Umat Muslim Khawatir Yunani akan Hapus Jejak Ottoman-Turki di Trakia Barat
Pemerintah Yunani berencana untuk membangun lapangan di atas makam kuno Ottoman
REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL — Komunitas Muslim Turki di Barat Laut Yunani masih dilingkupi kekhawatiran dan ketakutan, atas rencana Yunani menghapus warisan sejarah Ottoman-Turki di wilayah tersebut, yang berasal dari abad ke-14.
Kecurigaan itu terus muncul setelah sebelumnya, mereka berupaya meratakan pemakaman Muslim era Ottoman dan berencana mengubahnya menjadi lapangan sepak bola.
Kecurigaan muncul setelah upaya oleh Kotamadya Bulustra (Avdira) Provinsi Iskeçe (Xanthi) sekitar setahun yang lalu untuk membangun lapangan sepak bola di atas pemakaman Muslim era Ottoman di Horozlu (Petinos).
Rencana otoritas Yunani untuk mengubah kuburan menjadi lapangan olahraga digagalkan setelah Ankara mengalihkan perhatian internasional terhadapnya dengan mengecam kehancurannya dan menyerukan pemulihannya ke "keadaan sebelumnya".
"Yunani melakukan segala yang bisa untuk menghapus semua jejak sejarah Ottoman, baik itu pemandian, masjid, madrasah atau kuburan, di seluruh negeri dan di Trakia Barat," kata mufti (ulama Muslim) dari komunitas di Iskece, dilansir dari Daily Sabah, Ahad (15/1/2023).
Berbicara kepada Anadolu Agency (AA) pada Rabu (11/1/2023), seorang wakil dari partai oposisi sayap kiri PASOK, Burhan Baran, mengatakan masyarakat memilih anggota dewan pengawas yang akan bertanggung jawab untuk mengikuti kasus tersebut, tetapi otoritas Yunani belum menyetujuinya. “Sangat wajar bagi kami untuk curiga tentang alasan di balik ini," kata Baran.
Dia menjelaskan bahwa masyarakat mengimbau dewan kota untuk membersihkan batu nisan era Ottoman yang tersebar di antara pepohonan di daerah yang dulunya adalah hutan.
Baca juga: Kisah Pembantaian Brutal 20 Ribu Muslim Era Ottoman Oleh Pemberontak Yunani
“Mereka memberi kami alat dan kami menugaskan dua imam kami untuk menemukan dan melihat batu nisan. Setelah kami memahami bahwa tidak mungkin untuk membersihkan area tersebut karena situs tersebut sangat kuno, kami meminta pemerintah kota untuk menghentikan pekerjaan, berharap dapat membersihkan dengan bantuan dari warga setempat,” ungkap Baran.
“Saat masih dalam pembicaraan, Wali Kota Bulustra tiba-tiba meminta dewan kota untuk menyetujui pembangunan lapangan sepak bola dan taman,” katanya.
Komunitas tersebut kemudian mengajukan petisi kepada otoritas Yunani yang kompeten, termasuk dari kementerian pendidikan dan urusan agama. Kami berhasil menghentikan rencana pemerintah kota atas pemakaman tersebut
“Yang saya inginkan adalah menjaga makam yang merupakan peninggalan sejarah ini, salah satu elemen pemersatu kita,” tegasnya.
Seorang jurnalis lokal terkemuka, Cengiz Omer, berpendapat bahwa upaya pemerintah kota adalah bagian dari rencana yang lebih besar untuk memusnahkan properti dan perkebunan milik yayasan komunitas minoritas.
“Kepala kotamadya yang berusaha membangun lapangan sepak bola di atas kuburan dikenal karena sentimen anti-Turki,” tambahnya.
Secara keseluruhan, kata Omer, itu adalah rencana niat buruk yang bertujuan untuk menghapus warisan ratusan tahun kehadiran Turki-Ottoman di wilayah tersebut.
Wilayah Thrace Barat dekat perbatasan timur laut Yunani dengan Turkiye adalah rumah bagi populasi minoritas sekitar 150 ribu Muslim Turki.
“Hak-hak komunitas ini dijamin di bawah Perjanjian Lausanne 1923, tetapi situasinya terus memburuk bagi orang-orang Turki Thracian Barat. Melihat kehadiran komunitas sebagai "sandera" dari hubungannya dengan Turki.
Pemerintah Yunani telah melakukan banyak pelanggaran terhadap kewajibannya dan putusan Pengadilan Hak Asasi Manusia Eropa (ECtHR) selama bertahun-tahun.
Misalnya, menutup sekolah dan masjid, melarang penggunaan istilah "Turki" atas nama sekolah dan yayasan mereka, dan melarang mereka memilih perwakilan agama mereka.
Pada 2022, Yunani menutup emoat sekolah, memblokir pemilihan pemimpin agama seempat dan mencegah masyarakat melakukan sholat idul fitri di depan umum.
Turki telah lama mengkritik Yunani karena merampas hak dan kebebasan dasar komunitas mereka. Presiden Recep Tayyip Erdogan menyerukan agar dunia Islam tidak lagi menjadi penonton penganiayaan terhadap minoritas Turki dan populasi Muslim di negara itu, tetapi tampaknya tidak berhasil.
Baca juga: dailysabah