Ini Upaya Pemprov Jateng Jaga Predikat Daerah Lumbung Pangan

Produktivitas lahan pertanian per hektare dapat didongkrak dan dioptimalkan.

ANTARA FOTO/Oky Lukmansyah
Buruh tani mencabut bibit padi untuk dipindahkan ke lahan sawah di Desa Pesarean, Tegal, Jawa Tengah.
Rep: Bowo Pribadi Red: Yusuf Assidiq

REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG -- Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah terus menjaga produktivitas pertanian di daerahnya saat luas lahan pertanian kembali berkurang untuk kebutuhan proyek infrastruktur nasional maupun pengembangan wilayah.

Ikhtiar ini dilakukan dengan mengoptimalkan regulasi tentang tata ruang serta melakukan konservasi lahan subur. Selain itu, intensifikasi dan diversifikasi produksi pertanian juga terus dimaksimalkan.

Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mengatakan, untuk menjaga dan merawat Jateng sebagai salah satu daerah penghasil pangan dan lumbung pangan nasional telah dilakukan dengan berbagai upaya.

Misalnya dengan menggenjot intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas padi dan beras atau pangan dalam arti luas. Hasilnya sudah dapat dicapai dengan statistik produktivitas lahan  pertanian per hektare.

"Beberapa waktu lalu produktivitas gabah di Jateng mencapai 9,7 ton dengan produktivitas beras rata-rata telah mencapai kisaran 5,6 ton hingga 5,8 ton per hektare," ungkapnya di Semarang, Sabtu (14/1/2023).

Menurut orang nomor satu di Provinsi Jateng ini,  produktivitas yang sudah dicapai itu harus ditingkatkan lagi, tujuannya agar produksi beras wilayah setempat tetap mampu memenuhi dan menopang kebutuhan beras nasional.

Langkah ini harus didukung dengan mengoptimalkan penataan ruang dan konservasi lahan subur. Sebab sekarang tata ruang semakin 'bersaing' dengan kebutuhan lahan untuk industri, perumahan dan sebagainya.

Strategi lainnya lahan subur yang ada di Jateng juga terus dikonservasi serta intensifikasinya juga harus didorong terus agar produktivitas lahan pertanian per hektare dapat didongkrak dan dioptimalkan.

Jika rata-rata produktivitas beras masih 5,6 hingga 5,8 ton per hektare padi, harus didorong dan ditingkatkan lagi. Maka strategi ini juga harus didukung dengan pengembangan sistem dan kontrol yang baik agar datanya juga semakin valid.

Karena data yang valid itu akan menjadi acuan agar 'geger' kebijakan impor beras seperti beberapa waktu lalu tidak akan terjadi. "Maka sistem ini harus dibangun dan dikontrol dengan baik agar tidak seperti yang kemarin- kemarin," tegasnya.

Masih terkait data produktivitas, Ganjar memaparkan dari sisi produktivitas sudah bisa menutup kebutuhan di Jateng. Bahkan ada sisa sehingga dapat dibagikan atau dikirim ke tempat lain. Misalnya ke Jakarta, Kalimantan Tengah, dan sebagainya.

"Maka kenapa kita butuh data pertanian kita. Mudah-mudahan sensus pertaniannya nanti bisa jadi basis data untuk memperbaiki semua karena problem turunannya masih banyak," ujar dia.


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler