Jokowi Tegaskan tak Bisa Intervensi Soal Tuntutan Richard Eliezer
Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara meskipun sudah menjadi justice collaborator
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan tak bisa mengintervensi proses hukum terhadap Richard Eliezer yang telah dituntut 12 tahun penjara. Tak hanya dalam kasus ini, Jokowi juga menegaskan tidak bisa mencampuri proses hukum yang tengah berjalan untuk semua kasus lainnya.
"Saya tidak bisa mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Bukan hanya kasus FS, untuk semua kasus, tidak," kata Jokowi usai meninjau proyek pembangunan sodetan Kali Ciliwung, Jakarta, Selasa (24/1/2023).
Sebab, menurut Jokowi, pemerintah harus menghormati proses hukum yang tengah berjalan. "Karena kita harus menghormati proses hukum yang ada di lembaga-lembaga negara yang sedang berjalan," katanya menambahkan.
Sebelumnya, orang tua Richard Eliezer meminta Presiden Jokowi dan Kapolri untuk turun tangan memberikan keadilan bagi Eliezer yang sudah jujur mengungkap kasus pembunuhan Yosua.
Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang meminta majelis hakim menjatuhkan pidana penjara 12 tahun penjara untuk Richard Eliezer (RE) pun dinilai berlebihan. Hal ini juga disampaikan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
LPSK bahkan menuding jaksa mengabaikan rekomendasi hukuman ringan terhadap pelaku eksekutor pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) itu.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtias menerangkan, sebagai justice collaborator atau pelaku yang bekerja sama dalam pengungkapan kejahatan, semestinya Richard sebagai terdakwa mendapatkan ancaman hukum yang ringan.
“Kami (LPSK) sangat menyesalkan tuntutan dari penuntut umum ini. Bahwa terdakwa Richard sebagai justice collaborator, kami (LPSK) rekomendasikan untuk dituntut ringan, karena telah membantu mengungkap kebenaran peristiwa pembunuhan Brigadir J ini,” kata Susi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (18/1/2023).
Namun kata Susi, dari tuntutan yang diajukan JPU, seperti tak mempertimbangkan keringanan tuntutan hukuman yang dimintakan LPSK kepada jaksa. Justru, menurut Susi, terdakwa Putri Candrawathi yang ditolak pengajuannya sebagai justice collaborator oleh LPSK malah mendapatkan tuntutan hukuman yang lebih ringan 8 tahun.
Padahal jika mengacu pada Pasal 10 A Undang-undang Perlindungan Saksi dan Korban, pelaku kejahatan yang bekerja sama mengungkap kejahatan tersebut, mendapatkan keringanan dalam tuntutan, ataupun vonis yang akan dijatuhkan.
Sementara itu, Kejaksaan Agung (Kejakgung) menilai peran terdakwa Richard Eliezer (RE) bukan sebagai pelaku yang menguak fakta dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J).
Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejakgung Ketut Sumedana mengatakan, sebagai salah satu pelaku utama dan eksekutor pembunuhan berencana di Duren Tiga 46 Jakarta Selatan (Jaksel) itu, Richard tak dapat masuk dalam kriteria sebagai justice collaborator (JC), atau pelaku yang bekerja sama dalam pengungkapan kejahatannya.
“Delictum (perbuatan) yang dilakukan oleh terdakwa Richard Eliezer sebagai eksekutor, yakni pelaku utama (pembunuhan berencana Brigadir J), bukanlah sebagai penguak fakta utama,” kata Ketut dalam penjelasannya, di Kejakgung, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Namun begitu, kata Ketut menerangkan tim jaksa penuntut umum (JPU) mempertimbangkan penuntutan yang dinilai ringan selama 12 tahun, atas peran kooperatif Richard sebagai terdakwa pelaku pembunuhan berencana.