Majelis Hakim Tunda Sidang Tuntutan Eks Ketua Dewan Pembina ACT

JPU menuntut tiga terdakwa tersebut dengan tuntutan hukuman empat tahun penjara.

Republika/Thoudy Badai
Ketua Majelis Hakim Hariyadi dan terdakwa mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin (dalam pantulan layar) saat menjalani sidang pembacaan dakwaan yang digelar secara virtual di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (15/11/2022). Sidang tersebut beragendakan pembacaan dakwaan terkait perkara dugaan penggelapan dana bantuan Boeing oleh Aksi Cepat Tanggap (ACT) dengan terdakwa mantan Presiden ACT Ahyudin. Republika/Thoudy Badai
Red: Agus raharjo

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel) menunda sidang tuntutan terhadap terdakwa mantan Ketua Dewan Pembina Yayasan Aksi Cepat Tanggap (ACT) Novariyadi Imam Akbari. Ketua Majelis Hakim Hariyadi, mengatakan sidang tuntutan itu ditunda karena jaksa penuntut umum (JPU) belum selesai menyusun tuntutan terhadap Novariyadi.

Baca Juga


Novariyadi merupakan terdakwa dalam perkara dugaan penggelapan dana bantuan sosial dari Boeing Community Investment Fund (BCIF) untuk para korban tragedi jatuhnya pesawat Lion Air pada tahun 2018 silam. "Karena tuntutan dari jaksa penuntut umum untuk terdakwa Novariyadi Imam Akbari belum siap, sidang ditunda selama satu pekan dan akan digelar kembali pada 31 Januari 2023," ujar Hariyadi, dalam persidangan di PN Jaksel, Jakarta, Selasa (24/1/2023).

Sebelumnya, JPU pada Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan telah mendakwa Novariyadi bersama tiga terdakwa lainnya melakukan penggelapan dana bantuan sosial dari BCIF bagi korban tragedi Lion Air pada 2018 dengan Pasal 374 dan atau Pasal 372 juncto Pasal 55 KUHP. Tiga terdakwa lainnya itu ada para petinggi Yayasan ACT, yakni pendiri sekaligus mantan Presiden Yayasan ACT Ahyudin, Presiden Yayasan ACT periode 2019-2022 Ibnu Khajar, dan eks Vice President Operational ACT Hariyana Hermain.

Pada Selasa (27/12/2022), JPU menuntut tiga terdakwa tersebut dengan tuntutan hukuman empat tahun penjara. JPU menilai mereka terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan penggelapan dalam jabatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 374 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

JPU mengatakan Yayasan ACT telah menggunakan dana bantuan dari BCIF senilai Rp 117 miliar dari dana yang diterima sebesar Rp 138.546.388.500. Berikutnya, dana yang mereka salurkan kepada korban kecelakaan pesawat Lion Air itu hanya diimplementasikan sebesar Rp 20.563.857.503 oleh Yayasan ACT. Sementara itu, dana ratusan miliar lainnya telah digunakan oleh para terdakwa dan tidak sesuai dengan implementasi yang telah disepakati bersama Boeing.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler