Pengamat Desak Skema Power Wheeling di RUU EBT Dihapus
Skema power wheeling membuat masyarakat tidak terlindungi dari sisi harga listrik.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Rencana penerapan skema power wheeling yang diatur dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru Terbarukan (EBT) dinilai telah menyalahi konstitusi. Sebab tidak memberikan perlindungan ke masyarakat dan negara.
Peneliti di Alpha Research Database Ferdi Hasiman mengatakan, skema power wheeling merupakan pemanfaatan bersama jaringan tenaga listrik, dengan begitu produsen listrik swasta (independent power producer/IPP) bisa menjual listrik langsung ke masyarakat dengan jaringan transmisi dan distribusi yang dimiliki dan dioperasikan PLN.
Ferdi khawatir jika skema tersebut diterapkan maka pihak swasta dengan bebas mengeruk keuntungan, sebab listrik yang dijual bisa dipatok dengan harga keekonomian dan sulit dikontrol. Hal ini tentu akan memberatkan masyarakat.
"Persoalannya bagaimana pengawasannya jika lemah? takutnya perusahaan swasta ini banyak cari untung," kata Ferdi dalam keterangannya, Ahad (22/1/2023).
Menurut Ferdi, skema power wheeling melawan konstitusi baik Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan Undang-Undang (UU) Nomor 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan. Pasalnya, rencana tersebut membuat masyarakat tidak terlindungi dari sisi harga listrik, selain itu PLN yang diberikan mandat sebagai badan usaha yang mengelola kelistrikan.
"Jadi itu melawan konstitusi, DPR ini tugasnya mengawal konstitusi atapnya berdasarkan UUD ini sudah menyalahi jalur. Ini melanggar dua konstusi, UUD dan UU Ketenagalistirkan, untuk UU ketenagalistrikan jelas memberikan mandat perlindungan ke PLN," ungkapnya.
PLN telah melakukan investasi besar dalam memperluas dan meningkatkan keandalan listrik di Indonesia dengan mengeluarkan investasi yang besar, Ferdi menilai, penerapan power wheeling tidak tepat dilakukan sebab selama ini kinerja PLN sangat baik dalam menyalurkan listrik di Tanah Air.
"Rasio elektrifikasi kita sudah bagus, itu perlu diapresiasi juga. Ini bagian dari dukungan terhadap pemerintahan Jokowi, rasio elektrifikasi sudah di atas 99 persen lebih artinya kerja bagus PLN," ucapnya.
Ferdi mengungkapkan, sebaiknya penyaluran listrik tetap dilakukan seperti saat ini dengan skema pembelian listrik dari pembangkit listrik dan penyalurannya tetap dilakukan PLN. Pasalnya, PLN dengan status BUMN dapat dikontrol pemerintah dan legislatif khususnya dalam hal penetapan tarif listrik.
"Karena PLN BUMN, Pemerintah dan DPR juga bisa dengan mudah memanggil PLN kalau masyarakat ada keluhan. Kalau PLN kan ada kewajiban menyalurkan PSO satu sisi melayani publik satu sisi mencari profit," ucapnya.
Ferdi pun tidak ingin beleid power wheeling lolos disahkan dalam UU EBT sebab menjadi ancaman bagi sektor kelistrikan Indonesia, hal ini akan menciptakan liberalisasi sebab pihak swasta bebas mengontrol harga jual listriknya.
"Jangan sampai ini diloloskan dan masuk dalam undang-undang, karena bukan hanya ancaman bagi PLN tetapi juga kelistrikan Indonesia, jadi swasta bisa mengatur harga sendiri, sistem sebaiknya seperti yang sekarang saja mereka jual ke PLN, PLN harus membeli dengan harga ekonomis itu yang paling benar, saya kira sudah benar karena tidak ada yang mengeluh soal tarif listrik," imbuhnya.