Menkumham: Pemerintah Berkeinginan Selesaikan Kasus Pelanggaran HAM Berat

Menkumham Yasonna sebut pemerintah ingin menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.

Dok Kemenkumham
Menkumham Yasonna Laoly. Yasonna sebut pemerintah ingin menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat.
Rep: Dessy Suciati Saputri Red: Bilal Ramadhan

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly menegaskan, pemerintah berkomitmen untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat masa lalu. Saat ini, pemerintah fokus untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat melalui jalur non yudisial.

Baca Juga


Apalagi, pemerintah juga sudah membentuk Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran HAM Berat (PPHAM). “Ini sekarang kita non judisial dulu. Ini kan yang membuat keputusan ini kan orang-orang yang sangat kredibel. Jadi saya kira kita yang pasti pemerintah sangat berkeinginan menyelesaikan itu,” jelas Yasonna di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (12/1).

Yasonna mengatakan, terdapat sejumlah hal yang tidak bisa dilanjutkan dengan pro justicia. Namun hal ini bukan berarti pemerintah tidak ingin menyelesaikan kasus pelanggaran HAM berat. Menurut dia, penyelesaian kasus HAM berat melalui jalur yudisial akan dilakukan berdasarkan bukti-bukti yang ada.

“Ya (komitmen yudisial) itu kan nanti apa, tergantung data (dan) bukti-bukti yang ada,” ujarnya.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengakui ada kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM) berat di berbagai peristiwa yang terjadi di Indonesia. Jokowi pun menyesal terjadinya peristiwa pelanggaran HAM berat tersebut.

“Dengan pikiran yang jernih dan hati yang tulus saya sebagai Kepala Negara Republik Indonesia mengakui bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang berat memang terjadi di berbagai peristiwa,” ujar Jokowi dalam keterangan pers yang disampaikan di Istana Merdeka, Rabu (11/1).

Jokowi menyebut terdapat 12 kasus pelanggaran HAM berat yang terjadi di Indonesia. Kasus pelanggaran HAM berat tersebut yakni peristiwa 1965-1966, peristiwa penembakan misterius 1982-1985, peristiwa Talangsari, Lampung 1989, peristiwa Rumoh Geudong dan Pos Sattis Aceh 1989, peristiwa Penghilangan Orang Secara Paksa 1997-1998, peristiwa Kerusuhan Mei 1998, dan peristiwa Trisakti dan Semanggi I - II 1998-1999.

Selain itu ada pula peristiwa Pembunuhan Dukun Santet 1998-1999, peristiwa Simpang KKA, Aceh 1999, peristiwa Wasior Papua 2001-2002, peristiwa Wamena, Papua 2003, dan peristiwa Jambo Keupok Aceh 2003.

Jokowi pun memberikan simpati dan empati yang mendalam kepada para korban dan keluarga korban. Ia juga menegaskan, pemerintah akan berupaya untuk memulihkan hak-hak para korban secara adil dan bijaksana tanpa menigasikan penyelesaian yudisial.

“Kedua saya dan pemerintah berupaya sungguh-sungguh agar pelanggaran hak asasi manusia yang berat tidak akan terjadi lagi di Indonesia pada masa yang akan datang,” ujarnya.

Jokowi juga meminta Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD untuk mengawal upaya-upaya konkret pemerintah agar hal-hal tersebut bisa terlaksana dengan baik.

“Semoga upaya ini menjadi langkah yang berarti bagi pemulihan luka sesama anak bangsa guna memperkuat kerukunan nasional kita dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia,” kata Jokowi.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler