PN Jaksel: Video Orang Mirip Hakim Kasus Ferdy Sambo Upaya Mendegradasi Moral

PN Jaksel mengaku belum bisa memverifikasi kebenaran video yang beredar.

Republika/Thoudy Badai
Terdakwa Ferdy Sambo (kanan) dan Putri Candrawathi (kiri) bersiap menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (3/1/2023). Sidang tersebut beragendakan pemeriksaan ahli meringankan yakni Said Karim sebagai ahli hukum acara pidana dan kriminologi. Dalam sidang tersebut, Said karim dimintai keterangan ahli dalam perkara dugaan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang menyeret lima terdakwa diantaranya Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Richard Eliezer, Kuat Maruf dan Ricky Rizal. Republika/Thoudy Badai
Rep: Bambang Noroyono Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menuding adanya upaya mendegradasi moralitas majelis hakim sidang kasus pembunuhan Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J). Hal itu disampaikan Pejabat Humas PN Jaksel Djuyamto soal beredarnya video rekaman yang menampilkan orang mirip hakim Wahyu Iman Santosa sedang membicarakan dan berkomunikasi tentang proses, serta putusan hukuman terhadap terdakwa Ferdy Sambo.

Baca Juga


Djuyamto mengatakan, di internal di PN Jaksel, memang belum melakukan verifikasi maupun pemeriksaan internal terhadap hakim Wahyu Iman terkait video yang beredar di publik tersebut. Namun, menurutnya, beredarnya video tersebut, menjadi penggiringan opini yang dilakukan pihak tertentu. Penggiringan opini ini diduga untuk menjadikan majelis hakim sebagai sasaran kritik masyarakat karena dinilai membocorkan putusan para pengadil.

“Di situ kita melihat ada framing. Ada framing dan narasi bahwa disebut itu membocorkan putusan. Tapi itu tidak benar. Apa yang mau dibocorkan. Karena putusannya kan belum ada,” kata Djuyamto saat ditemui wartawan di PN Jaksel, Jumat (6/1/2023).

Djuyamto mengatakan, proses sidang kasus pembunuhan Brigadir J masih terus berlangsung. Pekan mendatang, sidang kasus tersebut dijadwalkan untuk mulai dilakukan penuntutan terhadap lima terdakwa Pasal 340 subsider Pasal 338 KUH Pidana.

Dalam kasus pembunuhan di komplek perumahan Polri Duren Tiga 46 Jaksel, Jumat (8/7/2022) itu menjadikan mantan kadiv Propam Mabes Polri Ferdy Sambo sebagai terdakwa utama. Sementara, sang istri, Putri Candrawathi pun dijadikan terdakwa dalam perkara tersebut. Termasuk dua ajudan, Bharada Richard Eliezer  (RE), dan Bripka Ricky Rizal (RR), serta Kuat Maruf (KM).

Kelima terdakwa itu terancam pidana mati, atau penjara seumur hidup, atau selama-lamanya pidana 20 tahun. Di persidangan kasus tersebut mendaulat Wahyu Iman Santosa sebagai ketua majelis hakim persidangan.

Namun kemarin Rabu (4/1/2023) beredar di media sosial video yang merekam orang mirip hakim Wahyu Iman duduk di sofa hitam sedang berbincang dan menelepon seseorang. Dalam video tersebut, dinarasikan hakim Wahyu Iman sedang menelepon seseorang yang diduga Kabareskrim Komisaris Jenderal (Komjen) Agus Andrianto.

Komjen Agus adalah salah satu anggota Tim Khusus Polri yang melakukan penyidikan terkait kasus pembunuhan Brigadir J tersebut. Disebutkan dalam pembicaraan telepon itu, hakim Wahyu Iman menyampaikan kepada Komjen Agus, tentang rencana vonis hukuman penjara seumur hidup, untuk terdakwa Ferdy Sambo.

Dalam video itu, juga orang mirip hakim Wahyu Iman, yang sedang berbincang dengan seorang lain yang bersuara perempuan. Dalam pembicaraan itu, hakim Wahyu Iman menyampaikan tentang proses persidangan terdakwa Ferdy Sambo. Video tersebut merekam penyampaian hakim Wahyu Iman yang tak percaya dengan kronologis peristiwa penembakan Brigadir J versi tedakwa Ferdy Sambo.

Hakim Wahyu Iman dalam video tersebut, juga menegaskan tak membutuhkan pengakuan dari Ferdy Sambo yang sampai saat ini tak mengaku melakukan perencanaan, dan pembunuhan terhadap Brigadir J.

“Jadi ini kan seperti ada framing di video tersebut seperti membocorkan putusan. Padahal tuntutan saja belum dilakukan. Dan pernyataan beliau (hakim Wahyu Iman) itu, hanya normatif menjelaskan tentang Pasal 340 (dan Pasal 338). Bahwa menurut ketentuan, ya itu dijelaskan bisa hukuman mati, bisa hukuman seumur hidup,” terang Djuyamto melanjutkan.

Kata dia, pun video rekaman tersebut tak utuh. “Dan itu juga sepertinya pembicaraan sepotong-sepotong,” sambung Djuyamto.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler