode sama tahun sebelumnya (year-on-year/yoy), meningkat dari bulan sebelumnya yang tercatat di angka 3,3 persen (yoy)," kata Febrio dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (3/1/2023).
Secara keseluruhan, laju inflasi meningkat di Desember 2022 yang mencapai 5,51 persen (yoy), naik dari angka November 2022 sebesar 5,42 persen. Peningkatan ini didorong oleh tekanan kenaikan inflasi inti dan harga diatur pemerintah (administered price). Sedangkan dari sisi harga pangan bergejolak masih melanjutkan tren penurunan.
Ia mengungkapkan, tren penurunan inflasi kelompok pangan bergejolak berlanjut di mana tercatat sebesar 5,61 persen (yoy), lebih rendah dari inflasi November yang mencapai 5,7 persen. Namun demikian, dibandingkan dengan bulan sebelumnya (month-to-month/mtm) harga pangan mengalami kenaikan seiring dengan perayaan Natal dan tahun baru (Nataru) serta masuknya musim penghujan seperti daging dan telur ayam, ikan segar, aneka sayuran (antara lain tomat, cabai rawit, bayam), dan beras.