Tolak Sistem Proporsional Tertutup Pemilu, Perludem Ajukan Jadi Pihak Terkait di Sidang MK

Sidang perdana gugatan sistem proporsional terbuka digelar Selasa (24/1/2023).

Mahkamah Konstitusi, ilustrasi
Rep: Febryan A Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menolak pemilihan legislatif (Pileg) kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. Karena itu, Perludem mengajukan diri menjadi pihak terkait ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk sidang uji materi Pasal 168 UU Pemilu, yang mengatur pileg menggunakan sistem proporsional terbuka. 

Baca Juga


"Perludem sedang menunggu Mahkamah untuk menerima dan menetapkan Perludem sebagai Pihak Terkait dalam uji materil, sekaligus menunggu proses persidangan berikutnya," kata Ketua Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati lewat siaran persnya, Kamis (19/1/2023). 

Ninis, sapaan akrab Khoirunnisa, mengatakan pihaknya punya empat argumentasi mengapa menolak sistem proporsional tertutup alias pemilih hanya mencoblos partai. Pertama, perubahan sistem pemilu seharusnya dilakukan dalam proses legislasi di parlemen, bukan di MK. Sebab, perubahan sistem pemilu akan berdampak luas sehingga setiap perubahannya harus dilakukan secara hati-hati, demokratis, dan partisipatif di parlemen. 

Kedua, penerapan sistem proporsional tertutup bakal membuat pemilih tidak lagi bisa menentukan caleg yang diinginkan karena hanya bisa mencoblos partai. Sedangkan dalam sistem proporsional terbuka yang berlaku sekarang, pemilih bisa mencoblos caleg yang diinginkan. 

Ninis mengatakan, dalam sistem proporsional terbuka, partai punya otoritas penuh dalam menentukan caleg. Sedangkan pemilih memegang otoritas dalam menentukan caleg yang akan duduk di parlemen. "Sistem pemilu proporsional terbuka ... mendorong calon anggota legislatif untuk bersetia kepada dua aktor utama sekaligus (partai dan pemilih)," katanya. 

Ketiga, sistem proporsional tertutup berpotensi memunculkan transaksi politik antara caleg dan elite partai. Selain itu, proporsional tertutup bakal memperburuk demokrasi di internal partai. 

Ninis menjelaskan, dua masalah itu berpotensi muncul karena dalam sistem proporsional tertutup, pemenang kursi ditentukan oleh nomor urut caleg. Dengan begitu, caleg akan melakukan segala cara untuk mendapatkan nomor urut teratas. 

Keempat, penerapan sistem proporsional terbuka yang diatur dalam UU Pemilu tidak mengandung permasalahan konstitusional dan tidak terdapat permasalahan ketidakpastian hukum. Secara penerapan, sistem proporsional terbuka sudah dipakai sejak Pemilu 2009. 

Menurut Ninis, gugatan uji materi atas sistem proporsional terbuka ini merupakan upaya menarik dan memaksa MK ke ranah penentuan sistem pemilu yang jelas bukan ranahnya. Jika MK mengabulkan gugatan tersebut, maka akan berdampak serius terhadap bangunan sistem penyelenggaraan pemilu. 

"Jika nanti Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa sistem pemilu yang paling konstitusional adalah sistem pemilu proporsional daftar tertutup, maka (lembaga pembentuk undang-undang) tidak bisa lagi melakukan evaluasi, perbaikan, dan pembenahan atas sistem pemilu," ujar Ninis. 

 


 

MK bakal menggelar sidang lanjutan atas gugatan uji materi sistem pileg ini pada Selasa (24/1/2023). Para penggugat, yang salah satunya kader PDIP, diketahui meminta hakim konstitusi memutuskan sistem proporsional terbuka melanggar UUD 1945, dan memutuskan pileg kembali menggunakan sistem proporsional tertutup. 

Sikap partai politik terbelah terkait gugatan ini. Delapan partai parlemen dan PSI mendukung sistem proporsional terbuka. Sedangkan PDIP, Partai Bulan Bintang (PBB), dan Partai Buruh mendukung sistem proporsional tertutup. 

Tak hanya menyatakan sikap mendukung salah satu sistem, partai dari kedua kubu ini juga mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam sidang MK. PKS, Nasdem, dan PSI mengajukan diri sebagai pihak terkait agar MK tidak mengabulkan gugatan penggugat. Sedangkan PBB menjadi pihak terkait untuk mendukung dalil penggugat.

Ketua Umum PBB Yusril Ihza Mahendra bersama Sekretaris Jenderalnya Afriansyah Noor mendaftar sebagai pihak terkait secara langsung di Gedung MK, Jakarta, Jumat (13/1/2023).  Yusril menyebut, PBB sudah berkomunikasi dengan PDIP sebelum mengajukan permohonan sebagai pihak terkait.

"Ini kerja sama yang baik lah antara PDIP dan PBB. Ini awalnya dan akan berlanjut terus Insya Allah untuk waktu yang akan datang, sehingga kelompok nasionalis dan Islam bisa bersatu," kata Yusril kepada wartawan di Gedung MK. 

Kendati begitu, Yusril menyadari bahwa sikap PBB dan PDIP mendukung sistem proporsional tertutup ini berseberangan dengan mayoritas partai politik di Tanah Air. Delapan partai parlemen dan sejumlah partai non-parlemen diketahui mendukung sistem proporsional terbuka. Bahkan tiga partai sudah mengajukan diri sebagai pihak terkait ke MK untuk mendukung sistem proporsional terbuka. 

"Memang pendapat kami ini tidak didukung oleh mayoritas partai. Kelihatannya yang sepedapat hanya PDIP dengan PBB," ujar Yusril. 

 

Ilustrasi Jokowi dan Pemilu - (republika/mardiah)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler