Sri Mulyani Minta Perbankan Waspadai Banyak Ancaman pada 2023

IMF memprediksikan 30-40 persen perekonomian negara dunia alami resesi.

Dok. Bank Muamalat
pelayanan Bank Muamalat
Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan Indonesia perlu waspada terhadap berbagai potensi risiko mulai dari resesi, utang, geopolitik hingga perubahan iklim yang akan mengancam perekonomian global pada tahun ini.

"Saya ingin sampaikan beberapa alasan untuk kita waspada (pada 2023) sebelum kita optimis (pada 2023)," katanya dalam CEO Banking Forum di Jakarta, Senin (9/1/2023).

Sri Mulyani menuturkan potensi resesi tahun ini salah satu mulai tercermin dari Dana Moneter Internasional (IMF) yang memperkirakan ekonomi global 2023 hanya tumbuh 2,7 persen.

Perkiraan IMF terhadap ekonomi global 2023 tersebut lebih rendah dibandingkan perkiraannya untuk pertumbuhan ekonomi 2022 yang sebesar 3,2 persen bahkan realisasi pertumbuhan enam persen pada 2021.

Melalui perkiraan itu, IMF pun memprediksikan 30 persen sampai 40 persen dari perekonomian negara-negara di dunia akan mengalami resesi pada tahun ini.

Selain ancaman resesi, dunia turut dihadapkan dengan adanya utang negara yang sudah tidak berkelanjutan atau berkelanjutan pada 2023.

Terdapat lebih dari 63 negara di dunia yang utangnya dalam kondisi mendekati bahkan sudah tidak berkelanjutan hingga hal ini menjadi salah satu topik utama dalam gelaran Presidensi G20 Indonesia.

"Tahun 2023 dunia harus menjinakkan inflasi dengan menaikkan suku bunga pada saat debt stock-nya tinggi pasti berdampak tidak hanya resesi tapi di berbagai negara yang utangnya sangat tinggi berpotensi mengalami debt crisis," jelas Sri Mulyani.

Terlebih lagi, ia mengatakan utang negara-negara di sekitar Asia Selatan saat ini semuanya sedang kondisi stres mulai dari Bangladesh, Sri Lanka dan Pakistan masuk menjadi pasien IMF.

Tak hanya berhenti sampai di situ, pergeseran fundamental yang terjadi pada geopolitik turut memperparah dunia yang sedang dihadapkan dalam kondisi risiko ekonomi dan keuangan karena akan mengganggu supply chain global.

Sementara krisis yang tak kalah mengancam adalah terkait perubahan iklim yang saat ini aspek tersebut sudah menjadi pembicaraan mainstream di dunia termasuk dalam pasar keuangan.

Sri Mulyani menjelaskan perubahan iklim juga menjadi topik utama dalam G20 termasuk mengenai keuangan berkelanjutan dan memasukkan risiko perubahan iklim terhadap setiap keputusan perencanaan penganggaran di sektor keuangan.

"Termasuk perbankan, Anda akan mengalami regulasi yang harus dipertimbangkan di mana climate change menjadi faktor risiko yang diakui bisa mempengaruhi tidak hanya sustainability tapi juga sistematically important," tegasnya.


Baca Juga


sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler