Pakar Kesehatan Inggris: Bawa Cake ke Tempat Kerja Sama Buruknya dengan Paparan Asap Rokok

Inggris tengah berjuang melawan obesitas.

Republika/Reiny Dwinanda
Cake (Ilustrasi). Membawa cake ke kantor dapat membuat rencana makan sehat orang lain berantakan, menurut pakar asal Inggris.
Rep: Umi Nur Fadhilah Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengawas makanan terkemuka Inggris mengatakan bahwa membawa cake ke kantor sama buruknya dengan asap rokok pasif. Mengapa begitu?

Ketua Food Standards Agency, Susan Jebb, mengungkapkan kekesalannya karena dia meyakini bahwa tidak cukup hanya mengandalkan tekad untuk menghentikan orang Inggris menyantap makanan berlemak dan tidak sehat. Dia mendesak pemerintah untuk mendorong terciptanya lingkungan yang mendukung orang untuk makan lebih baik.

Inggris tengah berjuang melawan obesitas yang melanda warganya. Orang disebut obesitas jika indeks massa tubuhnya antara 30-39,9.

The Guardian melaporkan lebih dari 42 juta orang dewasa di Inggris akan kelebihan berat badan atau obesitas pada 2040. Mereka berisiko lebih tinggi terkena 13 jenis kanker.

Baca Juga



Data Cancer Research UK (CRUK) menunjukkan bahwa 71 persen orang Inggris akan kelebihan berat badan pada 2040. Angkanya naik dari 64 persen saat ini.

Dari jumlah tersebut, hampir 36 persen orang dewasa (21 juta orang) akan mengalami obesitas. Badan amal tersebut menggambarkan angka-angka itu sebagai hal yang "mengejutkan".

Obesitas menjadi masalah jamak lantaran orang Inggris sebagian besar tidak menerapkan pola makan sehat. Mereka juga menyukai minuman manis dan kurang berolahraga.

Dikutip dari BBC, orang kantoran di Inggris cenderung makan sandwich di meja kerja ketimbang memanfaatkan waktu istirahat untuk makan siang dengan gizi seimbang. Paul Gately, seorang profesor  di Leeds Beckett University yang mendalami olahraga dan obesitas menyebut makan sambil mengerjakan hal lain membudaya di Inggris.

"Lalu, satu-dua jam kemudian, kita merasa lapar dan makan lagi. Begitu terus," ujar Prof Gately.

Jebb mengatakan banyak orang menganggap dirinya sebagai orang rasional, cerdas, berpendidikan yang membuat pilihan berdasarkan informasi sepanjang waktu. Namun, orang-orang itu tidak jarang meremehkan kondisi lingkungan.

"Jika tidak ada yang membawa cake ke kantor, saya tidak akan makan kue di siang hari, tetapi karena orang membawa kue, saya memakannya. Sekarang, oke, saya telah membuat pilihan, seperti orang-orang membuat pilihan untuk pergi ke pub berasap," kata Jebb, dilansir The Sun, Kamis (19/1/2023).

Jebb berpendapat asap rokok merugikan orang lain, membuat orang lain menjadi perokok pasif. Hal yang sama berlaku untuk makanan.

Jebb berargumen, ketika seorang perokok memutuskan berhenti, maka dia perlu memiliki lingkungan yang mendukung usahanya. Namun, hal itu tampaknya belum berlaku untuk makanan.

Selain itu, menurut Jebb, kebanyakan dokter mengabaikan pentingnya edukasi pasien tentang berat badan dan pola makan karena mereka terlalu takut untuk memulai pembicaraan. Jebb juga kecewa kepada para menteri karena menunda larangan makanan cepat saji di beberapa wilayah Inggris.

Semasa masih menjabat, pada tahun lalu, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mencabut larangan iklan junk food. Sebelumnya, larangan itu membuat iklan junk food tidak bisa tayang sebelum pukul 21.00 waktu setempat dalam upaya membantu mengekang obesitas. Johnson juga membatalkan rencana untuk melarang promo Beli Satu Gratis Satu demi meringankan krisis biaya hidup.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler