Kala Pemerintah Pede Kita tak akan Seperti China dan Peringatan dari Ahli Epidemiologi

PPKM dicabut, pemerintah pede lonjakan covid seperti di China tak terjadi di sini.

EPA-EFE/ADI WEDA
Warga berjalan di jalur pejalan kaki dengan sebagian tidak mengenakan masker di Jakarta, Kamis (5/1/2023). Pemerintah pada 30 Desember 2022 resmi mencabut penerapan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) Covid-19 yang diberlakukan sejak dini. 2021 hingga untuk mencegah meluasnya virus corona SARS-CoV-2 yang menyebabkan penyakit COVID-19.
Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Dian Fath Risalah, Antara

Baca Juga


Pemerintah Indonesia percaya diri bahwa, lonjakan kasus Covid-19 di China tidak akan terjadi di Tanah Air. Status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pun dicabut dan Indonesia kini berada pada masa transisi dari pandemi ke endemi.

Menurut Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, terkendalinya angka Covid-19 di Indonesia karena sistem kekebalan tubuh masyarakat telah terbentuk. Masyarakat yang telah mendapat vaksinasi dan kemudian terinfeksi, membuat imunitas menjadi lebih kuat.

Berbeda halnya dengan di China. Menurut Budi, China yang menerapkan penguncian wilayah yang ketat membuat imunitas alami masyarakat tidak terbentuk, sehingga terjadi lonjakan kasus.

"Kita, alhamdulillah imunitas penduduk kita kuat, kombinasi dari vaksinasi dan infeksi. Jadi, ada yang secara buatan kita suntik, tapi secara alamiah terjadi. Jadi, di China karena lockdown-nya sangat ketat, yang alamiah itu tidak sebanyak di Indonesia, tidak terbentuk," kata Budi, Selasa (3/1/2022) lalu.

Berkaca pada kondisi tersebut, pemerintah kemudian mencabut aturan PPKM. Pemerintah merasa tidak lagi perl mengetatkan kegiatan masyarakat karena sudah memiliki tingkat imunitas yang tinggi.

Adapun terkait penularan varian BA.5, BA.2.75 dan BF7 yang diduga menjadi pemicu lonjakan kasus Covid-19 di Eropa dan China saat ini, menurut Budi, kasusnya juga sudah ditemukan di Indonesia. Namun, kata dia, Indonesia sudah melewati fase puncak kenaikan kasus BA5.2 dan B.2.75.

Saat dunia disibukkan dengan kenaikan dua varian tersebut, Indonesia justru angka kasusnya telah menurun. Sementara varian BF7 yang teridentifikasi di Indonesia pada Juli 2022 di Bali tak membuat kenaikan kasus secara signifikan. 

 

"Jumlah kasus BF7 (terkonfirmasi) 15, dan tidak ada pergerakan naik," kata dia.

Ke depannya, menurut Budi, mobilitas atau pergerakan masyarakat tidak akan terlalu memengaruhi lonjakan kasus Covid-19. Kemunculan varian-varian baru virus Corona-lah yang memicu kenaikan kasus.

"Memang lonjakan gelombang Covid-19 disebabkan oleh varian baru, data saintifiknya begitu, bukan oleh pergerakan atau mobilitas, itu minor," ujar Budi.

 

 

 

 

Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menilai sangat berbahaya dan tidak berperikemanusiaan bila menyebut imunitas penduduk Indonesia luar biasa kuat karena adanya kombinasi dari vaksinasi dan infeksi Covid-19. Ia meminta jangan sampai ada pemahaman membiarkan masyarakat terinfeksi Covid-19 secara alamiah agar imunitas terbentuk dengan sendirinya.

"Ini salah dan berbahaya, karena imunitas alamiah itu dalam konteks membiarkan masyarakat terinfeksi secara alami sangat tak manusiawi dan itu menyebabkan kematian. Bukan kekebalan yang muncul tapi kematian," ujar Dicky saat dikonfirmasi Republika, Rabu (4/1/2023).

Saat ini, lanjut Dicky, fakta ilmiah membuktikan efektivitas vaksinasi sudah jauh menurun dalam memberikan proteksi dan menekan angka penularan tidak. Namun, vaksinasi hingga kini terbukti masih berfungsi untuk mencegah fatalitas hingga kematian.

"Tapi karena subvarian mutasi terus ini jadi petaka bagi China, modal imunisasi yang mereka gunakan tak mampu memproteksi mereka," tutur Dicky.

Karena, selama ini China hanya menggunakan vaksin buatan mereka. Padahal untuk subvarian Omicron vaksin yang efektif untuk menangkal adalah messenger RNA (mRNA) Covid-19 .

