Pengusaha Beri Catatan Jika RI Mau Bikin Bursa Komiditi Sawit
Saat ini, Indonesia memiliki ICDX dan KPBN Dumai meski dinilai tidak efektif.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengusaha sawit mendukung rencana pemerintah membuat bursa komoditi sawit agar Indonesia memiliki harga acuan sawit sendiri. Namun, terdapat sejumlah catatan yang perlu dilakukan agar bursa tersebut berjalan efektif.
Plt Ketua Dewan Minyak Sawit Indonesia (DMSI) Sahat Sinaga mengatakan, lembaga bursa harus dikelola pihak independen sehingga tidak memiliki kepentingan terhadap pembentukan harga.
Saat ini, Indonesia memiliki ICDX dan KPBN Dumai sebagai bursa berjangka untuk komoditas sawit. Hanya saja, Sahat menilai keberadaan dua lembaga itu tidak efektif karena tidak dijalankan secara independen.
"Kenapa tidak jalan? Karena pemain sawit masuk di dalam. Jadi yang nanti menentukan price jangan yang ikut berbisnis, karena tentu dia ada kepentingan juga. Kalau independen itu bisa bebas," kata Sahat usai konferensi pers Kinerja Industri Minyak Sawit 2022 di Jakarta, Kamis (25/1/2023).
Selain itu, ia meminta agar sumber daya telekomunikasi yang dibangun harus memadai karena bursa saat ini dijalankan secara digital.
Sahat mengatakan, jika independensi pengelola bursa komoditi sawit dan kemampuan telekomunukasi dapat berjalan baik, Indonesia akan memiliki suatu model bursa seperti yang diharapkan pemerintah. Bursa sawit harus menjadi pusat harga acuan internasional yang murni terbentuk atas permintaan dan penawaran.
Adapun keuntungan yang diperoleh jika Indonesia memiliki bursa sebagai acuan harga dapat menjadi pembanding atas bursa sawit yang telah ada. Seperti CIF CPO Rooterdam dan Bursa Derivatif Malaysia.
"Contoh, misal permintaan lagi tinggi tapi bursa Rotterdam membuat harga rendah. Loh, siapa ini yang diuntungkan? kita dirugikan. Nah itu yang perlu dijaga," katanya.
Sebelumnya, Kementerian Perdagangan bakal mendirikan bursa komoditi khusus sawit agar Indonesia bisa memiliki harga acuan sendiri. Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, menargetkan bursa tersebut dapat berdiri bulan Juni 2023 mendatang.
Lelaki yang akrab disapa Zulhas itu menuturkan, selama ini Indonesia selalu berpatokan ke Malaysia yang lebih dulu memiliki bursa komoditi sawit. Padahal, Indonesia merupakan produsen terbesar sawit dunia.
"Masa kita patokan ke negara tetangga, padahal produksi kita paling besar. Dengan segala kewenangan, kita usahakan sebelum Juni sudah punya," kata Zulkifli.
Adapun, proses pendirian bursa sawit menjadi tanggung jawab Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti). Zulkifli meminta Bappebti segera merealisasikan keinginan pemerintah untuk memiliki bursa sawit sendiri.
"Beberapa kali disinggung masa kita ikut Malaysia, yang punya sawit, karet, itu kita. Yang jelek ya Bappebti. Kalau tidak bisa, Bappebti akan disalahkan, akhirnya orang bilang Bappebti tidak ada kapasitas," katanya.