"Ilmu pengetahuan juga membuktikan efektifnya mRNA menjadi booster, namun karena politik di China mereka tidak mau memakai vaksin itu, baru sekarang mereka mau. Jadi ini masalah imunitas ya, bukan hanya dibiarkan terinfeksi, salah besar itu dan berbahaya," tegasnya.

 

Karikatur opini Varian Baru Covid-19 - (republika/daan yahya)

 

Ketua Satgas Penanganan Covid-19 Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Prof Zubairi Djoerban mengatakan, masyarakat perlu tetap mematuhi protokol kesehatan (prokes) meskipun PPKM di Indonesia sudah resmi dicabut.

"Prinsip dasarnya untuk masyarakat bahwa kalau kita tertular Covid-19 tolong diingat bahwa kita bisa menyebarkan virus ini ke orang lain namun juga ke keluarga sendiri ayah, ibu, anak, keluarga terdekat, dan orang yang tinggal serumah," ucapnya, Kamis (5/1/2022).

Untuk menghindari penularan Covid-19, kata dia, masyarakat diharapkan tetap memakai masker di ruang tertutup, menghindari orang yang sakit atau yang berisiko tinggi tertular Covid-19, dan melakukan isolasi untuk memisahkan orang yang sakit dan tidak agar virus tidak menyebar.

Zubairi menjelaskan, alasan pemerintah mencabut PPKM karena angka kasus baru terkonfirmasi, kasus meninggal dan tempat tidur rumah sakit sudah jauh menurun serta angka positivity rate tetap rendah dan imunitas atau herd immunity masyarakat juga tinggi sehingga indikator tersebut mendukung untuk dicabutnya PPKM. Ia mengatakan, sejak PPKM dicabut ada beberapa perubahan peraturan dalam kerumunan, termasuk juga peraturan perjalanan dalam dan luar negeri, seperti tidak ada lagi pembatasan kapasitas maupun aktivitas pengunjung di mall atau pusat perbelanjaan, namun tetap diimbau untuk melakukan pindai aplikasi PeduliLindungi, dan pelaku perjalanan dalam negeri usia 18 tahun ke atas harus sudah divaksin dosis ketiga.

"Namun, tidak wajib menunjukkan negatif tes RT PCR atau antigennya. Jadi, harus vaksin namun tidak wajib hasil tes antigen maupun PCR," ucap Zubairi.

Hal yang sama juga berlaku untuk pelaku perjalanan usia di atas 60 tahun dengan komorbidsudah tidak perlu lagi menunjukkan hasil negatif tes PCR maupun antigen. Sedangkan pelaku perjalanan keluar negeri kewajibannya tetap menunjukkan sertifikat vaksin penguat dan jika memiliki gejala panas tinggi di atas 37,5 derajat Celcius wajib menjalani pemeriksaan PCR untuk konfirmasi.

Selain itu, Zubairi juga mengingatkan untuk selalu melakukan pindai aplikasi PeduliLindungi saat memasuki pusat perbelanjaan agar kasus aktif bisa tetap terlacak. Ia berharap pemerintah tetap memantau ketat kenaikan kasus baru dan memenuhi cakupan vaksin penguat satu dan dua, serta tetap memantau adanya varian virus baru dan gejala mirip Covid-19 seperti batuk, sesak nafas, panas tinggi, nyeri otot, dan diare.

Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) menyatakan bahwa kapasitas pemeriksaan Covid-19 tetap harus diperkuat meskipun pemerintah telah mencabut PPKM.

"Kapasitas pemeriksaan, pelacakan, dan penanganan Covid-19 perlu tetap diperkuat guna mengantisipasi penyebaran Covid-19 kendati PPKM telah dicabut," kata Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Kesehatan dan Pembangunan Kependudukan Kemenko PMK Agus Suprapto dihubungi di Jakarta, Jumat (6/1/2022).

Agus mengatakan, bahwa meskipun PPKM telah dicabut, pandemi Covid-19 belum berakhir sehingga program pengendalian Covid-19 masih tetap dilanjutkan. Agus menekankan, bahwa peningkatan kapasitas pemeriksaan, pelacakan, dan penanganan Covid-19 merupakan kunci utama untuk menekan penyebaran Covid-19.

"Hal ini bertujuan untuk mencegah potensi penyebaran Covid-19 sebagaimana konsep pengendalian penyakit menular yang selama ini telah dilakukan," katanya.

 

Kemenko PMK, kata dia, juga memastikan kemudahan akses bagi masyarakat yang ingin melakukan tes Covid-19.

"Seperti yang pernah kami sampaikan sebelumnya bahwa semakin banyak jumlah tes maka akan semakin baik, karena jumlah kasus di masyarakat secara riil akan dapat diketahui," katanya.

 

Subvarian omicron BF. 7 - (Republika)

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler